Minggu, 24 Agustus 2014

Perencanaan SDM Partisipatif - Study Kasus







STUDY KASUS PERENCANAAN
SUMBER DAYA MANUSIA


TUGAS
UJIAN TENGAH SEMESTER


Mata Kuliah :  PERENCANAAN Sumber daya Manusia
Dosen :  Dr. B LENA NURYANTI S, M. Pd



Oleh :
D  I  N  O  T  O
NIM : 12008019



PROGRAM PASCA SARJANA
KONSENTRASI MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI “CIREBON”
CIREBON
2009








STUDY KASUS :

Kasus 1 :
Isyu hangat terkait dengan perenca dengan perencanaan dan pengawasan Sumber Daya Manusia dewasa ini, antara lain berkaitan dengan :
a.             Implementasi konsep perampingan (downsizing), yaitu program pengurangan jumlah staff untuk meningkatkan efisiensi dari seluruh tenaga kerja.  Misalnya dilakukan melalui program pensiun dini, pendekatan zero growth, rightsizing dan uotsourcing.
b.            Membantu rekan kerja melalui program outplacement.  Outplacement merupakan proses pembantuan bagi pegawai yang sudah eksis di dalam perusahaan dengan layanan job-help, konseling psikologis, penyedian kelompok pendukung (support groups), penurunan gaji, peningkatan manfaat asuransi kesehatan yang diperluas, serta komunikasi yang jelas dan interaktif.
c.             Program supervisors: Berdasarkan pengalaman para supervisors kita bisa belajar tentang adanya fakta yang menunjukkan bahwa mereka yang memiliki kemiripan perasaan akibat frustasi,anxienty (out of the mood), dan rasa kehilangan, yang kemudian kondisi demikian dikenal dengan istilah layoff-survivor sickness.  Hal itu merupakan sebuah sikap, persepsi dan perilaku pegawai yang masih tersisa atau terselamatkan dari program pengurangan pegawai (PHK).  Gejala penyakit ini termasuk juga ketidakamanan kerja, persepsi terhadap ketidaktransparanan (unfairness), depresi, stress karena beban kerja yang terus meningkat (overload), ketidaksiapan menghadapi perubahan, menurunnya loyalitas dan komitmen sehingga menurunkan motivasi untuk terus bekerja keras, dan keengganan melakukan sesuatu melebihi target kerja yang diharapkan.  Disini peran manajer SDM sangat penting untuk memberikan peluang kepada para pegawai agar dapat memanfaatkan layanan konseling, membnagun kelompok diskusi, mengembangkan program pemberdayaan, membangun teamwork yang self-managed, dan bisa dengan mudah mendapatkan sumber daya yang dibutuhkan untuk menunjang kelancaran tugasnya.

Buatlah rencana stratejik bisnis untuk memenangkan persaingan global dalam kondisi SDM seperti digambarkan di atas.

FALSAFAH HIDUP RODA PEDATI

Pasang surut pertumbuhan dalam organisasi bisnis adalah sesuatu yang wajar dan merupakan tantangan yang selalu harus disikapi secara posstif sebagai batu ujian untuk mencapai perbaikan yang lebih gilang-gemilang di masa yang akan datang.  Ibarat roda pedati, kadang di atas, kadang berada pada posisi di bawah. 
Pada saat di atas banyak yang lupa bahwa posisi tertinggi akan segera terlampaui dan landai menurun harus segera dihadapi.  Tanpa persiapan yang matang maka penurunan secara drastis akan lebih mudah terjadi.  Tetapi jika dipersiapkan dengan penuh pertimbangan maka berbagai kemungkinan bisa terjadi, bertahan lama di puncak posisi atau turun tetapi roda nasib segera berhenti atau bahkan berputar balik ke arah puncak karena penarik pedati berjalan mundur !
Sebaliknya, apabila sedang berada di bawah maka tidak jarang yang segera melihat kesisi lain, kedua sisi dan tentu saja yang paling atas.  Anggapan miring tentang mereka sering menggoda untuk dikeluarkan.  Tudingan negatif atau berbagai upaya miris untuk pembenaran diri dalam bentuk apapun hanya akan menambah beban berat muatan pedati yang sudah sangat padat.  Berbagai kejelekan yang dilontarkan bahkan bisa menjadi bumerang, ibarat “maaf” kotoran yang harus diinjak posisi roda terbawah.  Hanya mencoreng muka sendiri.  Lupa pada koreksi diri yang justeru merupakan kunci kebangkitan menuju yang lebih baik. 
Sangat jarang mereka yang sudah ambruk, tertindih tangga danterjerembab dalam sumur ini bisa bangkit mengikuti roda pedati.  Perjalanan hidup bisnis mereka terhenti sampai disana dan penarik pedati meninggalkan pedatinya yang keberatan muatan, sampai lapuk dan terkubur oleh tanah yang hanya diam sekalipun.
Pada kasus yang pertama ini maka kejadian terakhir sedang dialami sebuah organisasi bisnis.  Ketika keadaan memprihatinkan terjadi maka aset organisasi yang perlu pertama kali dipikirkan adalah Sumber Daya Manusia yang selama ini hidup dan mati bersama organisasi tersebut.  Anggapan yang keliru kalau pencapaian keuntungan yang menjadi tujuan utama selama berjalannya organisasi dijadikan prioritas utama.  Sebab pada posisi yang demikian, bisa-bisa malah terjadi sebaliknya.  Bukan rugi secara finansial semata tetapi hancur dan binasa dengan meninggalkan berbagai tuntutan yang tidak akan bisa terselesaikan.
Sumber Daya manusia organisasi itu sendiri merupakan kumpulan individu yang kompleks, dengan berbagai kemampuan dan juga pemikiran tentang diri dan tuntutan keluarganya.  Di sisi lain, sebagai bagian yang sama-sama tumbuh dan besar dalam organisasi maka sangat tidak bernurani ketika harus menendang sekan sejawat yang jasanya tidak akan bisa dilupakan.
Dua mata pisau ini merupakan problematika yang harus dihadapi, tetapi salah satu harus dipilih untuk menyelamatkan organisasi yang dibesarkan bersama tersebut.  Permasalahan ini harus dimengerti secara bersama oleh semua pihak internal, dicarikan solusi bersama sehingga tercapai win-win-solution.  Mereka yang berkesempatan tetap bergabung dalam organisasi akan mantap berkarir dan membangkitkan perusahaan sementara yang mesti lengser juga tidak kehilangan jati diri dan mata pencaharian untuk sanak-keluarganya.
Oleh karena itu, langkah pertama yang harus dilakukan adalah koreksi diri secara bersama-sama.  Akan lebih tepat apabila dipandu pihak luar, misalnya konsultan manajemen sebagai fasilitator, sehingga dominasi dari pekerja level tertentu tidak terjadi.  Dengan dijembatani pihak luar, maka pekerja level bawah akan diberdayakan untuk bisa berpendapat dan berpikir sejajar dengan pekerja level tinggi.  Sementara pekerja level tinggi tumbuh rasa empaty-nya untuk merasakan senasib-sepenanggungan dengan mereka yang selama ini berkerja lebih keras di tingkatan bawah.
Pada kesempatan tersebut juga dipikirkan secara bersama bagaimana cara agar bisa segera bangkit kembali dan menuju masa depan yang lebih baik.  Tidak menutup kemungkinan kalau yang harus dilakukan akan menyakitkan sebagian dari mereka.  Oleh karena itu, tahap awal ini perlu dipersiapkan dengan matang karena merupakan langkah yang paling menentukan keberhasilan selanjutnya.
Langkah pahit yang kemungkinan akan diambil untuk mengobati organisasi yang sudah kolaps tersebut antara lain :
a.                   Perampingan staff
b.                  Outplacement
c.                   Survivor
Ketiga program tersebut bisa dijalankan sendiri atau mungkin juga dua atau ketiganya saling melengkapi satu dengan lainnya.  Tegantung seberapa parahnya keadaan yang dialami organisasi tersebut.  Yang harus diperhatikan adalah bahwa apapun program yang akan dilaksanakan adalah hasil pemikiran bersama yang sedapat mungkin dampak negatifnya sudah dipikrkan bersama.
Langkah strategis berikutnya yang harus dijalankan adalah menjalankan rencana secermat mungkin.  Masing-masing individu harus menerima secara lapang dada keputusan yang diambil, termasuk apabila menjadi pihak yang harus keluar dari organisasi.  Lagi-lagi, keterlibatan pihak lain seperti konsultan manajemen sangat diperlukan untuk menjalankan rencana tanpa harus condong kepada kepentingan pihak tertentu.
Ketika keputusan sudah dijalankan maka individu dalam organisasi terbagi dua, mereka yang dipercaya untuk meneruskan perputaran roda organisasi dan sebagian yang lain harus tersisih.  Kedua kelompok menghadapi permasalahan yang tidak sedikit, permasalahan yang paling mendasar adalah putusnya tali persaudaraan yang selama ini tertaut sedemikian kuat.  Hal ini tentu menjadi luka yang sangat mendalam bagi keduanya atau bahkan kalu tidak matang persiapannya, akan menjadi jurang pmisah yang berujung permusuhan.
Para pekerja yang tetap bertahan di organisasi terbebani oleh target untuk mengentaskan perusahaan dari keterpurukan.  Di sisi lain mereka harus menghadapi tugas pekerjaan baru yang ditinggalkan rekan lamanya.  Keterampilan dan kreativitas baru harus ditumbuhkan, baik melalui pelatihan yang diprogramkan ataupun belajar secara mandiri, belajar sambil menjalankan pekerjaan (lerning by doing).
Berbeda dengan beban kerja yang tumbuh ke atas, seiring dengan keadaan keuangan perusahaan maka pekerja yang diterima bekerja kembali ini harus menerima apabila upah yang diterima berbanding terbalik dengan pekerjaan yang harus diselesaikan.  Sebuah resiko yang tidak mudah karena bukan hanya menyangkut pribadi pekerjanya tetapi juga berkaitan dengan hajat hidup keluarga yang ditanggungnya.
Pekerja terpilih bukan hanya menghadapi tantangan fisik tetapi juga psikologis yang sangat berat.  Oleh karena itu diperlukan bimbingan dari ahli kejiwaan agar mereka mampu menunjukkan optimalisasi kemampuannya diantara berbagai keterbatasan imbalan yang diberikan perusahaan.
Sementara itu, mereka yang harus hengkang dari organisasi bukanlah orang lain.  Mereka turut berjasa membesarkan perusahaan sebelum akhirnya menghadapi permasalahan yang mengharuskan dilakukannya tindakan tidak menyenangkan tersebut.  Biaya perusahaan yang dikeluarkan sebagai pesangon bukanlah uang pengusiran yang memutuskan hubungan yang bersangkutan dengan organisasi.  Tentu saja, besarannya tidak akan seimbang dengan jasa yang pernah mereka baktikan.  Apalagi dalam keadaan krisis finansial perusahaan.
Permasalahan baru bagi mereka adalah mencari peluang kerja di saat perusahaan lain juga tidak sedikit yang mengalami krisis yang sama.  Tentu bukan permasalahan yang mudah, padahal uang pesangon tidak akan bertahan lama untuk bisa memenuhi tuntutan hidup.
Permasalahan lain yang sangat berat adalah kehidupan bersama lingkungan yang baru.  Masyarakat sekitar tempat tinggal mereka tentu bukan hal baru, tetapi biasanya hanya pada waktu yang sangat terbatas.  Ketika aktivitas di tempat bekerja terhenti maka hidup bersama lingkungan menjadi barang baru yang dapat menghanyutkan. 
Tidak semua lingkungan buruk, banyak yang bisa membangkitkan semangat untuk berusaha makin maju.  Oleh karena itu mereka perlu pendampingan sampai kehidupan yang diharapkan bisa ditemui titik terangnya.
Oleh karena itu, langkah strategis ketiga yang harus diambil adalah program konseling bagi pekerja yang overloading dan mantan pekerja dengan segudang permasalahan baru yang dihadapinya.
Kehidupan bak roda pedati, bukan tidak mungkin mereka yang terdepak dari aktivitas organisasi suatu saat akan jauh berada di atas mereka yang makin terpendam dalam “maaf” feces bersama bagian roda terbawah.  Bukan tidak mungkin kalau hasil kerja keras orang-orang pilihan pun akhirnya menghasilkan keuntungan yang optimal sehingga bisa merekrut mereka yang semula harus keluar. 
Konseling, pendampingan atau apapun istilahnya sangat diperlukan agar mereka yang tersisih dapat hidup lebih baik, paling tidak bertahan hidup dalam keprihatinan.  Sementara mereka yang tetap bekerja dapat menjalankan amanah yang diberikan tanpa harus menyesal menghadapi beban kerja yang berbanding terbalik dengan upah yang didapatkan.

Kasus 2 :
Sistem manajemen SDM dituntut untuk juga bisa melakukan proses asesmen yang tepat terhadap kondisi pegawai yang saat ini ada di dalam perusahaan.  Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain :
  1. Mengembangkan profil pegawai yang ada saat ini melalui analisis internal, sehingga bisa diketahui sisi kekuatan dan kelemahannya.
  2. Memotret dan menetapkan bidang keterampilan apa yang saat ini sudah tersedia atau dikuasai oleh pegawai.  Hal ini dilakukan dengan mengidentifikasi peluang dan ancaman yang ada saat ini maupun di masa yang akan datang, yang akan berdampak pada keberhasilan pencapaian tujuan perusahaan.

Buatlah program pengawasan dan pembinaan stratejik dengan memanfaatkan hasil analisis KPPA (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman).  Gunakan data yang ada di tempat bekerja untuk melengkapi analisis ini.



MANGANGKEK BATANG TARANDAM

Dalam keadaan bagaimana pun sebuah organisasi atau perusahaan harus memperhatikan Sumber Daya Manusia yang ada di dalamnya.  Sebab merekalah yang menentukan ke mana organisasi akan dibawa, maju dan mundurnya perusahaan dalam mencapai tujuan semula.
Bidang Peternakan pada Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Indramayu adalah sebuah organisasi yang dalam pertumbuhannya mengalami berbagai pasang-surut akibat kebijakan dari pemerintah pusat.  Sebelum otonomi daerah diberlakukan, sebagai bagian dari pemerintah pusat maka organisasinya bernama Dinas Peternakan Kabupaten Inramayu.  Pada saat itu, struktur organisasi sedemikian tertata apik dan berbagai fasilitas penungjang seperti kendaraan dinas dipenuhi secara berkala.
Dari sisi personil, Dinas Peternakan tidak hanya berisi pejabat struktural dengan stafnya tetapi juga beberapa petugas lapangan yang bertugas menyelnggarakan pelayan kepada masyarakat.  Di setiap kecamatan terdapat Kepala Cabang Dinas Peternakan dan juga Penyuluh Peternakan.  Petugas pemeriksa kesehatan veteriner ditempatkan di wilahak yang banyak menghasilkan dan memperdagangkan produk peternakan, seperti telur, susu dan daging.  Di beberapa kecamatan terdapat pasar hewan dengan beberapa petugas yang ditempatkan disana.  Rumah Pemotongan Hewan dijaga ketat oleh petugas yang menangani, bukan hanya untuk menjaga kebersihan tempat pemotongannya tetapi juga menghindarkan dipotongnya ternak betina yang masih produktif yang melanggar peraturan.
Tepat menjelang tahun 2001 berakhir, Dinas Peternakan tidak lagi muncul dengan momenklatur semula.  Keberadaannya menjadi sangat kecil karena hanya merupakan bagian dari Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan dan Kehutanan.  Dengan demikian terjadi penyusutan organisasi secara struktural maupun fungsional.
Secara struktural, institusi peternakan tersebut hanya dikepalai oleh seorang pejabat eselon III, Kepala Sub Dinas Peternakan.  Beliau tidak lagi mempunyai sekretaris atau pembantu urusan umum karena posisi tersebut berada di bawah wewenang Kepala Bagian Tata Usaha.  Bahkan tidak memiliki perencana pembangunan peternakan sekalipun karena posisi penting ini menyatu dengan Sub Dinas lainnya, di bawa Kepala Bagian tata Usaha.
Petugas struktural yang turut dikebiri adalah para Kepala Cabang Dinas Peternakan.  Tidak sedikit yang menempuh pensiun dini, tidak kuat menjadi staf Kepala Cabang Dinas Pertanian yang dulu menjadi rival pertarungan memperebutkan lahan pangonan misalnya atau rezeki di lapangan lainnya.  Hanya satu dua orang diantara mereka yang tetap duduk di posisi eselenoring, berubah kedudukan menjadi Kepala Cabang Dinas Pertanian.
Sementara itu, pejabat fungsional, para Petugas Penyuluh Peternakan ditarik oleh institusi lain, Kantor Informasi Penyuluhan Pertanian.  Tugas mereka buka lagi sebagai Penyuluh Peternakan tetapi menjadi penguasa ilmu pertanian, perkebunan, kehutanan dan peternakan.  Sebuah beban yang sangat berat yang lebih banyak ditindaklanjuti oleh mereka dengan sikap ‘asal bisa mengumpulkan angka kredit.’  Karena memang secara kenyataan, tidak mungkin mereka mnguasai keilmuan keempat bidang yang tidak pernah sama tersebut.
Petugas Rumah Potong Hewan dan Pasar Hewan tidak lagi berinduk pada peternakan.  Mereka menjadi bagian organisasi baru bernama Unit Pelaksana Teknis Daerah Rumah Potong Hewan dan Pasar Hewan.
Keadaan diperparah dengan ditariknya aset-aset yang dimiliki ke tangan institusi lai.  Kendaraan roda empat diberikan kepada Bagian Pemerintahan, sementara gedung Dinas Peternakan yang berdiri megah ditempati Kantor Kebudayaan dan Pariwisata.  Sub Dinas Peternakan sendiri menempati gudang bekas tempat penyimpanan arsip yang akan dibongkar untuk dijadikan gedung Madrasah.
Carut marut kehidupan institusi peternakan tidak berhenti sampai disitu saja, yang paling berat adalah tidak adanya regenerasi.  Petugas peternakan senior berangsur-angsur habis karena memasuki masa pensiun, sementara formasi baru pegawai untuk bidang peternakan jarang sekali.  Sekalipun ada, sangatlah terbatas.
Mulai tahun 2008, momenklatur kedinasan berubah lagi.  Perkebunan dan Kehutanan dipaksakan menjadi Dinas Kehutanan dan Perkebunan.  Dikatakan dipaksakan karena memang di Indramayu tidak ada satu pun perkebunan, sementara kehutanan sudah ditanganni Perum Perhutani.
Sub Dinas Peternakan berganti nama menjadi Bidang Peternakan, namun tidak mengubah sedikitpun kedudukannya.  Bahkan salah satu seksi di bawahnya harus dilebur dengan seksi lainnya.
Dengan kondisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa berbagai kekuatan, kelemahan, tantangan dan ancaman yang dihadapi Bidang Peternakan pada Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Indramayu adalah sebagai berikut :

Kekuatan :
1.                  Adanya Perda tentang Struktur Organisasi dan Tupoksinya
2.                  Masih terdapat SDM berlatar belakang Peternakan
3.                  Terdapat Sarjana Peternakan dan Dokter Hewan yang masih baru

Kelemahan :
1.                  Tidak terdapat bagian khusus perencanaan bidang peternakan
2.                  Tidak adanya ruang kerja yang layak
3.                  Tidak ada regenerasi personil peternakan  
4.                  Tidak ada peluang mengangkat pegawai tidak tetap dan honorer
5.                  Tidak ada data dasar bidang peternakan
6.                  Tugas Pokok dan Fungsi tidak berjalan
7.                  Anggaran untuk bidang peternakan sangat terbatas

Peluang :
1.                  Banyak generasi muda Indramayu menuntut ilmu di Fakultas Peternakan dan Fakultas Kedokteran Hewan
2.                  Penerimaan pegawai baru Pemerintah Kabupaten Indramayu ada setiap tahun anggaran
3.                  Terbuka peluang kerjasama dengan perguruan tinggi negeri unuk perencanaan pembangunan peternakan

Ancaman :
1.                  Generasi bidang peternakan sudah banyak yang pensiun
2.                  Etos kerja eks petugas peternakan di lapangan sudah sangat memprihatinkan
3.                  Banyak ternak bantuan pemerintah menjadi milik pribadi petugas dan pejabat peternakan
4.                  Banyak kasus bidang peternakan masuk ranah kepolisian dan kejaksaan

Sebagai konsekuensi dari berbagai kondisi yang digambarkan di atas maka diperlukan langkah tegas dalam pengawasan dan pembinaannya.  Diperlukan langkah penting seperti :
1.                  Keberanian pemimpin dalam melakukan penilaian secara obyektif
2.                  Keteguhan komitmen bawahan terhadap wewenang dan tanggungjawabnya
3.                  Budaya kerja yang kondusif.
Ketiga langkah tersebit dapat diejawantahkan dalam bentuk :
1.                  Tekad dan keberanian Kepala Bidang Peternakan untuk melakukan perubahan secara bertahap, merencanakan tindak lanjut dengan melibatkan semua unsur yang ada dan pernah ada (termasuk pensiunan).
2.                  Memahami kedudukan dalam organisasi dan Tupoksi, dan mensosialisasikannya kepada semua personil peternakan.
3.                  Menjalankan Tupoksi sesuai dengan aturan, jika terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh pimpinan maka ditindaklanjuti dengan Telaahan Staf ataupun Nota Dinas untuk meluruskannya.
4.                  Mengoptimalkan ruang kerja yang tersedia sehingga menjadi tempat yang nyaman dan dapat menumbuhkan semangat kerja.
5.                  Kerjasama dengan perguruan tinggi negeri menyusun rencana pembangunan peternakan Kabupaten Indramayu.  Tentu saja hal ini diawali dengan penataan yang akurat, riil dan dapat dipertanggungjawabkan.
6.                  Peningkatan kemauan dan kemampuan Sarjana Peternakan dan Dokter Hewan dalam menjalankan tugasnya.
7.                  Membuka peluang dan memfasilitasi Sarjana Peternakan dan Dokter Hewan asal Indramayu untuk menjadi Sarjana Pendamping kelompok ternak yang diberdayakan dengan dana dari Departemen Pertanian.
8.                  Mengusulkan ke Bupati tentang keperluan personil peternakan dengan berbagai kualifikasinya disertai Telaahan Staf yang menguatkan.
9.                  Melakukan tindakan pro-aktif dan tegas dalam membenahi dan menyelesaikan permasalahan kepemilikan ternak negara oleh petugas dan pejabat bidang peternakan secara internal.
10.              Membantu pihak kepolisian dan kejaksaan mendapatkan informasi program bidang peternakan dengan benar sehingga tidak terjadi kesalahpahaman.
11.              Mensosialisasikan perencanaan yang dibuat sehingga dapat dipahami dan menjadi milik bersama personil peternakan.
12.              Membina kerjasama yang baik dengan pengusaha bidang peternakan dan hasil ikutannya.
13.              Mengusulkan beberapa kegiatan yang dapat dilaksanakan dengan biaya dari Departemen Pertanian atau instansi lainnya.
14.              Pemberdayaan kelompok ternak sehingga mampu membuat usulan untuk mendapatkan dana pembinaan dari pusat dan dunia usaha.
15.              Melaksanakan perencanaan yang dibuat bersama perguruan tinggi negeri dan melakukan pengawasan internal secara ketat.
Menghidupkan kembali sebuah organisasi yang sudah sedemikian terpuruk dan terus menerus digerogoti bukanlah hal yang mudah.  Diperlukan kerja keras dan tindakan kreatif dengan tetap mematuhi koridor yang berlaku.  Tentu akan sangat sulit dan banyak tantangan serta resiko yang harus diambil.
Kesulitan luar biasa yang penuh resiko itu ibarat pepatah Minangkabau “Mangangkek batang tarandam !”  Menghidupkan sungai yang terendam, sungainya saja sudah tidak bisa tampak, bagaimana menghidupkan aliran airnya ?
Cara yang bisa dilakukan adalah membendung arus air di hulu ?  Mengalihkan derasnya aliran air ke berbagai anak sungai lain?  Mmengorbankan sawah dan lahan pertanian?  Banyak sekali pengorbanan agar tujuan yang dikehendaki tidak sia-sia.  Semua dimulai dari ketegasan dan ketegaran kepemimpinan yang sanggup menserasikan antara aturan yang berlaku sekarang dengan kondisi riil di lapangan untuk perencanaan di masa datang.  Berorientasi kepada masyarakat, bukan kepentingan pribadi dan golongan. 
Tetapi, keyakinan dan kerja keras yang terstruktur akan dapat mencapai tujuan yang diharapkan.  Mungkin juga perlu korban, mulai dari sekedar individu dan jabatannya ataupun kelompok secara keseluruhan atau bahkan pertaruhan harga diri dan nyawa.

 Kasus 3 :
Karyawan dari sebuah perusahaan melakukan mogok kerja.  Coba anda analisa bagaimana sesungguhnya pelaksanaan kompensasi, integrasi dan perawatan dalam perusahaan tersebut sehingga hal ini bisa terjadi!  Apa solusi yang anda sarankan !

MEMANUSIAKAN MANUSIA

Banyak permasalahan yang menyebabkan terjadinya mogok kerja yang dilakukan oleh karyawan level tertentu.  Tetapi ada kesamaan dari perilaku mogok kerja ini, yaitu kebersamaan.  Timbulnya sebuah kekuatan untuk menolak secara bersama-sama, tidak sendiri.  Mereka yang mogok pun biasanya dari level yang sama, pekerja kelas tertentu yang orientasi kerjanya baru sebatas urusan perut !
Sebaliknya, karyawan staf dengan jumlah lebih sedikit jarang melakukan mogok kerja.  Tindakan radikal ini akan sangat berbahaya bagi keberlanjutan karirnya di masa yang akan datang.
Oleh karena itu, sebuah aksi mogok kerja, apapun motif yang dimunculkan, biasanya langsung dihubungkan dengan urusan perut.  Padahal tidak selalu demikian, berbagai kejadian tidak menyenangkan yang diterima seorang karyawan bisa menjadi pemicu aksi mogok besar-besaran khususnya apabila menyangkut agama dan kepercayaan.
Tetapi apa pun sebabnya, aksi mogok kerja menunjukkan adanya ketidak-singkronan dan ketidakserasian hubungan antara manajemen dengan pekerja.  Sebab diantara keduanya terdapat jurang pemisah yang sangat lebar.  Pekerja adalah individu yang harus membanting tulang untuk mendapatkan penghasilan yang tidak seberapa karena harus membagi dengan jumlah rekannya yang sangat banyak, sementara manajemen yang jumlahnya sedikit penghasilannya jauh di atas upah pekerja sekalipun tidak perlu menyingsingkan lengan-baju dan keluar keringat.
Perbedaan yang mencolok antara kedua belah pihak ini memerlukan sikap empaty yang tinggi diantara keduanya.  Apabila tidak terjadi maka tidak akan tercipta keharmonisan yang diharapkan.  Oleh karena itu, pekerja wajib menghargai kedudukan dan posisi manajemen dan pihak manajemen tidak bisa tidak, menghargai para pekerja sebagaimana layaknya.  Manajemen harus bisa memanusiakan manusia.
Kompensasi adalah imbalan atau jasa yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawannya yang dapat dinilai dengan uang.  Bentuknya bisa trensaksi : ekonomi, psikologis, sosial, politis, etis.
Jadi bukan semata-mata besaran uang yang diterima dalam bentuk langsung sebagai gaji dan upah, atau tidak langsung dalam bentuk pelayanan dan keuntungan semata tetapi harus memperhatikan psikologis, sosial, politis dan etis.  Bahkan hal non-materil ini pengaruhnya bisa lebih besar lagi.
Untuk mempersatukan kepentingan karyawan dan tujuan perusahaan yang diwakili oleh pihak manajemen maka diperlukan langkah terintegrasi diantara keduanya.  Aspek materiil dan non-materiil perlu diperhatikan secara seksama agar jurang diantara keduanya tidak semakin melebar dan makin memisahkan diantara kepentingan keduanya.
Mogok kerja merupakan bumerang bagi para pekerja kelas bawah dalam menjawab ketiadaan integrasi diantara keduanya.  Dikatakan sebagai bumerang karena merupakan senjata pamungkas yang dapat tepat sasaran sehingga manajemen dapat mengakui kekalahan dan kesalahannya, menindaklajutinya dengan memenuhi berbagai tuntutan mereka.  Sebaliknya, jika aksi mogok dilakukan hanya sekedar ikut-ikutan tanpa arah yang pasti maka bisa saja membinasakan segala harapan yang dituju, sekaligus pemain bumerang yang tidak ahli itu.  
Bahkan, aksi mogok dapat menghancurkan kedua-duanya.  Harapan pekerja tidak tercapai karena perusahaan tempat mereka berinduk luluh lantak akibat aksi mogok yang tidak dipikirkan sebelumnya.
Oleh karena itu, untuk menghindari adanya aksi mogok kerja maka perusahaan mesti memperlakukan para pekerjanya sebagaimana manusia.  Bukan mesin yang bisa langsung dan terus bekerja asalkan bahan bakar dan pelumasnya tercukupi.  Banyak nilai-nilai non-materiil yang perlu disentuh, perasaan sebagai manusia yang tidak pernah dapat hidup tenang dengan hanya terpenuhinya kebutuhan akan meteri.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan antara lain :
1.                  Memberdayakan pekerja untuk bisa memberdayakan perusahaan tempat mereka bekerja.
2.                  Menyatukan pola pikir dalam mencapai tujuan bersama dengan prinsip kebersamaan dan kekeluargaan.
3.                  Mengedepankan keteladanan sikap dan perbuatan pemimpin dalam hidup bersama perusahaan.
4.                  Membuat batasan yang jelas tentang hak dan kewajiban masing-masing untuk mencapai tujuan bersama.
5.                  Membuat program pelatihan bagi pekerja untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilannya.
6.                  Memberi jaminan karir yang jelas bagi para pekerja maupun manajemen.
7.                  Memberikan upah sesuai dengan beban kerja dan prestasi yang ditunjukan pekerja.
8.                  Memberikan fasilitas dan jaminan kesehatan bagi pekerja dan keluarganya.
9.                  Menjalin hubungan kekeluargaan dan komunikasi yang intens antara keluarga perusahaan dan keluarga pekerja secara pribadi.
10.              Terdapatnya peluang membuka usaha ekonomi untuk keluarga pekerja dalam rangka menunjang ekonomi keluarganya.




Kasus 4 :
Hasil seleksi menunjukkan bahwa calon karyawan yang memperoleh nilai tertinggi mempunyai cacat fisik.  Bila anda sebagai manajer SDM, haruskah calon karyawan diterima ?  Jelaskan !

JANGAN LIHAT BUKU DARI SAMPULNYA !

Seleksi karyawan merupakan salah satu bagian dari serangkaian pekerjaan yang dilakukan untuk memperoleh karyawan baru sehingga diperoleh karyawan yang sesuai dengan kriteria yang diharapkan.
Dengan demikian maka sebelum dilakukan seleksi, sudah terdapat beberapa proses sebelumnya seperti ketersediaan peluang, perencanaan kebutuhan dan sebagainya termasuk kriteria yang dikehendaki oleh pekerjaan yang tersedia.
Akan halnya terdaftarnya calon karyawan yang cacat fisik, sama sekali bukan kesalahan yang bersangkutan jika mendaftar.  Tetapi, bisa terjadi karena pada pengumuman penerimaan tidak disebutkan bahwa ada larangan bagi mereka yang mempunyai keterbatasan fisik tersebut.  Bisa karena memang pekerjaan tersebut bisa dilakukan siapa saja, cacat fisik sekalipun.  Atau, kesalahan dari bagian Sumber Daya Manusia dalam membuat pengumunan.
Jika sebab pertama yang menjadi alasan, maka tidak ada alasan, siapa pun yang mendapatkan nilai test memenuhi syarat harus diterima.  Apalagi kalau yang bersangkutan mendapatkan nilai terbaik diantara sesamanya.  Kekurangan fisik bukanlah ukuran bahwa seseorang tidak akan mampu melaksanakan pekerjaan.
Kehidupan pada dasarnya adalah kebersamaan, termasuk dalam kehidupan di dunia usaha.  Sementara itu, manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna sehingga ketika diuji dengan berbagai kekurangan maka pasti mempunyai kelebihan yang lain.
Tidak sedikit orang yang secara fisik mengalami beberapa kalainan mampu memanfaatkan kelebihan yang dimiliki untuk memenej kehidupannya termasuk menjalin kemitraan yang baik dengan orang-orang normal.  Oleh karena itu, apapun alasannya, cacat fisik bukanlah halangan untuk menerima karyawan dengan hasil test tertinggi tersebut.
Jika kasus yang kedua yang terjadi maka Manager Sumber Daya Manusia adala orang yang pertama dan harus duduk di muka mengakui adanya kekeliruan yang sangat memalukan ini. 
Dengan pendekatan hati nurani maka peserta test terbaik itu diajak bicara, bukan tentang pekerjaan yang tidak cocok dengan yang tidak normal itu tetapi lebih ke arah penyesalam yang mendalam akan adanya perbuatan yang keliru tersebut.  Sebuah penyataan yang akan sangat berharga apabila manager tersebut mengungkapkan rasa tanggungjawabnya dan kemauan untuk menanggung resiko dari perbuatan yang memalukan tersebut.
Penghargaan yang sangat tinggi terhadap peserta seleksi terbak itu nantinya diarahkan untuk membawa kepada yang bersangkutan ke dalam kancah pemikiran baru.  Sebuah tantangan yang lebih baik dan lebih menjanjikan masa depan daripada posisi yang semula dilamar.
Mungkin asusmsi ini diterima, bisa juga ditolak.  Jika peserta test terbaik itu menerima tawaran yang diberikan maka selesailah masalah pelik itu.  Tetapi jika sebaliknya terjadi, maka tidak bisa tidak, perusahaan harus mengalah.  Menerima yang bersangkutan untuk bekerja.
Adapun keberlangsungan yang bersangkutan bekerja di perusahaan tersebut akan ditentukan ole kemampuannya dalam memenej diri sendiri dan hidup berkelompk bersama tim kerja perusahaan.  Jika suatu saat terjadi ketimpangan antara harapan dan kenyataan maka sikap tegas Manager Sumber Daya Manusia ditegakkan.
Kengototan peserta seleksi terbaik itu untuk mendapatkan pekerjaan yang didamkan adalah sebanding dengan ketegasan yang harus diterapkan.  Oleh karena itu, jika antara harapan semula dengan kenyataan terlalu timpang maka pekerja baru itu harus menerima kenyataan.  Bisa dikeluarkan langsung atau bertahap sesuai dengan aturan.
Tetapi tindakan ini merupakan alternatif terburuk dari yang terburuk, sehingga sebenarnya tidak perlu terjadi.  Oleh karena itu jika terpaksa harus memecat maka akan lebih bijak jika yang bersangkutan disadarkan atas berbagai kekeliruan yang menyebabkan hal itu terjadi.  Tidak lupa diberikan alternatif pemecahan yang dilakukan untuk mengobati luka kekecewaan yang dialami.   
Dengan demikian yang bersangkutan menyadari bahwa terjadinya pilihan terburuk ini adalah akibat dari dirinya yang tidak mampu untuk memanfaatkan potensi diri yang dimiliki secara optimal.  Sama sekali bukan karena kekurangan fisik yang dimiliki, apalagi tudingan perusahaan yang membedakan penilaian akibat kekurangannya.


Kasus 5 :
Satu diantara dua calon karyawan yang akan dipilih untuk menempati jabatan yang kosong adalah atasa anda.  Kedua orang calon karyawan tersebut mempunyai hasil test yang sama.
  1. Manakah calon karyawan yang akan anda terima ?  Berikan alasan anda !
  2. Bila anda menerima atasan anda, tidakkah itu termasuk nepotisme ?  Jelaskan !

TIDAK ADA MANUSIA YANG SAMA

Manager Sumber Daya Manusia merupakan posisi penentu maju mundurnya perusahaan karena disitulah seleksi orang yang akan menjalankan perusahaan ditentukan.  Oleh karena itu beberapa kejadian yang tidak pernah terjadi di departemen lain dapat terjadi disini.  Salah satunya adalah kemungkinan terjadinya calon karyawan untuk suatu posisi tertentu yang menjalani seleksi adalah orang yang menentukan nasib kita, atasan sendiri.
            Pada kasus tertentu, keadaan diperumit apabila ternyata peserta seleksi mempunyai nilai yang sama untuk berbagai kriteria yang diteskan.  Mungkin akan lebih aman apabila langsung ditentukan kalau sang atasan dipilih.  Bukan hanya karena sudah dikenal lebih banyak tetapi juga ada harapan bahwa suatu saat akan membantu kita.
            Anggapan ini tentu saja bukan hal yang bijak dilakukan seorang Manager Sumber Daya Manusia.  Tentu saja setelah berbagai cara seleksi dilakukan dan menghasilkan nilai yang sama, masih ada cara untuk membedakan diantara keduanya karena sesungguhnya tidak ada manusia yang sama.
            Perbedaan latar belakang adalah salah satu cara termudah untuk membedakan satu dan lain peserta.  Kalau salah satunya adalah atasan kita, maka mungkin saja yang lain adalah peserta internal juga.  Akan lebih mudah menyeleksi jika rivalnya adalah peserta dari luar.
            Jika kedua peserta seleksi adalah orang dalam maka akan lebih mudah untuk menindaklanjuti hasil seleksi yang sama itu dengan cara mencari informasi dari berbagai sumber yang dapat dipercaya.  Selain, tentu saja data-data track-record yang bersangkutan selama ini. 
            Jabatan tinggi yang dipegang oleh atasan belum tentu suatu jaminan bahwa beliau tepat untuk posisi yang diharapkan.  Mungkin seorang bawahan yang mempunyai prestasi lebih baik secara pribadi maupun tanggapan dari rekan sekerja akan lebih tepat.
            Demikian juga jika rival sang atasan berasal dari pihak luar, keunggulan lebih mengetahui permasalahan internal perusahaan belum merupakan jaminan beliau lebih baik.  Perkembangan situasi yang tidak menentu dan sering berubah setiap saat justeru lebih memerlukan pengalaman dari pihak luar dalam menghadapi berbagai masalah yang timbul.  Kombinasi pengalaman internal dan eksternal akan menjadi paduan yang simbiotik untuk menghalau segala tantangan.
            Sekali lagi, penilaian berdasarkan track record yang bersangkutan baik berdasarkan data yang ada ataupun keterangan mereka yang pernah bekerjasama akan makin membedakan diantara para kandidat. 
            Kedekatan baik dari segi hubungan kerja ataupun kekeluargaan adalah bukan alasan untuk menerima seseorang menjadi karyawan di bagian yang penting.  Penegakkan profesionalisme kandidat untuk bisa terpilih adalah pilihan yang harus diambil sehingga apabila terjadi sesuatu hal di kemudian hari maka secara tertulis dapat dipertanggungjawabkan.
            Jika atasan terpilih, maka hal itu semata-mata hanya karena memang beliau layak untuk menduduki posisi yang terbuka tersebut.  Tidak ada harapan individu untuk mendapat balas-jasa dari beliau dalam bentuk jabatan atau fasilitas yang lain.
            Adapun jika beliau tidak terpilih tidak perlu ditakutkan, karena seorang atasan yang memang matang dan patut dijadikan pimpinan tentu saja tidak akan melakukan dendam kesumat akibat kekalahan yang diterima.  Ketidakterpilihan itu justeru menjadi cambuk bagi dirinya untuk mengoreksi kekurangan diri dan berusaha untuk bangkit dari kekurangan tersebut.  Beliau pun secara profesional akan memberikan salam terhadap orang yang terpilih dan nantinya akan bisa bekerjasama dengan mantan lawannya tersebut.   



DAFTAR PUSTAKA


Mangkunegara, A. P.  2006.  Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia.  Refika Aditama.  Bandung.

Schuler, R. S. dan Jackson, S. E.  1997.  Human Resource Management : Positioning for the 21st Century/6th ed.) (Manajemen Sumber Daya Manusia : Menghadapi Abad ke-21, Jilid I) (terjemahan Dwi Kartini).  Erlangga.  Jakarta.














Tidak ada komentar:

Posting Komentar