|
|
|
|
C H A N G E or
D I E !
(Telaah
terhadap Keberadaan Bidang Peternakan pada Dinas Pertanian dan Peternakan
Kabupaten Indramayu)
TUGAS I (PERTAMA)
Mata
Kuliah : EVALUASI
KINERJA
Dosen
: Prof.
Dr. H. MOHAMAD SURYA
Oleh :
D
I N O
T O
NIM : 12008019
PROGRAM PASCA SARJANA
KONSENTRASI MANAJEMEN SUMBERDAYA MANUSIA
SEKOLAH TINGGI EKONOMI “CIREBON”
CIREBON
2 0 0 9
|
|
|
|
|
“Kejatuhan kecil berarti kebangkitan yang
lebih membahagiakan.”
(William Shakespeare)
“Kehilangan milik tak begitu
penting,
kehilangan kehormatan adalah celaka,
tapi yang lebih celaka lagi ialah kehilangan
keberanian.”
(Goethe)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah
subhana wa ta’ala penulis panjatkan, karena hanya berkat rahmat dan karunia-Nya
sajalah penulis akhirnya dapat menyelesaikan tulisan ini tepat pada waktunya.
“Change
or Die ! Telaah terhadap Keberadaan
Bidang Peternakan pada Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Indramayu” adalah judul yang kami pilih untuk memenuhi Tugas
I (Pertama) Mata Kuliah Evaluasi Kinerja dibawah bimbingan Bapak Prof. Dr. H. Mohamad
Surya. Oleh karena itu penulis pun tidak
lupa menyampaikan terimakasih yang tak terhingga kepada beliau.
Atas segala kehangatan suasana ruang
kuliah, penulis sampaikan ucapan terimaksih kepada rekan-rekan Angkatan Pertama
dan para pengelola Program Pasca Sarjana STIE Cirebon.
Peluk cium tentu hanya untuk isteri
tercinta dan anak-anak yang selalu mengerti akan adanya kesibukan baru yang
banyak menyita waktu, tenaga, pikiran dan tidak sedikit biaya.
Indramayu,
27 Juli 2009
Penulis
DAFTAR ISI
|
||||||||||||||||||||
|
|
|
||||||||||||||||||
|
|
Halaman
|
||||||||||||||||||
KATA PENGANTAR
|
......................................................................
|
i
|
||||||||||||||||||
|
|
|
|
|||||||||||||||||
DAFTAR ISI
|
.........................................................................................
|
ii
|
||||||||||||||||||
|
|
|
|
|||||||||||||||||
BAB I
|
PENDAHULUAN
|
........................................................
|
1
|
|||||||||||||||||
|
1.1.
|
Latar Belakang
|
........................................................
|
1
|
||||||||||||||||
|
1.2.
|
Masalah
|
....................................................................
|
2
|
||||||||||||||||
|
1.3.
|
Tujuan Penulisan
|
.....................................................
|
2
|
||||||||||||||||
|
1.4.
|
Sistematika Penulisan
|
...............................................
|
3
|
||||||||||||||||
|
|
|
|
|
||||||||||||||||
BAB II
|
MATERI DAN METODE
|
...........................................
|
4
|
|||||||||||||||||
|
2.1.
|
Materi
|
....................................................................
|
4
|
||||||||||||||||
|
2.2.
|
Metode
|
....................................................................
|
4
|
||||||||||||||||
|
|
|
|
|||||||||||||||||
BAB III
|
PEMBAHASAN
|
|
5
|
|||||||||||||||||
|
3.1.
|
Institusi Peternakan di Pusat,
Miskomunikasi Penyebab Petaka
..........................................................
|
5
|
|||||||||||||||||
|
3.2.
|
Dinas Peternakan Kabupaten
Indramayu, Riwayatmu Dulu
.............................................................................
|
10
|
|||||||||||||||||
|
3.3.
|
Dinas Peternakan Kabupaten
Indramayu, Di Akhir Kejayaan
......................................................................
|
18
|
|||||||||||||||||
|
3.4.
|
Bidang Peternakan, Institusi
Kebanggaan ...................
|
24
|
|||||||||||||||||
|
3.5.
|
Tidak Mau Berubah, Mati Saja !
.................................
|
42
|
|||||||||||||||||
|
|
|
|
|||||||||||||||||
BAB IV
|
PENUTUP
|
.........................................................................
|
45
|
|||||||||||||||||
|
4.1.
|
Kesimpulan
|
...............................................................
|
45
|
||||||||||||||||
|
4.2.
|
Saran
|
......................................................................
|
47
|
||||||||||||||||
|
|
|
|
|||||||||||||||||
DAFTAR PUSTAKA
|
.......................................................................
|
48
|
||||||||||||||||||
|
|
|
|
|||||||||||||||||
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Dinas Peternakan,
jika mendengar rangkaian kata tersebut maka orangtua kami yang hidup dari usaha
pertanian -termasuk di dalamya adalah beternak, selalu mempunyai kesan
tersendiri. Sadis, bukan karena sifat
hewan memang begitu tetapi aturan yang berlaku sejak zaman pendudukan Belanda
masih diberlakukan oleh petugas. Sangat
kejam untuk ukuran mereka yang menikmati euphoria kemerdekaan.
Wajar kalau
hal tersebut sangat mengesankan, karena Belanda begitu ketat dalam mengawasi
peredaran hewan dan kondisi kesehatannya.
Bukan hanya itu, mereka juga sangat konsisten menjaga kelestarian hewan
sehingga terdapat larangan keras untuk menyembelih hewan betina bertanduk yang
masih produktif. Jika melanggar maka
sanksinya sangatlah berat.
Dalam
perjalanannya organisasi yang sempat disegani ini mengalami pasang surut. Bahkan sampai saat ini masih terpuruk dan hanya
dipimpin pejabat setara eselon III/b. Padahal
jika dilihat tugas pokok dan fungsinya serta wilayah kerjanya sangatlah berat,
sangat tidak seimbang.
1.2.
Masalah
Keterpurukan
institusi yang menangani peternakan dan kesehatan hewan di Kabupaten Indramayu
tidaklah berdiri sendiri, tetapi dipengaruhi oleh beberapa permasalahan dan
dampaknya sangatlah luas sehingga diperluka strategi tersendiri untuk tetap
bertahan.
Dua
permasalahan pokok yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah :
a.
Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi
kembang-kempisnya institusi peternakan dan kesehatan hewan
b.
Upaya apa yang dilakukan untuk dapat bertahan dalam
organisasi yang terus terpuruk.
.
1.3.
Tujuan
Penulisan
Tujuan
penulisan karya tulis ini adalah untuk mencoba menelaah perjalanan organisasi
tempat kami bertugas, Bidang Peternakan pada Dinas Pertanian dan Peternakan
Kabupaten Indramayu, dikaitkan dengan materi tentang Perilaku Organisasi yang
disampaikan oleh Bapak Prof. Dr. H. Mohamad Surya.
Pada akhir
tulisan, penulis mencoba untuk mencoba untuk menguraikan strategi pribadi dan
kelompok dalam menghadapi situasi yang tidak kondusif di institusi peternakan
dan kesehatan hewan yang makin terpuruk.
Berubah,
berubah mulai diri sendiri, kelompok dan organisasi adalah kata kuncinya. Berubah atau mati ! Change or Die !
1.4.
Sistematika
Penulisan
Sistematika
penulisan makalah ini sedapat mungkin mendekati format ilmiah, yaitu :
1.
Kata Pengantar menjelaskan dasar dan beberapa hantaran
kata yang berkaitan erat dengan penulisan karya tulis ini.
2.
Bab I Pendahuluan mengemukakan tentang latar belakang,
masalah dan tujuan penulisan dikaitkan dengan judul yang dipilih, serta
sistematika penulisan karya tulis itu sendiri.
3.
Bab II Materi dan Metode menjelaskan tentang materi
yang menjadi bahasan dan metode penulisannya.
4.
Bab III Pembahasan menguraikan perjalanan institusi
yang menangani peternakan dan kesehatan hewan di Kabupaten Indramayu. Kemudian mencoba mengaitkannya dengan materi
kuliah tentang Perilaku Organisasi dan mencoba menyumbangkan buah pikiran untuk
perbaikan selanjutnya.
5.
Bab IV Penutup merupakan kesimpulan dari uraian
sebelumnya saran untuk perbaikan selanjutnya.
6.
Daftar Pustaka memaparkan sumber tulisan yang dikutip
pada penulisan makalah tulis ini.
BAB II
MATERI DAN METODE
2.1.Materi
Bahan
acuan dalam penulisan Karya Tulis ini adalah materi Kuliah Evaluasi Kinerja dengan pokok bahasan Perilaku Organisasi yang ditulis Bapak Prof. Dr. H. Mohamad Surya. Selain itu kami juga menukil beberapa pendapat
dari sumber yang lain yang berkaitan dengan Perilaku Organisasi khususnya dan
Ilmu Manajemen pada umumnya sebagaimana tertera pada Daftar Pustaka.
Materi
tentang institusi tempat kami betugas berasal dari berbagai peraturan
perundangan yang berlaku dan pengamatan pribadi selama ini.
2.2.Metode
Sesuai dengan
tugas yang diberikan maka pada tulisan ini pokok bahasan dibatasi pada instansi
tempat penulis bertugas, Bidang Peternakan pada Dinas Pertanian dan Peternakan
Kabupaten Indramayu.
Kemudian
dipadukan dengan berbagai materi yang berkaitan dengan materi kuliah Perilaku
Organisasi, mencoba menganalisis dan memberikan saran untuk perbaikan
selanjutnya.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1.
Institusi
Peternakan di Pusat, Miskomunikasi Penyebab Petaka
Pada zaman
penjajahan Belanda, institusi yang menangani kesehatan hewan dan peternakan
mempunyai tugas yang sangat istimewa.
Banyak produk hukum penjajah yang berkaitan dengan kesehatan hewan dan
peternakan diterbitkan, mulai dari tingkatan undang-undang sampai aturan pelaksanaannya
yang dijalankan mendekati kesempurnaan.
Patut
dimengerti kalau Belanda sangat ketat dalam menangani kesehatan hewan karena
ternyata lebih dari 60 penyakit hewan bisa menular kepada manusia (zoonosis). Penyakit yang sudah sangat lama dikenal adalah
rabies, yang dapat menular dari anjing, kucing dan kera kepada manusia. Sementara pada tahun-tahun terakhir dunia
digemparkan oleh kematian akibat Flu Burung dan Flu Babi. Bila dikaitkan dengan genetika maka
masyarakat kulit putih ternyata sangat rentan terhadap berbagai penyakit flu. Kedua jenis flu tersebut pernah memusnahkan
jutaan penduduk benua Eropah dan Amerika pada awal abad XX.
Untuk
mengupayakan perkembangan peternakan di negeri jajahannya pemerintah kolonial juga
menerapkan aturan dengan konsisten.
Tidak mengherankan kalau di setiap unsur pemerintahan terendah, seperti
desa di Jawa, nagari di Minangkabau dan berbagai istilah lainnya, mempunyai
lahan yang dinamakan pangonan. Lahan
yang luasnya mencapai ratusan hektar ini digunakan sebagai padang penggembalaan
bagi ternak masyarakat. Dengan jaminan
mendapatkan pakan yang layak diharapkan sapi, kerbau, kambing dan domba serta
kuda dapat berkembang. Manfaat yang bisa
langsung dirasakan adalah tumbuhnya perekonomian masyarakat dari beternak. Selain itu, konsumsi protein hewani yang
masih sangat terbatas bisa ditingkatkan.
Selain itu,
pemerintah kolonial juga melarang adanya pemotongan hewan betina bertanduk
produktif. Tidak sedikit para jagal yang
nakal mendapatkan sanksi yang berat, mulai dari tidak diperbolehkan memotong
hewan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH), denda yang tidak sedikit sampai kurungan
penjara.
Hal ini sangat
mudah diterapkan karena pemotongan hewan hanya boleh dilakukan di Rumah
Pemotongan Hewan yang didirikan pemerintah atau milik swasta di bawah
pengawasan dokter hewan pemerintah.
Pemotongan hewan di luar RPH untuk acara tertentu seperti upacara adat
ataupun hajatan diperbolehkan dengan seizin dan pengawasan dari petugas.
Ketika zaman
merdeka, aturan kolonial masih digunakan.
Barulah tahun 1967 sebuah undang-undang karya putera Bangsa Indonesia
tentang Kesehatan Hewan dan Peternakan disahkan. Nafas penjajah masih sangat terasa di produk
hukum tersebut, penerapannya pun demikian.
Tidak mengherankan kalau di setiap kabupaten/kota terdapat institusi
yang menangani peternakan dan kesehatan hewan bermomenklatur Dinas Peternakan.
Petugas Dinas
Peternakan hadir di sela-sela kehidupan masyarakat Indonesia yang selain
membudidayakan tanaman pertanian juga memelihara hewan ternak. Bahkan di lingkungan perkotaan yang padat
sekalipun, petugas kesehatan hewan mendapati lahan tugasnya, pemelihara hewan
kesayangan mulai dari anjing, kucing sampai burung ocehan. Oleh karena itu tidak mengherankan kalau
keberadaan Dinas Peternakan manfaatnya dirasakan oleh seluruh kalangan
masyarakat.
Harapan
cerahnya sub-sektor peternakan begitu tampak ketika dalam jajaran kabinet pemerintahan
Presiden Soeharto terdapat Menteri Muda Peternakan yang membantu Menteri
Pertanian dalam urusan peternakan dan kesehatan hewan. Jabatan Menteri Muda di kabinet adalah sebuah
batu loncatan menuju kedudukan Menteri.
Sayang sekali kesempatan itu tidak dapat dimanfaatkan dengan baik, insan
peternakan (Insinyur Peternakan) dan Dokter Hewan (drh.) bukan mengemban amanah
dengan baik tetapi justeru sibuk memperebutkan kedudukan.
Menteri Muda
Peternakan yang ditunjuk Presiden Soeharto adalah Prof. Dr. Ir. J. H. Hutasoit,
seorang ahli ilmu peternakan yang membaktikan hidupnya kepada almamaternya,
Institut Pertanian Bogor. Sementara
itu, di bawahnya duduk pejabat eselon I seorang dokter hewan, senior Sang
Profesor, yaitu drh. Soehadji sebagai Direktur Jenderal Peternakan. Sepintas tidak ada yang salah atas
penunjukkan keduanya, tetapi bagi kedua kelompok profesi tersebut keputusan
presiden menjadi penyulut pertentangan yang mengganggu hubungan yang memang
sudah tidak harmonis.
Komunikasi
diantara atasan dan bawahan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Padahal komunikasi merupakan kunci
keberhasilan dari setiap organisasi.
Dampak dari tidak jalannya komunikasi adalah tidak jalannya organisasi,
tujuan yang hendak ditempuh Menteri Muda tidak pernah nyambung dan dijalankan
di tingkat bawahnya. Keadaan ini
diperparah dengan tingginya tingkat pertentangan antara lulusan IPB dan UGM
yang selalu bergantian menduduki berbagai jabatan penting di Direktorat
Jenderal Peternakan.
Waktu, tenaga
dan pemikiran serta pengabdian Profesor Dr. Ir. J. H. Hutasoit kandas di tengah
harapan masyarakat peternakan untuk bisa menyumbang lebih banyak protein hewani
kepada masyarakat Indonesia. Faktor
interpersonal menyebabkan kegagalan yang sama sekali tidak dapat diampuni oleh
seorang presiden bergelar The Smiling General.
Jabatan
Menteri Muda Peternakan hanya bertahan satu periode, berikutnya tergabung lagi
dalam Kementerian Pertanian, urusan peternakan dan kesehatan hewan kembali
ditangani Direktur Jenderal Peternakan.
Kegagalan
munculnya Menteri Peternakan tidak dijadikan pelajaran tetapi malah dilanjutkan
dalam berebut jabatan Direktur Jenderal Peternakan. Selalu saja terjadi, apabila jabatan tersebut
dipegang seorang Sarjana Peternakan maka para dokter hewan siap-siap menusuk
dari belakang. Bahkan mereka mengusung
jabatan baru, Direktur Jenderal Kesehatan Hewan.
Bila ditarik
ke belakang, Insinyur Peternakan (sekarang Sarjana Peternakan) dan dokter hewan
adalah dua profesi yang diperoleh setelah menempuh pendidikan yang
berbeda. Sarjana Peternakan adalah
lulusan Fakultas Peternakan yang pada intinya dididik dalam budidaya
peternakan. Sementara dokter hewan
adalah lulusan Fakultas Kedokteran Hewan (Sarjana Kedokteran Hewan, dulu Drs.
Veteriner) yang kemudian melaksanakan ko-as selama 6 bulan. Itulah sebabnya dalam kepegawaian dokter
hewan disamakan dengan dokter, langsung dalam golongan III/b.
Dalam
sejarahnya, Fakultas Kedokteran Hewan adalah saudara tua. Di IPB dan UGM, Fakultas Kedokteran Hewan
adalah cikal bakal munculnya Fakultas Peternakan dan Fakultas Perikanan. Tetapi saat ini banyak perguruan tinggi
mendirikan Fakultas Peternakan tanpa mempunyai Fakultas Kedokteran Hewan karena
keduanya memang sangat berbeda.
Pertentangan
berkepanjangan yang terjadi di lingkungan Departemen Pertanian ini sudah
menjadi rahasia umum. Tidak mengherankan
kalau jabatan bergengsi Direktur Jenderal Peternakan tersebut pada akhirnya pernah
dipercayakan kepada personil dari Departemen Dalam Negeri dengan NIP. 01. Tetapi, sekali lagi pelajaran ini tidak juga
menyebabkan mereka belajar. Pertentangan
pejabat dengan NIP. 08 terus berlangsung sampai sekarang.
Dari gambaran
di atas terlihat jelas bahwa perilaku segelintir individu yang berebut jabatan
nomor satu mempengaruhi perilaku kelompok, para dokter hewan yang seprofesi
berusaha mencoba membuat struktur organisasi baru. Kalau usulan tersebut gagal, maka para dokter
hewan dengan jaringan yang sudah sangat luas berusaha mempengaruhi jalannya
organisasi yang menangani peternakan dan kesehatan hewan ini. Putusnya jaringan komunikasi berarti pupus
visi dan misi yang ingin digapai organisasi.
Gambaran
tentang problematika organisasi di tingkat pusat ini perlu digambarkan karena
nuansa pertentangan antara dokter hewan dan Sarjana Peternakan juga terjadi
baik di Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
Hal ini tidak terlepas dari status Dinas Peternakan Propinsi dan
Kabupaten/Kota yang semula adalah kepanjangan tangan dari Direktorat Jenderal
Peternakan di daerah.
3.2.
Dinas
Peternakan Kabupaten Indramayu, Riwayatmu Dulu
Sebagai bagian
dari Negara Kesatuan Republik Indonesia maka di Kabupaten Indramayu pun berdiri
Dinas Peternakan. Sebuah institusi
daerah yang hubungannya sangat dekat dengan pusat, terutama Direktorat Jenderal
Peternakan. Pada tahun 1970-an,
sebagaimana Dinas Peternakan yang lain, tugasnya masih sangat berat. Namun didukung oleh personil yang tidak
sedikit, mulai dari petugas di setiap kecamatan, pasar hewan, Rumah Potong
Hewan, para penyuluh peternakan dan staf di kantor yang tidak sedikit.
Dinas
Peternakan Kabupaten Indramayu merupakan salah satu institusi terkaya. Harta karun yang dimiliki sejak berdirinya
antara lain :
a.
Tanah Pangonan (padang penggembalaan) di hampir semua
desa di wilayah Kabupaten Indramayu dengan luas puluhan ribu hektar.
b.
Tanah timbul di pesisir pantai yang tidak bisa ditanami
dan dimanfaatkan masyarakat kecuali sebagai tempat penggembalaan ternak,
luasnya ribuan hektar.
c.
Rumah Potong Hewan khusus babi di Kota Indramayu
d.
Rumah Potong Hewan unuk sapi dan kerbau di Kota
Indramayu, Haurgeulis dan Jatibarang.
e.
Pasar Hewan di Kota Indramayu, Jatibarang dan
Haurgeulis.
Tanah pangonan
dan tanah timbul merupakan sumber pendapatan yang tetap setiap tahunnya. Pembayaran dari tingkat desa sangat lancar
dan hampir tidak pernah ada kendala.
Sementara Rumah Potong Hewan dan Pasar Hewan merupakan penghasil
pendapatan harian yang selalu meningkat, terutama pada hari-haroi besar
keagamaan serta upacara adat dan musim hajatan.
Baik Rumah
Potong Hewan maupun Pasar Hewan mempunyai bangunan fisik dengan konstruksi
tinggalan Belanda. Bangunan permanen
dengan kayu jati yang sangat bagus, lantainya berbahan batu berbentu bujur
sangkar yang ditata rapih. Sampai awal
tahun 1990-an, bangunan ini masih tegak berdiri dan berfungsi sebagaimana
mestinya sampai akhirnya perilaku individu dan kelompok memporakporandakan
bangunan bersejarah bagi masyarakat peternakan itu satu persatu.
Begitu kuatnya
kekuatan pengaruh dari seorang pemimpin organisasi dalam mempengaruhi perilaku
kelompok pada akhirnya terbukti. Komunikasi
yang efektif yang dilakukan pimpinan kepada para bawahannya membawa kelompok
pekerja Dinas Peternakan yang selama puluhan patuh dan taat pada aturan dalam
menjalankan tugasnya, tiba-tiba menjadi manusia yang beringas dan menggasak
satu persatu bangunan yang selama ini menjadi salah satu sumber penghidupannya.
Dalam rangka mewujudkan visi mencapai
kesejahteraan bersama, Kepala Dinas Peternakan memanfaatkan Rumah Potong Hewan
khusus babi yang sudah berhenti beroperasi.
Besi-besi tua yang masih terawat dijual ke tukang loak menghasilkan
jutaan rupiah, lantai batu berbentuk bujur sangkar yang tertata rapih bisa
dibawa oleh karyawan yang membutuhkan untuk memperindah rumahnya. Sementara dua truk kayu jati berkuran besar
diangkut ke rumah pribadi beliau yang jaraknya ratusan kilometer dari Kota
Indramayu.
Motivasi untuk
dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan yang tumbuh dan berkembang
tetapi salah arah ini menyebabkan ketidakpuasan terhadap apa yang sudah
dimiliki. Oleh karena itu, ketika
tindakan penghapusan Rumah Potong Hewan khusus Babi dilegalkan maka terbetik
rencana baru yang lebih matang dan terstruktur.
Dengan alasan
tertentu Rumah Potong Hewan untuk Sapi dan Kerbaupun pada akhirnya
menyusul. Seperti sebelumnya, maka
berbagai bahan bangunan menjadi ajang bancakan para karyawan, porsi pimpinan
tentu jauh lebih banyak. Keputusan penuh
resiko yang diambil pimpinan bukan hanya disetujui kelompok karyawan tetapi
juga para jagal yang biasa menyembelih sapi dan kerbau di tempat tersebut.
Bagi para
jagal, keputusan pimpinan sangatlah menguntungkan. Mereka bukan hanya bebas dari biaya retribusi
untuk pemotongan ternak serta biaya pemeriksaan kesehatan ternak dan daging,
yang lebih penting adalah mereka jauh lebih bebas dan leluasa dalam memotong
ternaknya. Sehat atau sakit atau bahkan
yang sedang bunting pun tidak ada resiko terkena pinalti, apalagi sanksi hukum.
Nasib serupa
akhirnya terjadi juga pada Rumah Potong Hewan di Jatibarang. Tidak lama kemudian, bangunan pasar-pasar
hewan menyusul. Sampai pada akhirnya
habislah sudah bangunan-bangunan tua tersebut sebelum periode kekuasaan Sang
Pemimpin berakhir.
Keputusan
pemimpin yang hanya mementingkan diri dan aji mumpung tersebut sampai sekarang
dampaknya masih terasa. Para jagal yang
terbiasa bebas sangat sulit kembali diarahkan sesuai dengan peraturan. Aspek sanitasi lingkungan, kesehatan ternak
yang disembelih ataupun daging yang akan diperjualbelikan sangat
diabaikan. Pemotongan ternak sapi paling
banyak adalah betina, dan tentu saja masih produktif !
Dari tahun ke
tahun pergantian Kepala Dinas Peternakan tidak dapat mengembalikan para jagal
untuk kembali menjadi baik. Keadaan ini
diperparah karena anggaran untuk membuat Rumah Potong Hewan untuk Sapi dan
Kerbau yang baru tidak juga direalisasikan.
Butuh dana miliaran rupiah untuk membuatnya, sangat berat bagi beban
anggaran Pemerintah Kabupaten Indramayu.
Satu-satunya
Rumah Potong Hewan yang pernah dibangun adalah RPH Karangampel yang menggunakan
dana ABPD Propinsi Jawa Barat. Namun
sejak berdirinya sampai sekarang, bangunan tersebut tidak pernah dipakai. Warga memprotes dioperasionalkannya bangunan
milyaran rupiah tersebut dengan berbagai alasan, mulai dari bau sampai akan
menjadi gudang penyakit.
Bila ditilik
ke awal, pendirian bangunan tersebut sebenarnya sudah sangat benar. Tanah kosong dikelilingi pesawahan dan
pekarangan, tanpa rumah penduduk. Tetapi
ketika akses jalan masuk ke RPH dibuat, masyarakat pun memanfaatkannya untuk
mengalihkan fungsi lahan menjadi rumah tinggal.
Jadilah Rumah Potong Hewan betetangga langsung dengan rumah penduduk
yang tiba-tiba saja menjamur. Akibat
protes warga maka Dinas Peternakan Kabupaten Indramayu tidak pernah membuka
kunci gembok bangunan tersebut.
Sementara itu
pasar hewan yang dibuat sebagai pengganti bangunan tua yang dibongkar berjumlah
3 (tiga) unit. Satu diantaranya tidak
pernah sama sekali dipakai karena dibangun persis di tengah keramaian perumahan
penduduk. Berbeda dengan pada saat
pembangunan RPH Karangampel, pembangunan Pasar Hewan Anjatan memang dilakukan
di antara rumah penduduk yang sudah lama tinggal di lokasi tersebut. Sebelum ada protes dari warga, Dinas
Peternakan merelakan bangunan tersebut terbengkalai.
Dua pelajaran
di atas menunjukkan bahwa dalam pengambilan keputusan yang dilakukan pimpinan
ada faktor eksternal yang berpengaruh besar yaitu sikap dan pendapat masyarakat. Saat ini faktor eksternal ini perlu perhatian
lebih, mengingat era keterbukaan yang digulirkan pada awal era reformasi
membuat masyarakat semakin berani menyatakan ketidaksetujuan dan protes
kerasnya kepada pemerintah. Bahkan
karena tidak didasari dengan pendidikan dan pengetahuan yang memadai, tindakan
mereka sering kebablasan.
Seakalipun
banyak kehilangan fasilitas tinggalan Belanda yang sempat ada, kepercayaan
pemerintah pusat dan propinsi kepada jajaran di bawahnya ini tidak pernah
surut. Berbagai bantuan ternak terus
mengalir, ratusan ribu unggas (ayam kampung dan itik), puluhan ribu kambing dan
domba serta ribuan ekor kerbau dan sapi pernah didistribusikan untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat Kabupaten Indramayu. Tidak dapat dipungkiri bahwa hewan ternak ini
sangat diharapkan kehadirannya oleh masyarakat.
Dengan animo
masyarakat yang tinggi dalam memelihara ternak maka secara logika, ternak yang
dikembangkan dengan sistem “Sumba Kontrak” ini tentu sudah berhasil
mensejahterakan banyak penerima.
Sebagian besar penduduk Indramayu dapat dipastikan sudah menerima ternak
yang digulirkan. Tetapi yang terjadi
tidak demikian, ternak-ternak bantuan umurnya sangat pendek dan dapat
ditentukan oleh petugas dari Dinas Peternakan.
Mereka, baik
di tingkat Kabupaten maupun di level Kecamatan berkewajiban untuk membina
peternak penerima bantuan, sehingga pada waktu yang ditentukan akan dapat
digulirkan kepada calon penerima berikutnya.
Demikian seterusnya sehingga manfaat ternak “Sumba Kontrak” dirasakan
seluruh masyarakat yang menghendaki.
Tetapi kenyataan berbicara lain, petugas Dinas Peternakan bukan hanya
berwenang mengelola pergliran ternak tetapi juga menentukan umur ternak yang
dipelihara peternak. Berita Acara
Kematian Ternak selalu menjadi bukti beralihnya kepemilikan ternak dari
penerima ke tangan petugas, bahkan tidak jarang langsung kepada jagal. Pembinaan yang menjadi kewajibannya,
dilaksanakan secara tersetruktur sebagai pembinasaan. Oleh karena itu, sangat jarang ternak
pemerintah yang bisa bergulir karena sudah tersimpan rapih di dalam map petugas
dalam bentuk selembar kertas, Berita Acara Kematian Ternak.
Masyarakat
penerima ternak merasa dirugikan ? Tentu
saja tidak selalu, ada juga yang mendapat keuntungan sekalipun sedikit. Tetapi tidak sedikit peternak yang justeru
menderita kerugian akibat tidak dapat mengembalikan ternak yang sehausnya
digulirkan tepat pada waktunya. Salah
satunya adalah mereka yang menerima bantuan ternak penggemukan sapi
potong. Dalam berita acara penerimaan
ternak jelas tertulis kriteria ternak yang diterima, umur 2,5 tahun, tinggi
proporsional dan berat badan perkiraan awal.
Dengan pemeliharaan yang dianjurkan maka ternak yang demikian dapat
meningkatkan berat badannya 1 kg sehari.
Sehingga pada 6 bulan pemeliharaan bobot hidupnya akan dapat bertambah
180 kg. Pada waktu yang ditentukan maka
peternak dapat menjualnya kepada bandar dan dengan keuntungannya dapat membeli
sapi baru untuk digemukan, sementara modal awalnya juga dibelikan sapi yang
akan digulirkan kepada calon penerima yang baru.
Tetapi, ketika
waktu yang ditentukan tiba, peternak harus mengurut dada karena sapi yang
dipelihara tidak juga gemuk dan bertanbah dagingnya. Bukan salah peternak, apalagi advice petugas. Kesalahan utama terjadi akibat kelalaian
peternak yang percaya saja bahwa ternak yang dipelihara berumur 2,5 tahun dan
siap untuk digemukkan. Ternak yang
mereka terima sesungguhnya adalah pedet (anak sapi) yang masih memerlukan
banyak makanan untuk membentuk rangkanya.
Mereka tidak melakukan praktek penggemukan tetapi pembesaran. Hasil penjualan tentu saja jauh dari yang
diharapkan, bahkan di bawah harga yang tercantum pada surat perjanjian. Peternak yang berharap untung malah buntung.
Kejadian ini
bukan semata-mata permainan kelompok petugas Dinas Peternakan Kabupaten
Indramayu tetapi juga pihak ketiga yang melaksanakan pengadaan sapi. Dalam kasus ini faktor eksternal sangat
berpengaruh terhadap pihak luar organisasi yang lain, yaitu masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa Dinas Peternakan
terkena dampak negatifnya, tetapi tidak dapat dibantah kalau kelakuan pihak
ketiga tersebut terjadi akibat ulah orang dalam juga.
Berbagai bantuan ternak yang diberikan kepada
masyarakat pada akhirnya menjerat mereka ke dalam hutang yang tidak pernah
diterima. Ratusan sertitikat tanah
peternak menjadi jaminan hutang di bank dengan bunga hutang yang makin
melambung, tanpa pernah mereka menerima uang yang tercatat sebagai hutang
pokoknya.
Citra Dinas
Peternakan Kabupaten Indramayu sedemikian suram tetapi tidak sedikit mereka
yang makin kaya dengan bermitra bersama birokrat yang mengurus ternak bantuan
pemerintah. Oleh karena itu Dinas
Peternakan Kabupaten Indramayu tetap mereguk kejayaan sampai akhir hayatnya.
Sementara itu
dengan adanya peraturan baru maka tanah pangonan dan tanah timbul yang semula
merupakan aset yang banyak menghasilkan pendapatan bagi Dinas Peternakan harus
beralih kepengurusannya ke Bagian Pertanahan Sekretariat Daerah Kabupaten
Indramayu. Keadaan ini diperparah dengan
banyaknya lahan pangonan yang beralih fungsi menjadi sawah, bangunan pemerintah
dan perumahan masyarakat.
3.3.
Dinas
Peternakan Kabupaten Indramayu, Di Akhir Kejayaan
Era reformasi
yang ditandai dengan berbagai keterbukaan mendorong masyarakat mengoreksi perjalanan
bangsa yang selama Pemerintahan Orde Baru selalu adem ayem dengan kemajuan
perekonomian sangat cepat. Dinas Peternakan
Kabupaten Indramayu pun merasakan dampak perubahan perilaku masyarakat
ini. Kesadaran peternak akan hak dan
kewajiban semakin terbuka, beberapa protes kecil terjadi ketika isi perjanjian
tidak sesuai dengan kenyataan. Sementara
itu pola pikir petugas yang sudah melekat dan berlangsung lama sangat sulit
untuk dirubah menjadi lebih baik.
Hantaman
terhadap Dinas Peternakan bukan hanya dari luar, tetapi juga faktor internal
yaitu kebijakan pemerintah itu sendiri.
Semenjak diberlakukannya otonomi daerah berdasarkan Undang-undang Nomor
22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, maka Dinas Peternakan Kabupaten
Indramayu khususnya harus menyatu dengan sub-sektor pertanian lainnya
Perkebunan, Kehutanan dan Pertanian Tanaman Pangan dalam satu atap.
Keterbatasan
jumlah institusi di sebuah Kabupaten/Kota sebenarnya bukan alasan yang kuat
untuk menggabungkan Dinas Peternakan dalam formasi baru. Masih ada harapan untuk bisa berdiri sendiri
sekalipun dengan status lebih kecil, misalnya menjadi Kantor Peternakan. Eselonoring Kepala Kantor sama denga Kepala
Sub Dinas, tetapi kewenangan sebagai institusi mandiri jauh lebih besar.
Namun upaya
yang sebenarnya mendapat dorongan dari bawah (terutama Mantri Hewan dan
Penyuluh Peternakan) ini tidak mendapat respon yang baik di tingkat
pimpinan. Beliau memilih bungkam karena
untuk merespon usulan dari bawah tersebut harus berhadapan dengan para anggota
Dewan yang Terhormat. Bukan tanpa
alasan, permasalahan pribadi dengan salah satu keluarga mereka telah menyeret
beliau ke dalam ancaman hukuman yang teramat berat.
Keputusan singkat
yang diambil beliau sesungguhnya sangat tepat untuk kepentingan pribadi, karena
tidak naik eselon saja masih sangat beruntung.
Sesungguhnya hukuman yang tepat bagi beliau sesuai aturan yang berlaku
adalah pembebastugasan dari jabatan dan penurunan pangkat satu tingkat. Namun keputusan ini tidak baik bagi
kebanyakan pegawai dan juga masyarakat Kabupaten Indramayu pada umumnya.
Dalam
momenklatur baru yang bernama Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan dan
Kehutanan tersebut maka kedudukan institusi peternakan hanya sebagai Sub
Dinas. Namun demikian tugas pokok dan fungsinya masih seperti Dinas
Peternakan dahulu. Hampir tidak ada
perubahan eselonoring pejabat, sama-sama dipimpin eselon III. Perbedaannya hanya eselom V yang semula
mendominasi dihilangkan, sebagai resikonya banyak personil yang dimutasi ke
tempat lain.
Para petugas
lapangan bernama Mantri Hewan atau jabatan resminya Kepala Cabang Dinas
Peternakan yang berkedudukan di kecamatan dan juga Penyuluh Peternakan di
sebagian besar desa harus menanggalkan jabatan yang disandangnya. Mereka yang masih beruntung tetap duduk sebagai
Kepala Cabang Dinas Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perkebunan tetapi
sebagian besar lebih memilih pindah ke instansi lain atau memilih pensiun
dini. Para Penyuluh Lapangan lain lagi
nasibnya, mereka berada dalam wadah baru bergabung dengan yang lain menjadi
manusia super pintar karena harus menguasai semua ilmu pertanian, peternakan,
perkebunan, kehutanan, perikanan dan kelautan.
Dalam posisi
sebagai bagian kecil dari induk organisasi maka jumlah pegawai yang membidangi
fungsi peternakan dan kesehatan hewan tinggal sedikit sekali, tidak sampai
seperempatnya. Ironisnya, disamping
banyaknya pengurangan petugas, otonomi daerah memungkinkan masuknya pegawai
dari institusi lain ke dalam jajaran peternakan dan kesehatan hewan. Keadaan ini tentu saja sangat memperkeruh
permasalahan yang ada karena sudut pandang orang luar tentang peternakan adalah
kumpulan ternak bantuan pemerintah yang diberikan kepada masyarakat dan pada
akhirnya dapat dijadikan aset pribadi petugas.
Selain itu, latar belakang pendidikan dan pengalaman yang jauh dari
peternakan dan kesehatan hewan menyebabkan mereka tidak bisa menjalankan tugas
dengan baik sekalipun sudah berusaha sedemikian rupa mempelajari ilmu
peternakan dan kesehatan hewan secara singkat.
Berbagai
fasilitas yang dimiliki Dinas Peternakan, aset bergerak dan tidak bergerak juga
harus berpindah tangan. Gedung megah
yang dibangun selama 2 tahun anggaran dari APBD Propinsi Jawa Barat harus
ditinggalkan, Sub Dinas Peternakan harus mau bergabung dengan Sub Dinas lain di
institusi baru, menempati bekas gudang yang sama sekali tidak layak digunakan
untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat.
Kendaraan roda dua yang semula menjadi pegangan Kepala Dinas Peternakan
ditarik Sekretariat Daerah, mobil operasional kesehatan hewan juga bernasib
yang sama. Sementara itu, puluhan
kendaraan roda dua tetap di tangan pemakainya semula, baik yang pindah maupun
pensiun.
Gambaran di
atas menunjukkan bahwa sebesar apapun dorongan dari bawahan maka keputusan
pimpinan adalah yang akan menentukan segala rencana yang diinginkan. Ketika sebuah keputusan secara diambil
pimpinan tergesa-gesa maka akan menelan korban yang tidak sedikit dan luka
berkepanjangan.
Keadaan yang
semrawut menyebabkan pemimpin institusi ini frustasi dan mengambil jalan
pintas, hanya sekali-sekali hadir di kantor.
Pilihannya untuk memperdalam jalur keagamaan sesungguhnya tidaklah
salah. Yang salah hanyalah keputusannya
meninggalkan kantor dengan alasan yang tidak jelas. Lebih salah lagi ketika beliau memberikan
banyak ceramah kepada staf tetapi tidak sedikitpun memberi contoh dan
keteladanan untuk melaksanakan kebaikan yang diceramahkan.
Keadaan ini
berlangsung terus sampai akhirnya struktur organisasi mengalami perombakan
kembali empat tahun kemudian. Peran
kepemimpinan yang diharapkan bisa mengentaskan diri dari keterpurukan sama
sekali tidak tampak. Tidak ada upaya
sedikitpun untuk mencoba kembali mendayagunakan personil yang tersisa secara
maksimal. Pengalaman yang terjadi
sebelumnya tidak dipetik sebagai pelajaran yang berharga. Institusi yang menangani peternakan dan
kesehatan hewan di Kabupaten Indramayu terjerembab di lubang yang sama untuk
kedua kalinya.
Statusnya
tetap tidak berubah, masih dalam cengekaraman Dinas Pertanian. Nasib berbeda dialami oleh Sub Dinas
Kehutanan dan Perkebunan, statusnya menjadi Kantor Kehutanan dan
Perkebunan. Sesungguhnya keduanya tidak
patut diperbandingkan karena obyek institusi peternakan dan kesehatan hewan
sangatlah luas, meliputi seluruh masyarakat Kabupaten Indramayu. Berbeda dengan institusi perkebunan dan
kehutanan, tidak ada perkebunan di Indramayu, tanah kehutanan pun ada dalam
area kerja Perhutani.
Satu-satunya
keunggulan yang dimiliki Sub Dinas Perkebunan dan Kehutanan adalah komitmen
pimpinan untuk mensejahterakan bawahannya.
Dengan berbagai lobi dan pendekatan yang ditempuh pimpinannya pada
akhirnya institusi yang semula tidak punya lahan kerja ini pun akhirnya menjadi
layak untuk berdiri sendiri. Ketuk palu
Ketua DPRD mengesahkan keberadaannya dan juga tugas pokok dan fungsi yang
ditanganinya.
Sementara itu
Sub Dinas Peternakan tetap gigit jari, masih menginduk pada Dinas Pertanian dan
seperti tahun-tahun sebelumnya. Bukan
hanya kantornya yang tetap menumpang tetapi juga harus puas menikmati anggaran
dana sisa dari Sub Dinas Pertanian Tanaman Pangan.
Komitmen
pimpinan yang kuat dengan didorong oleh aspirasi bawahan yang mendukungnya
ternyata dapat merobohkan berbagai anggapan logis. Bahkan anggota Dewan yang Terhormat pun dapat
dipengaruhi sehingga membuat keputusan yang sesungguhnya keliru, melogiskan hal
yang tidak logis.
Tahun 2008
sesungguhnya merupakan peluang kedua untuk mengentaskan diri dari
keterpurukan. Tetapi, seperti ingin
melakukan kesalahan yang sama sebelumnya, tidak ada upaya untuk mencoba mandiri. Oleh karena itu, ketika palu Ketua DPRD
diketuk statusnya tidak berubah. Hanya
berubah momenklatur, menjadi Bidang Peternakan.
Sebagai
perbandingan, institusi perkebunan dan kehutanan yang berangkat dari tidak
adanya kewenangan tetapi dengan komitmen yang kuat pada akhirnya naik posisi
menjadi Dinas Perkebunan dan Kehutanan.
Lagi-lagi, keputusan para anggota Dewan yang Terhormat ini sesungguhnya
sangat dipaksakan. Struktur
organisasinya dibuat sedemikian rupa sehingga berbeda dengan dinas lainnya. Tugas pokok dan fungsi tentu mengikuti,
terkesan asal ada. Tetapi keputusan
sudah diambil, benar atau salah harus segera dijalankan sebelum batas waktu
yang ditetapkan.
Bila dikaji
lebih jauh maka kelemahan di tingkat kabupaten ini sebenarnya dapat diatasi
jika mendapat dorongan dari pemerintah pusat.
Sebagai contoh adalah institusi yang menangani Penyuluh
Pertanianmisalnya. Terlepas dari
kepentingan orang tertentu di tingkat pusat untuk duduk di Eselon I maka upaya
mereka mendorong kemandirian penyuluh di daerah sangatlah besar.
Upaya tersebut
tertuang jelas pada Undang-undang tentang Penyuluhan Pertanian yang salah satu
pasalnya mengharuskan di Propinsi dan Kabupaten/Kota untuk dibentuk institusi
yang menangani penyuluhan pertanian yang dipimpin Eselon II, setingkat
Badan. Oleh karena itu, penyuluh
pertanian yang personilnya semula menjadi bagian dari Dinas Pertanian di
berbagai daerah meningkat statusnya menjadi Badan Penyuluhan. Salah satu fungsi Badan penyuluhan tentu saja
mengkoordinir berbagai institusi, termasuk Dinas Pertanian itu sendiri. Di Kabupaten Indramayu pun dibentuk Badan
Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian yang salah satu tugasnya
menkoordinasi kegiatan yang dilakukan berbagai institusi, termasuk Dinas
Pertanian dan Peternakan Kabupaten Indramayu.
Berbeda
nasibnya dengan institusi peternakan dan kesehatan hewan, sekalipun telah
ditetapkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan
Hewan yang menggantikan aturan yang sama yang diterbitkan 72 tahun sebelumnya,
tidak terbetik perubahan yang berarti.
Tidak ada pasal yang menguatkan pentingnya keberadaan sebuah institusi
di Kabupaten/Kota yang menangani peternakan dan kesehatan hewan.
Sungguh sangat
malang nasib institusi peternakan dan kesehatan hewan karena Undang-undang yang
baru mewajibkan berbagai tugas seperti aturan terdahulu, sementara haknya untuk
mandiri sama sekali tidak ada dukungan tertulis. Tidak mengherankan kalau institusi tersebut
hanya berubah momenklatur dari Sud Dinas Peternakan menjadi Bidang Peternakan.
3.4.
Bidang
Peternakan, Institusi Kebanggaan
Organisasi
Perangkat Daerah Kabupaten Indramayu dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4741).
Berdasarkan
Peraturan Daerah Kabupaten Indramayu Nomor 8 Tahun 2008 tentang Dinas Daerah
Kabupaten Indramayu dibentuklah dinas yang membidangi masalah pertanian dan
peternakan, yaitu Dinas Pertanian dan Pternakan Kabupaten Indramayu.
Tugas dan
Fungsi Pokok Dinas Pertanian dan Peternakan menurut Peraturan Bupati Indramayu
Nomor 39 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pertanian dan
Peternakan Kabupaten Indramayu adalah sebagai berikut :
a.
Dinas pretanian dan Peternakan mempunyai tugas pokok
melaksanakan urusan Pemerintahan Daerah di bidang pertanian dan peternakan,
berdasarkan otonomi dan tugas pembantuan.
b.
Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut sebagaimana
dimaksud, Dinas Pertanian dan Peternakan mempunyai fungsi :
(1)
Perumusan kebijaksanaan teknis di bidang pertanian dan
peternakan.
(2)
Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum
di bidang pertanian dan peternakan.
(3)
Pembinaan pelaksanaan tugas di bidang pertanian dan
peternakan.
(4)
Pelaksanaan pelayanan teknis administrasi
ketatausahaan.
(5)
Pelaksanaan pengelolaan UPTD.
(6)
Pelksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai
dnegan tugas dan fungsinya.
Susunan
organisasi Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Indramayu terdiri dari
Kepala, Sekretris yang membawahi 3 Sub Bagian, Bidang Tanaman Pangan dengan
membawahkan 3 Seksi, Bidang Hortikultura yang membawahkan 3 Seksi dan Bidang
Peternakan dengan membawahi 3 Seksi.
Bidang
Peternakan terdiri dari 3 seksi, yaitu :
a.
Seksi Kesehatan Hewan dan Kesmavet
b.
Seksi Perbibitan
c.
Seksi Pengembangan
Berdasarkan SK
mutasi dari Bupati Indramayu yang terbaru, Penulis menduduki posisi Kasi
Pengembangan dengan tugas pokok mempersiapkan bahan pelaksanaan kegiatan
pengembangan peternakan dengan fungsi sebagai berikut :
a.
Penyiapan bahn pelaksanaan kegiatan pengembangan
peternakan.
b.
Pelaksanaan operasional pengembangan peternakan.
c.
Penetapan peta potensi, pengembangan lahan hijauan
pakan, padang pengembalaan dan kawasan industri peternakan rakyat.
d.
Pembinaan dan rekomendasi perizinan budidaya peternakan
dan usaha alat angkut/transportasi produk peternakan.
e.
Penerapak kebijakan pembinaan dan pengembangan alat dan
mesin peternakan.
f.
Penerapan kajian pengembangan teknologi tepat guna,
kerjasama dengan lembaga-lembaga teknologi dan adaptasi temuan teknologi baru
di bidang peternakan.
g.
Pembinaan dan penerapan teknologi optimalisasi
pengelolaan dan pemanfaatan air untuk usaha peternakan.
h.
Pembinaan pengembangan manajemen usaha agrobisnis
peternakan, pemanfaatan sumber pembiayaan, pedoman kerjasama kemitraan usaha
dan pembinaan mutu pengolahan hasil peternakan.
i.
Pembinaan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan
kebijakan operasional penyebaran dan pengembangan ternak.
j.
Pembinaan dan pelaksanaan operasional hygiene dan
sanitasi lingkungan usaha peternakan.
k.
Pembinaan penerapan teknologi panen, pasca panen,
pengolahan hasil, promosi dan informasi pasar produk peternakan.
l.
Pelaksanaan kebijakan penyebaran pengembangan
peternakan.
m.
Fasilitasi bimbingan pemantauan dan penyebaran ternak
yang dilakukan swasta.
n.
Fasilitasi bimbingan pelaksanaan penetapan penyebaran,
registrasi dan redistribusi ternak.
o.
Fasilitasi bimbingan pelaksanaan identifikasi dan
seleksi ternak.
p.
Fasilitasi bimbingan pelaksanaan identifikasi dan
seleksi calon penggaduh.
q.
Fasilitasi bimbingan pelaksanaan sistem dan pola
peyebaran ternak.
r.
Pelaksanaan temuan-temuan teknologi baru di bidang
peternakan.
s.
Pelaksanaan kajian, pengenalan dan pengembangan
teknologi tepat guna bidang peternakan.
t.
Pelaksanaan tugas kedinasan lain sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
Sudah menjadi
kelaziman di birokrasi Indonesia bahwa berbagai peraturan dan pedoman adalah
aspek teori dalam menjalankan tugas, sementara prakteknya sangat tergantung
pada kebijaksanaan seorang pimpinan.
Demikian halnya di Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Indramayu
berlaku hal yang sama, bahkan Penulis menyebutnya sebagai Manajemen Kwalonan.
Sebagai bagian
penting dari unit terbesarnya maka Bidang Peternakan juga melakukan praktek
yang sama. Penelanjangan ilmu kepemimpinan
yang didapat dari berbagai pendidikan dan pelatihan para calon pemimpin juga
terjadi. Alokasi pekerjaan tidak lagi
berdasarkan berbagai pedoman yang berlaku tetapi berdasarkan mood seorang
Kepala Bidang.
Selama
beberapa tahun kebijaksanaan tersebut berjalan sehingga berbagai pelanggaran
menjadi bagian yang tidak lagi dapat dipisahkan. Seorang Kepala Seksi tertentu sering
dijadikan boneka semata, hanya mengisi jabatan tanpa pernah diberi wewenang
mengerjakan tugas pokok dan fungsinya.
Lebih parah lagi,
selama 2 (dua) periode mutasi pejabat yang mengisi Seksi Pengembangan sebelumnya
sama sekali tidak tahu tentang tugas pokok dan fungsi. Kehadirannya hanya menjadi pelengkap
penderita. Melengkapi keberadaan jabatan
yang harus diisi tanpa pernah menjalankan hak dan kewajibannya Sementara harus menderita karena harus
menhadapi berbagai panggilan dari Kepolisian dan Kejaksaan untuk
mempertanggungjawabkan berbagai pekerjaan di seksinya. Pekerjaan warisan yang ditinggalkan pejabat
terdahulu ataupu yang dilaksanakan oleh sesama seksi namun beda posisi (anak
kandung pimpinan).
Seksi
Pengembangan memang merupakan inti dari Bidang Peternakan itu sendiri. Tugas pokok dan fungsinya relatif berat
karena menyangkut berbagai perkembangan peternakan di Kabupaten Indramayu dari
dulu, sekarang dan bagaimana merancang kemajuannya di masa yang akan
datang. Oleh karena itu tidak
mengherankan apabila jabatan ini paling diicar para karyawan Bidang Peternakan.
Jabatan di
Seksi Pengembangan adalah kedudukan kedua yang diduduki Penulis, sebelumnya
menduduki Kasi Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner. Oleh karena itu, berbekal sedikit pengalaman
sebelumnya maka berbagai langkah dilakukan untuk mengubah pola lama menunju sedapat
mungkin peraturan yang berlaku.
Seperti
dikemukakan di muka bahwa pekerjaan Seksi Pengembangan sebelumnya praktis
diambil-alih oleh seksi lain yang menjadi anak kandung Kepala Bidang. Kepala Seksi Pengembangan dianggap wayang
mati yang kehadirannya hanya sebaga pelengkap penderita. Tidak mengherankan kalau di awal tahun 2009
hampir tidak ada lagi peluang bagi Penulis untuk mengerjakan apapun, terutama
keproyekan sama sekali tidak kebagian.
Menyadari hal
ini tidak boleh terus berlangsung maka satu-satunya senjata adalah peraturan
yang berlaku. Saat itu baru ada
Peraturan Daerah Kabupaten Indramayu Nomor 8 Tahun 2008 tentang Dinas Daerah
Kabupaten Indramayu. Oleh karena itu
belum terinci tugas pokok dan fungsi dari masing-masing seksi.
Berdasarkan
berbagai pedoman yang sudah ada sebelumnya, yaitu Keputusan Bupati Indramayu Nomor
10 Tahun 2003 tentang Uraian Tugas Jabatan Struktural dan Non-Struktural pada
Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Indramayu, maka Penulis berinisiatif
menghadap Kepala Bidang dan membicarakan tugas pokok dan fungsi. Dari situlah muncul berbagai pendapat dan
kecurigaan yang berlebihan dari mereka yang hadir, seakan cukup ada satu seksi
di Bidang Peternakan. Kecurigaan mereka
memang tidak salah, sebab seperti dikemukakan di muka bahwa inti dari bidang
ini adalah Sekesi Pengembangan.
Seksi lain
yang selama ini mengerjakan pekerjaan Seksi Pengembangan merasa terdesak dan
harus menyerahkan kegiatan yang selama ini potensial untuk mengisi kantong
keluarganya terancam. Dapat dipahami
bahwa kegiatan seperti penyebaran ternak yang selama puluhan tahun ditangani
harus diserahkan kepada orang baru.
Sebenarnya
latar belakang Penulis sangat ngotot untuk mengembalikan segalanya pada pedoman
yang berlaku adalah banyaknya ternak pemerintah yang disebarkan selama ini
tidak dapat berkembang. Bagaimana
berkembang, ternaknya saja sudah tidak ada di tangan masyarakat. Kelompok petani-ternak dan ternak pemerintah
yang dipeliharanya hanya ada pada data.
Kenyataan di lapangan, bukan hanya ternaknya tidak ada, kelompok
ternaknya pun sudah bubar atau sama sekali tidak pernah dibentuk.
Berbagai
informasi yang didapat dari masyarakat dan berbagai pihak yang mencoba
menelusuri ternak-ternak yang lenyap ini diperoleh data yang sangat
mengejutkan. Ribuan ternak pemerintah di
Kabupaten Indramayu lenyap tertelan bergagai kebijaksanaan, bahkan ratusan
diantaranya menjadi milik pribadi para karyawannya. Bagi sebagian orang tenntu pendapat ini tidak
amsuk akal, tetapi bagi karyawan yang menggeluti Bidang Peternakan hal ini
sudah bukan rahasia lagi.
Salah satu
pejabat di Bidang Peternakan sudah sangat senior, sejak berrtugas pertama kali
seperempat abad yang lalu tidak pernah mutasi kemanapun. Apapun momenklatur instansi yang membidangi
peternakan ini tidak pernah menggesernya ke posisi lain. Sebagian besar karyawan segan akan
keseniorannya sehinga hanya tunduk dan patuh terhadap apa yang dilakukannya,
termasuk seorang Kepala Bidang.
Setelah dicoba
untuk mempelajari dan menggabungkan berbagai informasi baik dari petugas
lapangan maupun langsung dari para peternak yang frustasi dan yang memuji maka
benang merah disulapnya ternak pemerintah menjadi milik pribadi sangatlah
jelas. Bahkan berbagai sihir yang dapat
melenyapkan ribuan ternak pemerintah yang besar seperti sapi dan kerbaupun,
triknya sangat mudah dipahami.
Praktek
pembentukan kelompok fiktif ataupun nama-nama anggota yang tidak pernah ada
orangnya adalah praktek yang sudah menahun selapa puluhan tahun. Berbagai ternak bantuan pemerintah yang
diberikan kepada kelompok pada dasranya untuk para pemberi itu sendiri. Ada yang secara terang-terangan langsung
meminta bagian, bisa dengan cara titip dahulu kepada anggota yang ada atau cara
lainnya. Salah satu praktek yang paling
sering terjadi adalah menarik kembali ternak yang sudah dibagikan beberapa
bulan sebelumnya. Alasan klasik adalah
sudah waktunya digulirkan, sekalipun menurut perjanjian awal belum waktunya.
Perlu dipahami
bersama bahwa tentang perjanjian, maka peternak tidak pernah memahaminya. Bukan karena pendidikan mereka yang rendah
semata tetapi karena perjanjian tidak pernah dengan gamblang dibacakan. Bahkan praktek yang selama ini berlangsung
adalah peternak tidak pernah mengetahui isi perjanjian, tingal tandatangan. Modal dasarnya adalah saling kepercayaan
karena tugas pemerintah adalah memberdayakan rakyatnya, sekalipun di baling itu
ada upaya individu untuk memperdayakan masyarakat.
Praktek yang
dilakukan senior tentu sangat menarik bagi yunior karena memang dapat
menghasilkan uang dalam waktu singkat dan sementara ini aman-aman saja. Itulah sebabnya beberapa karyawan baru pun
melakukan praktek yang sama, atau lebih cerdas lagi dengan berani menjual nama
seniornya sebagai agunan menjualkan ternak dari anggota kelompok. Kalau sudah demikian maka clash pun terjadi,
dan dari pertikaian seperti ini informasi penyelewengan ternak pemerintah
menguak dengan jelas dan terbuka.
Tidak
mengherankan kalau sekalipun sudah jutaan itik dan ayam diberikan, ratusan ribu
domba dan kambing dibagikan serta puluhan ribu sapi dan kerbau dicoba untuk
dikembangkan pemerintah dalam memberdayakan masyarakat Kabupaten Indramayu,
hasilnya tidak pernah dirasakan masyarakat.
Ternak bukannya berkembang tetapi malah menghilang.
Lebih
menyedihkan lagi, praktek ini telah menjadikan masyarakat yang seharusnya
diberdayakan sebagai korban. Ternak
bantuan pemerintah yang diterimanya menjadi beban, karena ketika menerima
mereka memberikan jaminan sementara akibat ternak ditarik sebelum waktunya maka
harga jualnya jauh dibawah yang dikehendaki.
Kerugian semakin besar diakibatkan ternak yang diterima jauh dari
standar yang tertulis di perjanjian sehingga menyebabkan berbagai resiko
lainnya.
Carut-marutnya
pekerjaan bidang peternakan yang digambarkan di atas adalah tugas pokok dari
Seksi Pengembangan. Oleh karena itu
Penulis merasa perlu untuk mengajak semua personil peternakan untuk kembali
kepada khithah, peraturan yang berlaku.
Jelas-jelas upaya
ini mendapat tantangan dari semua pihak yang selama ini menikmati pesta ternak
gratis. Namun ketika ditanyakan tentang
tanggungjawab masing-masing maka tidak ada satupun yang menyatakan siap
bertanggungjawab, bahkan mengakui adanya praktek yang sangat merugikan
masyarakat dan negara sekalipun.
Tidak lama
setelah perdebatan yang berlangsung sengit itu, muncul sebuah draft Surat
Keputusan Bupati tentang Organisasi dan
Tata Kerja Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Indramayu. Isi draft tersebut menguatkan posisi Seksi
Pengembangan sebagai tulang punggung Bidang Peternakan. Semua kegiatan yang selama ini dikerjakan
seksi lain pun jelas-jelas harus dikembalikan dengan data dan fakta yang
lengkap, termasuk arsip-arsip kegiatan tahun sebelumnya.
Lagi-lagi
secara teori, Keputusan Bupati tentu sangat tinggi kedudukannya di tingkat
kabupaten sehingga merupakan pedoman yang harus dipatuhi pelaksanannya. Di balik itu, sebagai sumber hukum yang
mengikat tentu isinya sudah dikaji sedemikian rupa sehingga bukan hanya tidak
menyimpang dari aturan yang berlaku di atasnya.
Dalam
prakteknya, Keputusan Bupati Indramayu Nomor 10 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Indramayu sungguh tidak dapat
dimengerti. Produk hukum ini mengatur
tentang tugas pokok dan fungsi Seksi Pengembangan yang sama sekali jauh dari
draft yang disusun sebelumnya. Berbagai
tugas pokok dan fungsi hilang dan mengkamuflasekan diri dari tugas pokok
menjadi sekedar fasilitasi.
Tentu hal ini
mengundang tandatanya besar, apabali ternyata berbagai tugas pokok dan fungsi
Seksi Pengembanagan yang berpindah kursi adalah sangat vitas dan merupakan
nyawa dari seksi itu sendiri.
Momenklatur seksi pun berubah total sehingga memudahkan transfer tugas
pokok dann fungsi tersebut.
Praktek
penggundulan produk hukum ini jelas-jelas mengarah kepada senior yang
menghendaki segala kegiatan yang sudah dilakukannya selama puluhan tahun tidak
pindah ke seksi lain. Namun demikian,
ketika klarifikasi dilakukan ternyata tidak ada satupun pihak yang mengajui
telah mengubah draft sebelumnya menjadi sangat melenceng. Keputusan Bupati ternyata bisa dengan mudah
dijadikan dasar untuk mencapai tujuan pribadi.
Sebagai
konsekuensi dari kebijakan ini maka Seksi Pengembangan hanya menjalankan
beberapa tugas yang sifatnya fasilitasi atas tugasnya sendiri. Namun, apapun resikonya, Keputusan Bupati harus
menjadi pedoman yang dijunjung tinggi.
Oleh karena itu Penulis patuh dan berjanji akan mematuhinya sekalipun
bertentangan dengan hati nurani.
Belajar dari
beberapa teori perubahan yang telah dibahas sebelumnya maka penggagas perubahan
pun harus menyadari tentang kedudukannya, terutama dalam birokrasi. Jika tidak, maka hanya akan menjadi tenggelam
dalam sumur frustasi yang makin dalam.
Keberanian mengantar perubahan yang dilakukan ternyata harus berujung di
aturan yang berlaku, yang dikeluarkan oleh pucuk pimpinan tertinggi.
Namun
perubahan harus terus dilakukan, dengan tugas pokok dan fungsi yang sangat
terbatas sekalipun sesungguhnya bukanlah kendala yang serius. Banyak peluang perubahan yang masih harus
dilakukan.
Salah satunya
adalah rasa kebersamaan yang telah sedemikian jauh dari perasaan sesama
karyawan peternakan. Lebih dari sewindu
iklim kerja di institusi peternakan seakan tanpa kebersamaan. Ada yang asyik dengan berbagai ternak
koleksinya yang semakin banyak dan beraneka ragam. Sebagian yang lain hanya bisa mengurut dada
karena tidak pernah kebagian, bahkan tahu ada ternak bantuan sekalipun. Lebih banyak lagi yang menjadi saksi berbagai
transaksi jual-beli ternak pemerintah oleh karyawan peternakan.
Pihak-pihak
tertentu, yang termasuk anak kandung, mendapat penghasilan berlebih sementara
anak tiri hanya gigit jari. Bukan hanya
rezeki dari penjualan ternak menera tidak mendapatkannya, bahka berbagai
kuitansi yang mencantumkan nilai uang pun tidak pernah diterimanya. Karyawan menjadi bahan perasan untuk mendapat
uang instan.
Salus populi suprema lex. Kesejahteraan untuk bersama. Itulah semboyan yang sampai sekarang Penulis
terapkan. Didalam kesedikitan kegiatan
yang dilakukan tentu beriring rezeki yang juga tidak terlalu banyak. Namun patut dan harus selalu disyukuri. Itulah salah satu modal awal kebersamaan
Seksi Pngembangan saat ini, penuh keterbatasan.
Ketika sumber
penghasilan relatif terbatas jadi penghambat maka tahap awal yang dilakukan
adalah mengubah pola pikir bahwa keterbatasan sumber dana yang berasal dari
kegiatan sesungguhnya adalah potensi yang menantang untuk mencari sumber
penghasilan bersama lainnya. Oleh karena
itu, dibuat kesepakatan tentang penyisihan biaya perjalanan dinas yang
diperoleh setiap kali berkesempatan dinas luar.
Sedikit demi
sedikit dana terkumpul dan dapat digunakan untuk pinjaman sementara apabila ada
yang membutuhkan secara mendadak.
Kepentingan lain-lain seperti menengok rekan yang sakit, sumbangan duka
sampai makan bersama dilakukan dengan dana yang terkumpul. Dari sini dipetik pelajarah bahwa ktika dalam
keterbatasan maka diperlukan kreativitas mengubah keterbatasan menjadi potensi
besar.
Selain
keterbatasan sumber dana, Seksi Pengembangan juga dilengkapi dengan pelaksana
yang relatif berumur lima puluhan tahun, bahkan salah satunya sudah Masa
Persiapan Pensiun. Keterbatasan yang
satu ini bukanlah sesuatu yang harus dijadikan beban. Memang, makin berumurnya pelaksana akan
menghambat gerak langkahnya melaksanakan tugas.
Tetapi berpikir positif tentu lebih bermanfaat, sesungguhnya kesenioran
mereka penuh dengan pengalaman yang sangat bermanfaat menjalankan tugasnya.
Oleh karena
itu, pemberdayaan tidak dilihat dari umur.
Semua mendapat kesempatan yang sama apabila ada kesempatan. Melatih diri meningkatkan kemampuan tetap
diperlukan dan merupakan kesempatan yang harus dimanfaatkan. Dengan cara pandang positif maka para senior
pun bisa bekerja dengan baik. Sementara
yang masih muda penuh penghargaan kepada mereka.
Pada mulanya
kegiatan yang satu ini hanya untuk mengatahui penyebaran ternak-ternak bantuan
pemerintah yang selama ini dialokasikan ke seluruh Kabupaten Indramayu. Tujuan awalnya adalah untuk mendapatkan data
dasar, sebab selama ini pembangunan peternakan yang dilakukan sama sekali tidak
berdasarkan data yang riil. Tetapi di
tengah perjalanan, banyak sekali kejanggalan yang mengindikasikan banyaknya
penyimpangan dalam penyebaran ternak pemerintah selama ini.
Banyak
kelompok tani yang menurut data yang ada masih memelihara ternak pemerintah
ternyata sudah tidak ada. Bahkan
beberapa kelompok memang tidak dikenal keberadaannya oleh pamong desa. Tidak sedikit kelompok ternak yang bukan
hanya kehilangan sapi yang dipeliharanya tetapi juga sertifikat tanah dan
bangunannya dibawa pihak dinas sebagai jaminan, karena sampai sekarang masih
tertunggak hutang akibat kerugian memelohara ternak pemerintah tersebut.
Anggota
kelompok tani yang terdaftar dalam catatan dan surat perjanjian banyak yang
sama sekali tidak tahun dengan adanya perjanjian antara pemerintah dan yang
bersangkutan. Mereka menandatangan tanpa
penjelasan atau hanya sekedar blanko kosong.
Jarang yang masih memelihara ternak pemerintah, tidak sedikit yang
justeru merasa dirugikan oleh bantuan yang tujuan manisnya memeberdayakan perekonomian
masyarakat.
Dari ekses
penggalian data yang tidak disengaja diperoleh berbagai informasi tentang
kepemilikian ternak pemerintah saat ini.
Terjawab sudah berbagai teka-teki mengapa kegiatan yang satu ini
sedapat-mungkin dengan berbagai cara hanya ditangani oleh satu orang saja,
seorang senior dari semua senior.
Rupanya, upaya perubahan menuju peraturan yang berlaku yang pernah
Penulis pun kandas karena kepentingan pribadi beberapa orang diantara insan
peternakan merasa terusik terlalu jauh.
Dalam mencari
data yang benar juga pada akhirnya Penulis dan tim menemukan beberapa
kejanggalan penggunaan dana dari Departemen Pertanian yang dilakukan para Kiyai
di pesantren. Sejak tahun 2006 sampai
2008 sudah 8 (delapan) pesantren di Kabupaten Indramayu mendapat kucuran dana
pusat secara langsung untuk kegiatan agribisnis peternakan. Jumlah yang diperoleh tidak sedikit, antara
50 juta sampai 250 juta rupiah per-pesantrennya. Total dana yang diterima sudah mendekati Rp.
1 miyar.
Kegiatan
peternakan yang berlangsung tinggal di 3 pesantren dengan populasi sapi
seluruhnya hanya 23 ekor saja. Kalau
rata-rata harga sapi bibit Rp. 7 juta maka nilai total aset peternakan itu
hanya Rp. 161 juta atau 16 % dari dana yang diterima. Keadaan ini sungguh memprihatinkan mengingat
mereka yang mengajukan dana adalah para tokoh agama atau Kiyai yang menjadi
panutan masyarakat.
Alasan para
Kiyai kadang-kadang masuk akal, bagi mereka bantuan adalah bantuan. Oleh karena itu dana hibah ini dapat
digunakan untuk apa saja sekalipun pada awalnya diajukan untuk budidaya
peternakan. Tidak ada juga kewajiban
untuk mempertanggungjawabkan, apalagi mengembalikan dana ini. Memang dana tersebut tidak perlu dikembalikan
tetapi harus berdayaguna ekonomis melalui budidaya peternakan sebagaimana
proposal yang mereka usulkan.
Kasus lain
adalah banyaknya makelar proposal dari Departemen Pertanian sendiri yang datang
ke berbagai pesantren untuk mengajukan dana bantuan. Mereka membuatkan proposal sekaligus
mengusahakan agar permintaan dananya direalisasikan. Kompensasi yang ditergetkan tidak sedikit, 30
% dari dana yang direalisasikan.
Ada juga yang
sangat memprihatinkan, seorang Kiyai tidak mau mempertanggungjawabkan dana yang
diterimanya sejumlah seperempat milyar rupiah.
Alasannya sungguh masuk akal, takut dosa. Kiyai tersebut memang benar, tidak mau
berbohong. Tetapi kalau tidak bohong
maka salah, kalau bohong takut kepada Yang Maha Tahu.
Kiyai yang
satu ini menjelaskan bahwa awalnya kedatangan seorang profesor dari pusat,
menawarkan untuk meminta dana dari Departemen Pertanian. Kebetulan pesanrennya sedang dibangun, maka
dibuatlah porposal permohonan dana untuk membangun beberapa lokal tempat beljar
dan asrama santri. Tidak lama kemudian,
sang profesor pun datang lagi dengan membawa proposal yang diperbaharui, bukan
untuk pembangunan pesantren tetapi untuk budidaya sapi potong penggemukan. Karena merasa perlu bantuan dana, Kiyai pun
setuju saja. Apalagi diyakinkan oleh
beliau bahwa dananya dapat digunakan untuk kegiatan apa saja.
Dana pun masuk
ke rekening pesantren, langsung dan lengkap Rp. 250 juta. Pada saat pencairan, utusan profesor
menyertai Kiyai dan meminta separuh dari dana itu untuk jasa pengajuan proposal
sampai akhirnya goal mencapai tujuan.
Kontan Kiyai tersontak karena sadar sekalipun dana yang diterima hanya
Rp. 125 juta tetapi harus mempertanggungjawabkan dana secara keseluruhan, Rp.
250 juta.
Dari gambaran
di atas ternyata bahwa carut-marut pembangunan peternakan di Kabupaten
Indramayu bukan hanya disebabkan tingkah polah sebagian pegawai institusi yang
membidangi peternakan di kabupaten tetapi juga menjadi santapan empuk makelar
proposal dari pusat.
Sekalipun kegagalan sudah sangat nyata namun
tidak menyurutkan para Kiyai lain untuk meminta dana dengan jumlah yang makin
membengkak. Mereka pun umumnya
menggunakan jasa makelar proposal dengan perjanjian jasa mencapai 30 %. Tentu saja hal ini menjadi fenomena
keprihatinan baru, dimana seorang tokoh agama rela menjual nama pesantrennya
untuk mendapatkan dana yang tidak pernah mau mereka pertanggungjawabkan.
Melakukan perubahan
memang tidak harus langsung dalam kapasitas yang besar sebab akan bisa
menghancurkan rencana perubahan itu sendiri.
Oleh karena iu, Penulis memulai dari perubahan diri sendiri dahulu. Kemudian melangkah ke perubahan dalam tingkat
seksi yang meudah-mudahan akan mewarnai adanya perubahan di tingkat yang lebih
tinggi.
Menggagas
perubahan di Dinas Pertanian dan Peternakan tidak tanpa resiko, kebencian yang
ditanamkan rekan kerja sampai pimpinan ataupun tindakan premanisme pun
merupakan resiko yang harus ditanggung.
Di institusi birokrasi yang memberlakukan manajemen Kwalonan soal pemojokan individu yang menggagas perubahan adalah
soal biasa. Apalagi kalau bertentangan
dengan anak kandung pimpinan. Sebab bagi
mereka, tidak ada perkataan anak tiri yang benar dan anak kandung tidak pernah
berlaku salah.
Tindakan
premanisme pernah Penulis alami ketika harus menjadi pemimin kegiatan yang
tidak mau mencairkan dana karena kontrak kerja sama pun belum ada. Lima orang preman datang dengan berbagai
ancaman, tetapi tetap tidak digubris.
Selanjutnya dalang segerombolan orang-orang bertubuh besar dan sangar
dalam jumlah lebih banyak. Apa boleh
buat, tanpa kontrak yang jelas Penulis tetap tidak mau menandatangan.
Namun pada
akhirnya dana sejumlah Rp. 360 juta pun mengalir ke rekening mereka sekalipun
tanpa tandatangan Penulis. Resiko dari
kepatuhan kepada aturan ini adalah semakin dijauhkan oleh pimpinan.
Perubahan
memang selalu mengandung resiko atau bahkan korban. Pada kasus di atas resiko sepenuhnya
ditanggung Penulis. Beruntung tidak jadi
korban akibat babak belur dihajar preman.
Tetapi, ada korban lain. Tidak
sedikit, 3 orang, masing-masing dikenai penurunan pangkat satu tingkat sampai
pencopotan dari jabatan yang diemban.
Resiko dari
menggagas perubahan selalu ada, apalagi saat ini di lingkungan birokrasi
Kabupaten Indramayu tidak pernah jauh dari upaya premanisme. Satu-satunya kekuatan yang membuat Penulis
tetap ingin melakukan perubahan adalah karena memang saat ini kita semua harus
berubah, kalau masih tetap pada prinsip lama maka akan tergilas oleh perubahan
yang makin cepat berlangsung ini.
3.5.
Tidak Mau
Berubah, Mati Saja !
Terlepas dari
berbagai faktor yang mempengaruhi, baik internal maupun eksternal, organisasi
yang menangani peternakan dan kesehatan hewan di Kabupaten Indramayu harus
merubah diri. Sangat sulit mengubah
harus wujud organisasinya tanpa dimulai dari perubahan internal terlebih
dahulu. Perubahan perilaku pengusung
organisasi itu sendiri.
Lamban atau
bahkan gagalnya suatu perubahan lebih sering disebabkan oleh kurangnya rasa
terdesak untuk melakukan perubahan itu sendiri.
Rasa puas diri dan kesombongan luar biasa, yang berakardari pengalaman
sukses pribadi dan organisasi di masa lalu, orang cenderung mempertahankan
status quo dan mengabaikan peluang besar ataupun ancaman menakutkan di depan
mata. Semua melakukan tugas dan
tanggungjawabnya seperti biasa, seperti tidak ada masalah.
Langkah awal
untuk membangun kemendasakan untuk berubah yang sejati adalah dengan memahami
secara mendalam lawannya, yaitu rasa puas diri dan rasa terdesak yang palsu. Empat langkah untuk terciptanya rasa
kemendasakan adalah :
a.
Menghadirkan kenyataan yang ada di luar masuk ke
organisasi
b.
Setiap hari bertindak secara mendesak
c.
Mencari peluang-peluang menjadikan krisis sebagai
pendukung untuk menghancurkan rasa puas diri
d.
Menghilangkan atau menetralkan pembunuh kemendesakan.
Dalam
menggagas perubahan akan selalu dijumpai berbagai sikap, ada yang mendukung,
banyak yang menolak ada yang hanya diam.
Penggagas perubahan pun akan selalu menjumpai individu yang selalu
menolak, apapun alasannya, dari jelas sampai yang sama sekali tidak
kentara.
John P. Kotter
menciptakan sebuah tokoh yang selalu berkata tidak terhadap perubahan, seekor
pinguin itu diberi nama NoNo, karena selalu berkata, “No! No!” terhadap gagasan
apapun.
Dalam setiap
organisasi, orang-orang tipe NoNo ini merupakan sosok skeptis yang siap dengan
10 alasan bahwa situasi dan kondisi saat ini baik-baik saja, karena itu tidak
perlu berubah. Tidak ada gunanya
melakukan kooptasi pada tokoh NoNo ini, mengisolasi atau mengacuhkannya.
Setelah sosok
NoNo ini teridentifikasi, tiga cara yang cukup efektif untuk mengatasinya
adalah :
a.
Mencegah jangan sampai mereka membuat kekacauan dengan
cara mengalihkan perhatian mereka
b.
Mengirim mereka sejauh mungkin dari organisasi
c.
Membatasi perilaku kontraproduktif mereka sedemikian
rupa sehingga publik yang akan bekerja menekan pengaruh mereka
Dunia dan umat
manusia saat ini mengahadapi berbagai tantangan yang luar biasa. Dari masalah kemiskinan, perubahan iklim,
lingkungan yang rusak ataupun wabah penyakit.
Kalau hanya mengandalkan cara-cara biasa dan linier, persoalan tadi akan
sulit diselesaikan. Sementara itu,
sistem yang ada sekarang banyak yang disfungsional.
Dunia
membutuhkan orang-orang ‘edan” untuk menjadi agen perubahan yang menggunakan
cara baru dan mempercepat perubahan sosial.
Sementara bagi mereka yang tidak mau menyesuaikan dengan perubahan,
sebaiknya siap-siap tergilas oleh arus perubahan yang makin kencang.
Dalam
menghadapi sulitnya Bidang Peternakan kembali eksis maka terdapat dua pilihan
mengahadapinya, menjadi agen perubahan yang bisa disebut orang “edan” atau mati
hanyut ke laut ...!
BAB IV
P E N U T U P
Pejabat
tertinggi yang menangani peternakan dan kesehatan hewan di Kabupaten Indramayu
saat ini hanya setingkat pejabat Eselon III/b, seorang Kepala Bidang yang
berada dalam garis komando Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten
Indramayu. Jika melihat sisi lama yang
penuh kemajuan maka kondisi saat ini merupakan suatu keterpurukan.
Kejatuhan yang
dialami sampai dua tiga kali perubahan struktur organisasi ini ternyata tidak
berdiri sendiri tetapi dipengaruhi beberapa faktor :
- Perilaku individu pemimpin yang sering mengambil keputusan untuk kepentingan sendiri dan kepentingan sesaat. Tidak jarang sekedar untuk mencari selamat sehingga tidak ada komitmen untuk membangun dan mensejahterakan bawahan dengan sebenarnya.
- Perilaku kelompok pegawai peternakan yang mengikuti jejak pimpinan yang sepintas sangat peduli terhadap perubahan nasib mereka. Kepedulian semu ini akhirnya menelan lebih banyak korban, seluruh pegawai.
- Perilaku kelompok dokter hewan dan Sarjana Peternakan di pusat yang tidak tidak saling mendukung. Cenderung berebut jabatan dan saling menjatuhkan.
- Perilaku masyarakat yang semakin menghendaki adanya keterbukaan dan ketransparanan. Berani mengemukakan pendapat pribadi atau bahkan menolak apabila tidak sesuai dengan kehendaknya.
- Dukungan dari pemerintahan daerah termasuk di dalamnya DPRD yang sangat ditentukan oleh berbagai upaya dan lobi yang dilakukan pimpinan.
- Dukungan perundang-undangan yang berlaku saat ini sama sekali tidak memberi peluang untuk terwujudnya hak institusi peternakan dan kesehatan hewan berdiri sendiri tetapi hanya memberi beban kewajiban yang makin berat.
Bidang
Peternakan yang sudah terpuruk diperparah dengan berlakunya Manajemen Kwalonan yang membedakan satu
orang dengan yang lain berdasarkan suka dan tidak suka. Oleh karena itu salah satu upaya untuk bisa
bertahan dalam organisasi yang sangat memprihatinkan ini adalah :
a.
Berusaha menerima beban tugas yang diberikan sebagai
kepercayaan yang patut disyukuri dengan ikhlash.
b.
Memberdayakan diri dan kelompok dengan memanfaatkan
segala potensi lingkungan yang ada tanpa mengharapkan ketergantungan kepada
puhak lain.
Faktor
terpenting yang dilakukan dalam menghadapi situasi yang sudah banyak berubah
adalah melakukan perubahan. Kalau tidak
akan digilas oleh perubahan itu sendiri.
Perubahan akan lebih mudah dimulai dari diri sendiri, baru kemudian
perilaku kelompok dan selanjutnya merambah kepada perubahan perilaku
organisasi.
Tidak ada
pilihan lain, berubah atau mati !
4.1. Saran
Pelaku dalam
institusi peternakan dan kesehatan hewan harus mengubah diri terlebih dahulu
sebelum mengubah bentuk dan struktur organisasi. Tindakan kerja yang nyata dan
bertanggungjawab merupakan modal utama yang harus diraih kembali. Dukungan dari masyarakat penerima pelayanan
juga merupakan unsur yang penting. Semua
itu dapat terwujud dengan kepemimpinan yang berkomitmen untuk pembangunan
peternakan dan kesejahteraan bersama.
Tidak ada kata terlambat untuk melakukan
perubahan, karena satu-satunya yang tidak pernah berubah di dunia ini adalah perubahan
itu sendiri. Oleh karena itu berubahlah
sebelum digilas sampai mati oleh perubahan !
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007
tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741).
Anonim. 2008. Peraturan Bupati Indramayu Nomor 39 Tahun
2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten
Indramayu.
Anonim. 2003. Keputusan Bupati Indramayu Nomor 10 Tahun
2003 tentang Uraian Tugas Jabatan Strutural dan Non-Struktural pada Dinas
Pertanian dan Peternakan Kabupaten Indramayu.
Beer, M dan Spector, B. A.
1988. Memimpin Aset Manusia,
Sudah Waktunya Ada Pemikiran Baru dalam Memimpin Manusia (Editor :
Timpe, A. D). Media Elex
Komputindo. Jakarta.
Cohen, W. A. 2008. A Class with Drucker (Pelajaran Berharga dari
Guru Manajemen #1 Dunia, alih bahasa :
Bazry S). Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Djatmiko, Y. H. 2004. Perilaku
Organisasi. Alfabeta. Yogyakarta.
Drucker, P. F. Dan Maciariello, J. A.
2008. The Daily Drucker. (Terjemahan : Srihandrini, N. R.). Elex Media Komputindo. Jakarta.
Elkington, J and Hartigan, P.
2008. The Power of Unreasonable
People. (Peresensi : Amir, M. T.).
Harvard Business School Press.
Majalah SWA Edisi 03/XXIV/5-18 Februari 2009.
Kasali, R. 2007. Re-Code Your Change DNA, Membebaskan
Belenggu-Belenggu untuk Meraih Keberanian dan Keberhasilan dalam
Pembaharuan. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Mangkunegara, A.P. 2007. Evaluasi Kinerja SDM. Refika Aditama. Bandung.
Siagian, S. P. 2002. Kia Meningkatkan Produktivitas Kerja. Rineka Cipta.
Jakarta.
Tika, M. P. 2008. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja
Perusahaan. Bina Aksara. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar