Minggu, 24 Agustus 2014

Dekat tapi Jauh - Jauh tapi Dekat







DEKAT TAPI JAUH,
JAUH TAPI DEKAT
(Telaah terhadap Aplikasi Pendekatan Manajemen
di Berbagai Organisasi)


Mata Kuliah :  BUDAYA ORGANISASI
Dosen :  Dr. H. AGUS ALWAFIER BY, MM

                                                                                           
Oleh :
D  I  N  O  T  O
NIM : 12008019



PROGRAM PASCA SARJANA
KONSENTRASI MANAJEMEN SUMBERDAYA MANUSIA
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI “CIREBON”
CIREBON
2009



































                                                “Dalam budayanya,
suatu organisasi selalu melampaui komunitas.”
                                               
(Peter F. Drucker)


KATA PENGANTAR

            Puji syukur kehadirat Allah subhana wa ta’ala, karena hanya berkat rahmat dan karunia-Nya sajalah penulis dapat neyelesaikan amanah yang dipercayakan tepat pada waktunya.
            Karya tulis berjudul “Dekat Tapi Jauh, Jauh Tapi Dekat, Telaah terhadap Aplikasi Pendekatan Manajemen di Berbagai Organisasi” ini merupakan                salah satu tugas Mata Kuliah Budaya Organisasi dibawah asuhan Bapak                    Dr. H. Agus Alwafier By, MM.  Oleh karena itu Penulis pun tidak lupa menyampaikan terimakasih yang tak terhingga kepada beliau.
            Kepada rekan-rekan Angkatan Pertama dan para pengelola Program         Pasca Sarjana STIE Cirebon, tidak lupa disampaikan salam hangat atas segala suasana ruang kuliah yang tidak pernah dingin namun juga tidak pernah kelewat panas alias selalu hangat-hangat saja.
            Peluk cium tentu hanya untuk isteri tercinta dan anak-anak yang selalu mengerti akan adanya kesibukan baru yang banyak menyita waktu.

                                                                                    Indramayu, 6 Maret 2009
           
                                                                                   
                                                Penulis


DAFTAR ISI





Halaman
KATA PENGANTAR
.........................................................................
i




DAFTAR ISI
..........................................................................................
ii




BAB I
PENDAHULUAN
............................................................
1

1.1.
Latar Belakang
.........................................................
1

1.2.
Masalah
..................................................................
1

1.3.
Tujuan Penulisan
.....................................................
2

1.4.
Sistematika Penulisan
...............................................
2





BAB II
MATERI DANMETODE
..................................................
4

2.1.
Materi
.......................................................................
4

2.2.
Metode
....................................................................
4





BAB III
PEMBAHASAN
..................................................................
5

3.1.
Budaya Organisasi
..................................................
7

3.2.
Dekat Tapi Jauh
........................................................
13

3.3.
Pendekatan Proses
..................................................
14

3.4.
Pendekatan Perilaku
...............................................
19

3.5.
Penekatan Kuantitatif
...............................................
21

3.6.
Pendekatan Sistem
..................................................
26

3.7.
Pendekatan Contigency
............................................
30

3.8.
Jauh Tapi Dekat
........................................................
34




BAB IV
PENUTUP
.....................................................................
35

4.1.
Kesimpulan
..............................................................
35

4.2.
Saran
.......................................................................
35




DAFTAR PUSTAKA
..........................................................................
36
































BAB I
PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang
            Sebagai bagian dari sebuah ilmu, manajemen berkembang seiring melajunya zaman yang makin mengambang.  Sementara itu sebagai bagian dari ilmu sosial, maka manajemen pun melebar seakan tanpa batas yang jelas satu dengan yang lainnya.
            Seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang tak dapat dibendung, sesungguhnya Ilmu Manajemen pun berkembang semakin variatif.  Namun demikian, dari sisi pendekatan manajemen maka teori manajemen yang sudah lama dipakai ternyata  masih sangat relevan dengan perkembangan zaman, yaitu :
a.                   Pendekatan proses
b.                  Pendekatan perilaku
c.                   Pendekatan kuantitatif
d.                  Pendekatan sistem
e.                   Pendekatan contigency

1.2.            Masalah
            Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri adalah bahwa sebagai salah satu ilmu sosial maka Ilmu Manejemen tidak mengenal batas yang jelas antara satu dengan lainnya.  Dalam aplikasi, sering batas satu dengan yang lain semakin menjadi bias.
            Oleh karena itu, kelima pendekatan manajemen tersebut di atas pun pada penerapannya tidak mengenal batas satu dengan yang lain.  Ketika seseorang menganggap salah satu pendekatan diterapkan di suatu organisasi maka tidak menutup kemungkinan pendapat lain yang berbeda dikemukakan oleh yang lain.  Bahkan tidak sedikit berbagai pendekatan justeru sesungguhnya diterapkan secara bersamaan di suatu organisasi yang sama.    
            Oleh karena itu, dalam aplikasi di organisasi maka penerapan pendekatan manajemen menjadi sering tidak jelas batasannya, Dekat Tapi Jauh atau bisa juga Jauh Tapi Dekat Jauh Tapi Dekat.
            .
1.3.            Tujuan Penulisan
            Tujuan penulisan Karya Tulis ini adalah untuk mencoba menggolongkan penerapan kelima pendekatan manajemen yang dilakukan di berbagai organisasi baik di dalam maupun luar negeri. 
            .
1.4.            Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini sedapat mungkin mendekati format ilmiah, yaitu :
1.                  Kata Pengantar menjelaskan dasar dan beberapa hantaran kata yang berkaitan erat dengan penulisan karya tulis ini.
2.                  Bab I Pendahuluan mengemukakan tentang latar belakang, masalah dan tujuan penulisan dikaitkan dengan judul yang dipilih, serta sistematika penulisan karya tulis itu sendiri.
3.                  Bab II Materi dan Metode menjelaskan tentang materi yang menjadi bahasan dan metode penulisannya.
4.                  Bab III Pembahasan menguraikan tentang 5 (lima) perbandingan pendekatan manajemen menurut berbagai sumber pustaka lain serta menurut pandangan Penulis sendiri.
5.                  Bab IV Penutup merupakan kesimpulan dari uraian sebelumnya saran untuk perbaikan selanjutnya.
6.                  Daftar Pustaka memaparkan sumber tulisan yang dikutip pada penulisan makalah tulis ini.


BAB II
MATERI DAN METODE

2.1.Materi
            Bahan acuan dalam menelaah berbagai aplikasi pendekatan manajemen pada  Karya  Tulis  ini  adalah  Bahan  Kuliah  Budaya  Organisasi  yang  ditulis Dr. H. Agus Alwafier By, MM pada Bab “Pemahaman dan Strategi Pengembangan Organisasi”.  Sementara pembandingnya adalah berbagai buku tentang yang berkaitan dengan Budaya Organisasi khususnya dan Ilmu Manajemen pada umumnya sebagaimana tertera pada Daftar Pustaka.

2.2.Metode
            Kerangka pikir dari buku utama tentang Pendekatan Manajemen diuraikan secara sistematis, kemudian pendapat-pendapat dari berbagai sumber  pustaka dipaduserasikankan sebagai pendapat yang lain, juga pendapat Penulis sendiri.  Setelah itu dibuat dalam rangkuman kesimpulan dan diajukan beberapa saran untuk perbaikan.


BAB III
PEMBAHASAN

            Teori organisisasi seperti halnya berbagai teori keilmuan lainnya berkembang tanpa batas.  Hal ini menjadi pemicu munculnya berbagai pendekatan manajemen yang berbeda dalam satu organisasi dengan yang lainnya.
            Perbedaan diantara berbagai pendekatan manajemen sangat dipengaruhi oleh visi atau goal atau tujuan akhir dari organisasi itu dibuat.  Selain itu, aktivitas atau proses kegiatan yang berlangsung juga menentukan.  Lebih-lebih faktor manusia yang menjadi motor organisasi menjadi kartu truf pendekatan manajemen yang dipilh setiap oraganisasi.
            Pendekatan manajemen yang ditempuh dan dijalankan secara terus menerus pada akhirnya akan menjadi budaya dalam organisasi itu sendiri.  Berbagai perusahaan yang saat ini menguasai dunia ternyata menjadikan pendekatan yang dilakukan oleh para pendirinya sebagai budaya organisasi yang khas.  Demikian juga dalam manajemen pemerintahan, pengaruh the founding father sangat melekat pengaruhnya.
            Budaya sering menjadi candu yang memabukkan sehingga manusia yang terlibat di dalamnya dapat melupakan akal sehat sekalipun.  Lupa daratan, seakan menjadi yang terbaik, paling benar dan berbagai anggapan egoisme lainnya.  Tidak ada manusia yang pantas untuk bersanding di dunia kecuali yang tergabung dalam kelompoknya.
            IBM adalah salah satu contoh perusahaan tua yang sempat terseret dalam kebangkrutan ketika keseluruhan manusia yang terlibat dalam organisasi ini mabuk keberhasilan.  Trah dan ketentuan pendiri, Mr. Watson Sr. menjadi pedoman utama yang harus dijalankan secara kaku, tidak pernah ada pekerja tingkat menajemen dari luar masuk kecuali orang dalam yang meniti karir dari bawah.  Ketika kebangkrutan semakin dekat mereka baru sadar bahwa menilai diri sendiri ternyata jauh lebih sulit dibandingkan melihat dunia luar yang sangat jelas terbuka.
            Keputusan mengangkat Gastner sebagai CEO adalah tindakan yang sama sekali melanggar budaya organisasi yang sudah ratusan tahun dijalankan.  Tetapi ternyata manusia dari luar inilah yang akhirnya berhasil membawa kembali IBM ke dalam kancah bisnis yang menggiurkan.  Revolusi Gastener bukan tanpa tantangan, tetapi dijalani dengan penuh kesabaran dan kekonsekuenan secara terus menerus sampai akhirnya para penganut budaya kaku menyadari perlunya perubahan dalam menghadapi dunia yang ternyata jauh lebih cepat berubah.
            Dalam organisasi pemerintahan di Republik Indonesia juga ternyata peranan dari para pendiri sangat melekat yang pada akhirnya menjadi budaya tersendiri.  Pengaruh Bung Karno dalam pemerintahan sangat kental dan hampir tidak ada yang menyangka pada akhirnya harus tergeser.  Sebagai perevolusi maka Soeharto pun harus menumpas habis berbagai warisan Bung Karno yang melekat.  Tidak sedikit korban baik nyawa maupun harta dalam pengikisan budaya Orde Lama.
            Setelah lebih dari tiga dasa warsa Pak Harto berkuasa dengan kebudayaan yang diberi nama Orde Baru.  Hampir tidak ada celah untuk melakukan perubahan sampai akhirnya perubahan sendirilah yang merubah perubahan yang pernah dilakukan beliau.  Reformasi merubah budaya yang sudah lama bercokol tetapi ketidak sabaran dan ketidak-konsekuenan para perintisnya menjadikan reformasi tanpa arah, atau bahkan kebablasan.
            Jalannya birokrasi pemerintahan sangat dipengaruhi oleh berbagai perubahan tersebut.  Berbagai aturan baku yang semula menjadi pedoman utama dikikis habis begitu penguasa baru bercokol.  Budaya organisasi pun bergeser tanpa arah yang pasti, sehingga penggantian pejabat setingkat menteri saja bisa mengubah segalanya.  Padahal yang dilakukan tidak berjalan lama karena harus diganti dengan pejabat baru yang juga membawa ide untuk membuat aturan baru. 
           
3.1.            Budaya Organisasi
            Sebelum jauh melangkah maka alangkah baiknya apabila kembali dulu ke pokok permasalahan, budaya organisasi.  Berbagai pengertian tentang budaya dan organisasi serta budaya organisasi telah banyak dikemukakan para ahli, beberapa diantaranya dikutip pada tulisan ini.
            Pengertian tentang budaya sudah menarik perhatian para ahli sejak pertengahan abad XX.  Bahkan salah satu diantaranya Kroeber dan Kluckhohn (1952) menemukan 164 macam definisi tentang budaya (Tika, 2008). 
            Dalam buku yang sama dijelaskan bahwa beberapa ahli menguraikan pengertian tentang budaya lebih gamblang, diantaranya :
    1. Edward Burnett yang menyatakan bahwa budaya mempunyai pengertian teknografis yang luas meliputi ilmu pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan berbagai kemampuan dan kebiasaan lainnya yang didapat sebagai anggota masyarakat.
    2. Robert G. Owen mengartikan budaya sebagai suatu sistem pembagian nilai dan kepercayaan yang berinteraksi dengan orang dalam suatu organisasi, struktur organisasi, dan sistem kontrol yang menghasilkan norma perilaku.
    3. Edgar H. Schein mendefinisikan budaya sebagai suatu pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan atau dikembangkan oleh kelompok tertentu sebagai pelajaran untuk mengatasi masalah adaptasi ekternal dan integrasi internal yang resmi dan terlaksana dengan baik dan oleh karena itu diajarkan/diwariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat memahami, memikirkan dan merasakan terkait dengan masalah-masalah tersebut.

            Dari beberapa pengertian di atas dapat diketahui bahwa budaya mengandung dari unsur-unsur :
  1. Ilmu pengetahuan
  2. Kepercayaan
  3. Seni
  4. Moral
  5. Hukum
  6. Adat istiadat
  7. Perilaku/kebiasaan (norma) masyarakat
  8. Asumsi-asumsi dasar
  9. Sistem nilai
  10. Pembelajaran/pewarisan
  11. Masalah adaptasi eksternal dan intergrasi internal serta cara mengatasinya.

            Sementara itu, pengertian tentang organisasi juga tidak kalah banyaknya.  Beberapa diantaranya dikemukakan para ahli organisasi sebagai berikut :
  1. J. R. Schermerhorn menyatakan bahwa organisasi adalah kumpulan orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.
  2. Chester J. Bernard mendefinisikan organisasi sebagai kerjasama dua orang atau lebih, suatu sistem dari aktivitas-aktivitas atau kekuatan-kekuatan perorangan yang dikoordinasikan secara sadar.
  3. Philip Selznick mengartikan organisasi sebagai pengaturan personil guna memudahkan pencapaian beberapa tujuan yang telah ditetapkan melalui alokasi fungsi dan tanggungjawab.

            Berdasarkan ketiga pengertian organisasi di atas maka dapat diketahui bahwa organisasi tediri dari unsur-unsur :
  1. Kumpulan dua orang atau lebih
  2. Kerjasama
  3. Tujuan bersama
  4. Sistem koordinasi kegiatan
  5. Pembagian tugas dan tanggungjawab personil

            Paduan antara budaya dan organisasi yang dikenal sebagai budaya organisasi dijelaskan oleh beberapa ahli sebagai berikut :
  1. Peter F. Drucker mengartikan budaya organisasi sebagai pokok penyelesaian masalah-masalah eksternal dan internal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok yang kemudian diwariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan, merasakan terhadap masalah-masalah terkait seperti di atas.
  2. Phiti Sithi Amnuai menggambarkan budaya organisasi sebagai seperangkat asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggota-anggota organisasi, kemudian dikembangkan dan diwariskan guna mengatasi masalah-masalah adaptasi eksternal dan masalah integrasi internal.

            Kedua pendapat para ahli itu menyuratkan secara gamblang bahwa dalam budaya organisasi terdapat beberapa unsur penting, yaitu :
  1. Asumsi dasar yang dapat berfungsi sebagai pedoman bagi anggota maupun kelompok dalam organisasi untuk berperilaku.
  2. Keyakinan yang dianut dan dilaksanakan oleh para anggota organisasi.  Keyakinan ini mengandung nilai-nilai yang dapat berbentuk slogan atau motto, asumsi dasar, tujuan umum organisasi, filosofi usaha atau prinsi-prinsip menjelaskan usaha.
  3. Pemimpin atau kelompok pencipta dan pengembangan budaya organisasi.
  4. Pedoman mengatasi masalah adaptasi eksternal dan masalah integrasi internal.  Keduanya dapat diatasi dengan asumsi dasar dan keyakinan yang dianut bersama anggota organisasi.
  5. Berbagi nilai terhadap apa yang paling diinginkan atau apa saja yang lebih baik atau berharga bagi seseorang.
  6. Pewarisan asumsi dasar dan keyakinan kepada anggota-anggota baru dalam organisasi sebagai pedoman untuk bertindak dan berperilaku.
  7. Penyesuaian anggota kelompok terhadap peraturan dan norma yang berlaku dalam organisasi serta adaptasi arganisasi terhadap perubahan lingkungan.

            Sementara Djatmiko (2004) menjelaskan bahwa budaya organisasi tampil dalam 10 (sepuluh) karakteristik :
  1. Inisisatif perseorangan, tampil dalam bentuk tingkatan tanggungjawab, kebebasan dan ketidakterikatan yang dimiliki seseorang.
  2. Toleransi atas resiko, tampil dalam bentuk peluang dan dorongan terhadap personil untuk bersikap agresif, inovatif dan berarti mengambil resiko.
  3. Pengarahan, yaitu tingkat kemampuan organisasi dalam menciptakan sasaran dan performance yang diharapkan secara jelas.
  4. Integrasi, yaitu tingkatan keadaan yang menunjukkan bahwa unit-unit dalam organisasi didorong untuk bekerja secara koordinat.
  5. Dukungan manajemen, yaitu tingkat dukungan yang jelas dari para manajer terhadap bawahannya dalam hal komunikasi, bimbingan dan dukungan.
  6. Pengendalian, yaitu sejumlah ketentuan, aturan dan sejumlah supervisi langsung yang digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku para pegawai.
  7. Bukti diri, ialah tanda keanggotaan suatu organisasi yang lebih menunjukkan keterikatan pada suatu organisasi secara keseluruhan, bukan pada suatu unit atau profesi tertentu.
  8. Sistem imbalan, ialah tingkat alokasi imbalan (salaris, promosi) berdasarkan kriteria kinerja personil sebagai lawan dari berdasarkan kriteria seniority, favouritism dan sebagainya.
  9. Toleransi konflik, yaitu tingkat keterbukaan bagi pegawai untuk menghembuskan konflik dan kritik.
  10. Pola komunikasi, yaitu tingkatan jaringan komunikasi organisasi terhadap hirarki otoritas formal.

            Salah satu aplikasi dari budaya organisasi adalah budaya yang diterapkan pada berbagai perusahaan atau lebih dikenal sebagai budaya perusahaan.  Pembentukan budaya perusahaan ternyata ada kaitan erat dengan manajemen yang diterapkan.  Oleh karena itu, pendekatan manajemen merupakan unsur penting yang menjadi cikal-bakal terbentuknya suatu budaya organisasi.
            Pada tulisan ini diuraikan 5 (lima) pendekatan manajemen yang selama ini dikenal, yaitu pendekatan proses, pendekatan perilaku, pendekatan kuantitatif, pendekatan sistem dan pendekatan contigency dalam aplikasinya di berbagai organisasi.

3.2.            Dekat Tapi Jauh
            Untuk memudahkan pengertian maka para ahli sering memilah-milah suatu ilmu yang sesungguhnya hanya satu menjadi bagian-bagian kecil yang mudah dipahami.  Dalam hal pendekatan manajemen saja misalnya, bagian kecil dari ilmu manajemen ini dipilah lagi sedemikian rupa.
            Upaya penyempitan pengertian yang dilakukan para ahli manajemen sering memerangkapkan diri mereka sehingga sesuatu yang sesungguhnya sangat dekat diupayakan pemisahannya, menjadi jauh satu dengan yang lain.  Demikian halnya dengan upaya pendekatan manajemen yang dilakukan untuk pengambian keputusan, segelontor pendekatan dipisah satu dengan yang lain dengan harapan menjadi jelaslah jalan yang harus ditempuh ketika sebuah keputusan manajemen diambil.
            Namun tidak dapat dipungkiri bahwa sebagai bagian dari ilmu sosial ke-lima cara pendekatan manajemen ini pun sering tidak jelas batas-batasnya satu dengan yang lain.  Oleh karena itu berbagai kerancuan sering terjadi, ketika satu orang berpendapat bahwa yang dilakukan sebuah organisasi adalah pendekatan proses misalnya, maka bukan tidak mungkin para ahli yang lain tidak menyetujuinya karena cenderung ke pendekatan manajemen kuantitatif dengan berbagai data dan analisis fakta pendukungnya.       Pertentangan satu dengan yang lain ini sering menjadi tidak jelas dan lenyap dengan sendirinya.
            Namun demikian, sebagai makhluk yang tidak pernah puas, para ahli terus berusaha dengan berbagai cara agar ketidakjelasan menjadi jelas dengan cara memisahkan satu pendekatan manajemen dengan yang lain.  Berdasarkan berbagai data dan fakta, banyak asumsi dan berbagai anggapan dijadikan senjata untuk menjauhkan satu dengan lainnya.
            Dekat tetapi jauh !!!

3.3.            Pendekatan Proses
Dalam ilmu manajemen yang berkembang saat ini, pendekatan proses disebut juga sebagai pendekatan klasik, pendekatan fungsional, pendekatan operasional, pendekatan universal atau bahkan pendekatan tradisional.  Keklasikannya inilah yang menyebabkan manajemen proses relatif paling luas penerapannya.
Konsep dasar pendekatan proses pada dasarnya adalah teori manajemen yang sudah lama dicetuskan dan sampai sekarang tidak jauh bergeser.  Misalnya pendapat Henry Fayol yang menyatakan terdapat lima fungsi manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pemberian perintah, koordinasi dan pengawasan.
Pendapat beberapa ahli lain juga sebenarnya secara prinsip tidak jauh berbeda satu dengan yang lain, perbedaanya terletak pada penekanan dan perincian saja.  Sebagai contoh Luther Gullick menguraikan fungsi manajemen sebagai POSDCORB, yang merupakan kependekan dari Planning (perencanaan), Organizing (pengorganisasian), Staffing (penyusunan staf), Directing (pengarahan), Coordinating (pengkoordinasian), Reporting (pelaporan) dan Budgetting (penganggaran).
Organisasi pemerintahan maupun bisnis banyak yang menerapkan pendekatan ini untuk mencapai budaya organisasi yang dikehendakinya.  Sebut saja misalnya Pemeriintah Kabupaten Indramayu adalah salah satu organisasi yang menerapkan pendekatan proses.  Demikian juga pemerintahan di Indonesia khususnya dan dunia pada umunya menerapkan pendekatan ini.
Berbagai kegiatan baik dalam personal, interpersonal maupun operasional di Pemerintah Kabupaten Indramayu direncanakan sedemikian rupa mengacu kepada peraturan dan perundangan yang berlaku.  Bupati yang sekarang memimpin diwajibkan menyusun visi dan misi ketika dalam proses pencalonan menuju kursi penguasa tertinggi di daerah ini. 
Visi dan Misi yang telah disusun kemudian dikemukakan sebagai janji kepada masyarakat dan menjadi catatan hutang para birokrat yang nantinya akan menjadi tenaga pembantu Bupati dalam menjalankan tugasnya.   Tidak mengherankan jika ketika Bupati dilantik maka berjejer para penagih janji.  Terlepas dari berapa pun nilainya, sesuai atau tidak dengan proposal sebelumnya.
Dengan didukung oleh pengalaman dan kelengkapan data yang memadai maka Visi dan Misi tersebut digodog lebih lanjut menjadi sebuah Rencana Strategis yang berlaku lima tahun selama menjabat kedua posisi penting tersebut.  Rencana strategis pun dijabarkan program pelaksanaannya dalam rencana tahunan.  Kemudian berbagai perencanaan lebih detail disusun masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah.  Sebagai bagian dari pemerintahan yang menjalankan konsep bottom-up maka usulan instansi terkait ditampung dan diproses lebih lanjut dengan koordinator Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda).
Sebagai pelaksana perencanaan yang disusun telah tersedia berbagai organisasi yang pembentukannya tergantung kepada kebutuhan Pemerintah Kabupaten.  Dalam rangka menjalankan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741) dibentuk seperangkat organisasi birokrasi.
Sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Indramayu Nomor 7 Tahun 2008 tentang Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD Kabupaten Indramayu, maka dibentuklah seperangkat organisasi dari Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD.  Sekretariat Daerah dipimpin oleh Sekkretaris Daerah yang membawahi 3 (tiga) pejabat eselon II, 11 pejabat eselon III dan 33 pejabat eselon IV serta para staf pelaksana.  Sedangkan Sekretaris DPRD merupakan pemimpin Sekretariat DPRD, membawahi 3 (tiga) pejabat eselon III dan 8 (delapan) pejabat eselon IV serta staf pelaksana.
Peraturan Daerah Kabupaten Indramayu Nomor 8 Tahun 2008 tentang Dinas Daerah Kabupaten Indramayu membagi pelaksana teknis pemerintahan di Kabupaten Indramayu terdiri dari 15 (lima belas) Dinas, yaitu Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika, Dinas Bina Marga, Dinas Cipta Karya, Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air, Pertambanagan dan Energi, Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Pendapatan, Pengelolaan keuangan dan Aset Daerah, Dinas kependudukan dan Catatan Sipil, Dinas Kehutanan dan Perkebunana, Dinas Pertanian dan Peternakan serta Dinas Perikanan dan Kelautan.
Dinas dipimpin oleh Kepala Dinas (eselon II) yang membawahi antara 3 – 5 pejabat eselon III dan 7 – 15 pejabat eselon IV serta para staf pelaksana.  Gemuk dan kurusnya organisasi tergantung kepada potensi dan kebutuhan daerah.  Namun tidak menutup kemungkinan kalau penyusunan struktur organisasi ini diwarnai oleh berbagai kepentingan baik individu maupun kelompok dengan memanfaatkan kualitas DPRD yang relatif rendah.
Sementara itu Peraturan Daerah Kabupaten Indramayu Nomor 9 Tahun 2008 tentang Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja mengatur dibentuknya berbagai lembaga seperti : Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Badan Kepegawaian Daerah, Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat, Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana, Badan Penanaman Modal dan Perizinan, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian, Kantor Arsip dan Perpustakaan, Kantor Lingkungan Hidup, Rumah Sakit Umum Daerah Indramayu, Rumah Sakit Umum Daerah Pantura M. A. Sentot Patrol dan Satuan Polisi Pamong Praja.
Kepala Badan adalah pejabat eselon II yang membawahi 3 – 5 pejabat eselon III dan 7 – 15 eselon IV serta pelaksana.  Sedangkan kepala Kantor dan Satuan Polisi Pamong Praja adalah pejabat eselon III yang membawahi 3 pejabat eselon IV dan para pelaksana yang membantunya.
Peraturan Daerah Kabupaten Indramayu Nomor 10 Tahun 2008 tentang Kecamatan dan Kelurahan di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Indramayu, mengatur tentang terbetuknya struktur organisasi di 31 kecamatan dan 8 Kelurahan.
Pimpinan kecamatan disebut Camat (eselon III/a) yang membawahi Sekretaris (eselon III/b), dan 7 pejabat eselon IV serta pelaksana.  Sedangkan Kelurahan dipinpin Lurah (eselon IV/a) yang membahi 4 pejabat eselon IV/b dan para pelaksana yang membantunya.
Dengan organisasi yang tertata sdemikian rupa maka diharapkan berbagai perencanaan dapat dibuat dan dilaksanakan dengan baik dan benar dengan tujuan yang sama, yaitu mencapai Visi Kabupaten Indramayu, “Terwujudnya Masyarakat Indramayu yang Religius, Maju, Mandiri dan Sejahtera” atau biasa disebut sebagai INDRAMAYU REMAJA.
Sementara itu sebagai fungsi kontrol dari pelaksanaan berbagai program adalah Inspektorat yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Indramayu Nomor 9 Tahun 2008 tentang Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Indramayu sebagaimana diuraikan di atas.
 Inspektorat mempunyai tugas pokok melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah, peleksanaan pembinaan atas penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan pelaksanaan urusan Pemerintahan Desa.  Sementara itu, fungsinya adalah sebagai berikut :
d.                  Perencanaan program pengawasan
e.                   Perumusan kebijakan dan fasilitasi pengawasan
f.                   Pemeriksaan, pengusutan, pengujian dan penilaian tugas pengawasan
g.                  Pelaksanaan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
h.                  Pelaksanaan pengawasan teknis administratif ketatausahaan
i.                    Pelaksanaan kegiatan lain dalam rangka pengawasan sesuai kebijakan Bupati.
Empat prinsip pendekatan klasik yang penting sangat jelas dalam sturktur organisasi Pemerintah Kabupaten Indramayu, sehingga akan terbentuk budaya organiasi yang menunjukkan adanya  :
a.                   Kesatuan perintah
b.                  Persamaam wewenang
c.                   Rentang kendali yang terbatas
d.                  Delegasi pekerjaan-pekerjaan rutin.
Tata organisasi di atas dalam pelaksanaannya bukan saja menggunakan pendekatan proses melulu tetapi juga berbagai pendekatan lain yang secara administratif tidak tampak tetapi dari luar sangat kelihatan dominasinya.  Dalam proses pembentukan budaya organisasi tersebut  terdapat unsur pendekatan perilaku, banyak pendekatan sistem dan pendekatan contigency juga mewarnai.

3.4.            Pendekatan Perilaku
Para ahli manajemen yang lain berpendapat bahwa sekalipun tatanan sudah tersususun sedemikian rupa namun keberhasilan setiap organisasi dalam mencapai tujuannya sangat ditentukan oleh yang manusia menjalankannya.  Oleh karena itu diperlukan pendekatan yang lebih memanusiakan manusia.
Sudut pandang sosiologis dan psikologis merupakan faktor yang perlu diperhatikan karena manusia adalah makhluk sosial, sehingga hubungan sosial harus menjadi titik sentral.  Perikehidupan manusia bukanlah eksakta yang kebenarannya saklek dan tidak dapat diganggu gugat.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pendekatan proses yang sudah sedemikian lama bercokol ternyata tidak selalu menghasilkan efisiensi produksi.  Keharmonisan kerja terabaikan karena manusia dipandang sebagai “mesin kerja” yang harus menjalankan tatanan tanpa perlu berinteraksi satu dengan yang lainnya, kecuali yang memang sudah digariskan dalam aturan.  Pengekangan ini bukan hanya mematikan kreativitas tetapi juga menumbuhkan sifat pemberontak secara bertahap.
Tidak mengherankan apabila ketika revolusi industri telah mencapai kejenuhannya maka diakhiri dengan penjungkirbalikan kesuksesan berbagai industri yang tetap memperlakukan para pekerjanya sebagai mesin penghasil mata uang.  Sementara itu, perusahaan lain yang bermetamorfosa menjadi lebih memanusiakan manusia semakin tumbuh dan berkembang.
Perilaku dan moral manusia di dalam setiap organisasi ternyata sangat menentukan jalannya organisasi dalam mencapai tujuannya.  Hal ini tentu masuk akal karena tata organisasi adalah benda mati kreasi manusia, sementara manusia adalah ciptaan Tuhan.  Pembandingan penciptaan karya keduanya tentu bukanlah harus dilakukan tetapi sekedar memberi gambaran bahwa perilaku dan moral jauh lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan karya manusia yang sering diterapkan secara tidak manusiawi.
Beberapa perusahaan modern yang menerapkan pendekatan perilaku sebagai faktor penentu keberhasilannya, antara lain SIA (Singapore Airlines) yang di kalangan tertentu dikenal sebagai Singapore’s Girl !
Perusahaan penerbagan pecahan dari Malaysia Airlines yang dipimpin                         Dr. Cheong Choong Kong, ini menerapkan pendekatan manajemen yang sangat manusiawi.  Lapisan pekerja yang paling bawah pun dapat mengambil satu tindakan jika terjadi pelanggaran terhadap core values yang ada.  Penghargaan yang sangat memanusiakan manusia di level manapun berada merupakan faktor penentu sukses para karyawannya dalam mensukseskan tujuan perusahaan.
Dengan demikian setiap pekerja di Singapore Airlines, mulai dari kalangan terbawah sampai yang tertinggi mempunyai hak yang sama, mengontrol dan dikontrol atau saling mengontrol perilaku masing-masing.  Pendekatan yang sangat manusiawi ini telah menumbuhkan keakraban tersediri diantara para karyawan dan menghasilkan kinerja yang sangat tinggi di perusahaan penerbagangan tersebut.

3.5.            Pendekatan Kuantitatif
Pendekatan kuantitatif dikenal juga sebagai management science atau operations research.  Pendekatan ini memandang manajemen dari perspektif model matematis dan proses kuantitatif. 
Menurut pendekatan kuantitatif maka masalah manajemen dapat dirumuskan dan dijabarkan dalam berbagai bentuk model matematis dan kemudian dianalisa serta dipecahkan dengan menggunakan bebagai teknik dan metode kuantitatif untuk memperoleh hasil optimum.  Melalui pendekatanan masalah manajemen dianalisa secara logis dan kemudian dikembangkan berbagai alternatif pemecahannya.
Di saat segala sesuatu harus dapat dipertanggungjawabkan secara logika dan matematis maka pendekatan ini menjadi cocok diterapkan.  Namun demikian sebagai ilmu sosial ternyata tidak semuanya dapat ditransfer secara tepat dalam rumusan matematis.  Diperlukan berbagai percobaan dari penerapan manajemen dalam waktu lama untuk menghasilkan suatu formula umum.
Beberapa perusahaan multi-nasional telah menerapkan formula matematis dalam menetukan keputusan bisnisnya.  Misalnya, TOYOTA selalu berdampingan dengan Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPPM FE UI) sebelum meluncurkan produk mobil barunya.
Berdasarkan berbagai faktor internal maupun eksternal termasuk perkembangan ekonomi secara global, LPPM FE UI memberikan advice untuk segera meluncurkan Toyota Soluna dalam jumlah tertentu.  Sedan murah ini cukup menyedot perhatian masyarakat.  Harga murah yang umumnya identik dengan kualitas dan penampilan yang kurang terpatahkan.  Penjualan Soluna tidak meleset dari ramalan, kalau tidak dikatakan sangat akurat.
Iklan tak resmi dari konsumen ke konsumen membuat permintaan Soluna membludak.  Bahkan untuk mengerem terjadinya bahaya yang ditimbulkan akibat serudukan penjualan Soluna terhadap produk mobil lainnya maka Toyota terpaksa harus menyetop penjualan mobil sedan tersebut kecuali untuk angkutan umum seperti Taxi.
Sepertinya hal tersebut pun sudah termasuk dalam perhitungan yang dilakukan para ahli statistik dari lembaga tersebut.  Jauh-jauh hari pihak konsultan manajemen telah menyajikan presentase hasil perhitungan para ahli statistiknya bahwa akan terjadi perbaikan kondisi ekonomi di beberapa kalangan yang berbanding lurus dengan keinginan mereka untuk memiliki kendaraan yang nyaman namun relatif tidak merogoh kocek baik dari segi harga ataupun biaya operasionalnya. 
Angka-angka matematis yang dikemas dalam bahasa sosial serta tampilan rumit grafik dan tabel eksakta disajikan dalam bentuk yang menarik menjadikan hasil analisis statistik menjadi konsumsi ringan yang mudah dimengerti semua pihak.  Tentu saja penyederhanaan bentuk penyajian ini tidak mengurangi makna yang tertera di ribuan lembar kertas kerja analisis mentahnya.
Kasus Soluna di atas baru merupakan salah satu kerjasama yang dilakukan antara perusahaan dengan lembaga manajemen yang menganalisis segala faktor internal maupun eksternal dalam pengambilan keputusan.
Sungguh tidak semua orang berpikir bahwa warna mobil yang dijual di suatu daerah berbeda satu dengan yang lainnya.  Toyota pun mendekati LPPM FE UI untuk menganalisis kecenderungan permintaan masyarakat awam yang ternyata lebih mengutamakan warna dari pada merek mobil atau pun negara produsennya.
Tidak mengherankan apabila penjualan mobil pribadi Toyota di Sumatera Barat misalnya sangat dominan.  Di jalanan seakan hanya mobil Jepang yang satu ini saja yang dipakai masyarakat.  Tentu diluar jangkauan pemikiran masyarakat umum kalau ternyata bukan hanya merek mobil yang sama tetapi juga warnanya yang hampir semua merah hati. 
Di jalanan Sumatera Barat memang hampir dapat dikatakan hanya terdapat dua warna kendaraan, merah hati dan warna lainnya.  Kendaraan umum, mulai dari angkutan kota sampai taxi umumnya berwarna-warni.  Sedangkan lebih dari 80 prosen mobil pribadi berwarna merah hati. 
Masyarakat cenderung memilih warna merah hati tidak terlepas dari falsafah hidup orang Minangkabau yang diaktualisaikan dalam pagar rumah gadangnya yang berwarna merah hati.  Ketidakberanian mereka memakai warna selain merah hati cukup beralasan, takut dianggap mobil umum.
Ketajaman Toyota dalam mengakses fanatisme primordial di Ranah Minang pun tidak lepas dari hasil analisa kuantitatif konsultan manajemen sebelum keputusan diambil.
Di bidang perbankan, manajemen Bank Rakyat Indonesia merasa perlu menyesuaikan dengan perkembangan zaman dalam melaksanakan pelayanan kepada nasabahnya.  Direktur utamanya saat itu, Dr. Djokosantoso Moeljono melakukan penelitian tentang Budaya Korporat yang dapat meningkatkan kinerja staf dan memuaskan pelayanan.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa keberhasilan suatu korporat dalam mencapai tujuannya ternyata tidak lagi hanya ditentukan oleh keberhasilan implementasi prinsip-prinsip manajemen seperti planning, organizing, leading, controlling saja.  Ada faktor lain yang tidak tampak, yang lebih menentukan berhasil-tidaknya organisasi mencapat tujuannya, menentukan apakah manajemen dapat diimplementasikan atau tidak.  Faktor tersebut adalah budaya organisasi.  Keunggulan organisasi ditentukan oleh unggul tidaknya budaya organisasi yang dimiliki.
Berbagai budaya yang selama ini menjadi kekuatan di BRI, seperti integritas, profesionalisme, keteladanan dan penghargaan paa SDM diteliti secara seksama.  Dengan metoda tertentu diperoleh angka-angka statistik yang menunjukan bahwa beberapa budaya perusahaan ternyata sangat dominan membentuk budaya korporat, sebaliknya faktor keteladanan ternyata tidak dominan pengaruhnya baik terhadap keselarasan dengan nasabah, kemampuan mengatasi masalah-masalah nasabah, kepuasan nasabah, karyawan yang bermutu dan mampu diberdayakan serta peninkatan mutu, jasa danproses.  Satu-satunya budaya korporat yang dipengaruhi oleh keteladanan adalah etos kerja.
Oleh karena itu, berdasarkan data-data tersebut di atas maka dalam rangka mentranformasi organisasi yang dipimpinnya, Dr. Djokosantoso Moeljono mengambil langkah yang tepat.  Bukan dengan mengutamakan keteladanan tetapi meningkatkan integritas dan memberi penghargaan yang lebih patut kepada SDM-nya.  Peningkatan profesionalisme juga dilaksanakan tetapi karena berdasarkan data pengaruhnya hanya sepertiga dari kedua faktor tersebut maka porsinya pun tidak terlalu tinggi. 
Sebaliknya masalah keteladanan yang secara kasat mata sangat besar pengaruhnya, ternyata hampir tidak berdampak kecuali masalah keteladanan dalam meningkatkan etos kerja. 
Hasil keputusan yang berdasarkan penelitian ilmiah ini diterapkan secara optimal sehingga akhirnya BRI menjadi bank yang tidak masuk “ICU”  ketika bangsa Indonesia secara keseluruhan dilanda krisis.  BRI pu menjadi bank yang berhasil mentransformasi diri dari bank yang hanya menyalurkan kredit bersubsidi ke bank yang berbasiskan market-mechanism, tanpa meninggalkan nasabah utamanya, pengusaha menengah dan kecil di seluruh pelosok Indonesia, khususnya di pedesaan.
Contoh-contoh di atas menunjukan bahwa pengambilan keputusan manajemen menggunakan angka-angka kuantitatif merupakan cara yang efektif untuk mencapai tujuan.  Pendekatan kualitatif yang dikuantitatifkan akan memudahnya dalam menentukan berbagai pilihan alternatif keputusan yang diambil. 
Pendekatan kuantitatif menjadikan hasil-hasil metode kualitatif yang tidak terukur menjadi sangat jelas perpedaaanya satu dengan yang lain, sehingga keputusan segera dapat diambil dengan cara yang cepat dan hasil yang tepat.

3.6.            Pendekatan Sistem
Pendekatan sistem menekankan pada adanya saling keterkaitan dan ketergantungan bagian-bagian organisasi sebagai satu kesatuan yang utuh.  Cara pandang terhadap organisasinya adalah secara keseluruhan dan juga memandang organisasi sebagai bagian dari lingkungan eksternal secara luas.
Oleh karena itu dikenal pendekatan sistem terbuka dan sistem tertutup.  Padangan pertama mempertimbangan kekuatan faktor lingkungan eksternal dalam mempengaruhi organisasi, sebaliknya pendekatan sistem tertutup menganggap bahwa organisasi adalah sebuah kekuatan yang utuh dan dapat berdiri sendiri tanpa dipengaruhi oleh pihak luar sama sekali.
Pendekatan sistem tertutup memusatkan pada hubungan dan konsistensi internal yang dicerminkan oleh prinsip-prinsip seperti kesatuan perintah, rentang kendali serta persamaan wewenang dan tanggungjawab.  Pengaruh lingkungan yang sesungguhnya sedemikian besar, diabaikan.
Pendekatan sistem terbuka pada dasarnya sama dengan pendekatan sistem tertutup yang memandang organisasi sebagai satu kesatuan yang utuh.  Perbedaannya hanyalah pada adanya pertimbangan pengaruh lingkungan eksternal organisasi yang sedemikian besar pengaruhnya namun tidak menghubungkan secara fungsional dengan konsep dan teknik manajemen yang mengarahkan pencapaian tujuan.
            Sistem komando di dunia militer adalah salah satu contoh pendekatan sistem tertutup.  Berdasarkan struktur organisasi yang sudah dibakukan, suatu bagian merupakan bagian integral yang tidak akan terpisahkan dari yang lain.  Kelemahan di salah satu bagian akan menjadi penghambat atau bahkan penghancur visi yang ditetapkan sebelumnya.  Derap langkah sudah diatur sedemikian rupa sehingga pada titik tertentu terjadi pertemuan yang sinergi satu dengan yang lain.
            Dalam mencapai sebuah visi, maka tujuan akhir adalah segalanya.  Faktor lingkungan dipandang sebelah mata kalau tidak dibilang diabaikan.  Pendekatan yang berorientasi tujuan ini bukan hanya mengesampingkan lingkungan tetapi juga individu anggota militer harus mengorbankan prinsip-prinsip pribadinya.
            Perusahaan multinasional yang dibentuk dengan pendekatan sistem tertutup misalnya UPS.  Perusahaan yang bergerak dibidang jasa pengiriman paket ini menerapkan sistem perusahaan yang disusun oleh para ahlinya untuk dijadikan pedoman bagi semua awak perusahaan.
            Tim pembuat aturan adalah orang-orang pilihan dengan keahlian sesuai dengan bidang masing-masing.  Berkeahlian dan kemampuan relatif tinggi.  Aturan perusahaan sangat lengkap, bukan sekedar aturan jam kerja ataupun hak dan kewjiban karyawan seperti umumnya perusahaan.  Derap langkah pembawa paket, dengan tangan mana harus dibawa, dan aturan yang menurut perusahaan lain dianggap sepele atau bahkan dianggap sudah menjadi bawaan masing-masing manusia, di UPS segalanya diatur secara tertulis.
            Aturan tertulis merupakan bagian dari materi training karyawan yang harus dipatuhi dan dijalankan bukan hanya pada saat berada di ruang pelatihan tetapi juga nanti penerapannya di lapangan.  Apapun yang terjadi di lingkungan, tertawaan dan cemooh, bukanlah sesuatu yang harus dipikirkan.  Prosesudru perusahaan adalah segalanya kecuali kalau ingin segera hengkang dari UPS.
            Manajemen IBM juga tidak kalah ketat dalam menjalankan roda perusahaannya.  Pasukan garis biru, sebutan pekerja IBM, akan mengawali kerja di sana dan akan mengakhirinya di perusahaan komputer itu.  Watson, Sr, sang pendiri memang telah menetapkan kewajiban seorang karyawan dengan segala aturan yang harus diterapkan secara ketat.  Perusahaan pun akan mengikat mereka untuk mendapat jaminan kerjaan seumur hidup, tanpa harus takut terkena PHK atau jenis sanksi lainnya yang berbuntuk pemutusan hubungan kerja.
            Balai latihan IBM sangat terkenal keberhasilannya membentuk karyawan bermental baja yang sangat patuh dan taat pada aturan.  Tanpa pandang bulu, mereka mempunyai kesempatan yang sama untuk duduk di posisi puncak.  Tentu saja melalui berbagai ujian dan tantangan yang tanpa sengaja merupakan penilaian menuju titik tertinggi.
            Pada tahun 1994 terjadi perubahan yang sangat mendasar, Watson Jr, pewaris tahta kerajaan IBM ternyata membuka diri terhadap pengaruh luar.  Bukan ketidakpercayaan terhadap para calon pengganti CEO yang telah dididik secara maksimal di lembaga bergengsi ini, tetapi disadari bahwa menilai diri sendiri adalah sangat sulit dan jauh lebih sulit daripada melihat pihak luar yang segalanya tampak gamblang dan jelas.  Menurut adegium lama, “semut di seberang pulau tampak jelas, gajah di pelupuk mata tak kelihatan”.
            Adalah Lou Gerstner, tiba-tiba menjadi CEO IBM yang baru, menggantikan Watson, Jr.  Semua terperanjat, termasuk para kandidat CEO yang semula taat dan patuh terhadap pinpinan.  Calon CEO yang sudah sedemikian lama bergabung tiba-tiba harus hengkang dari rumah dinas dengan berbagai alasan tersendiri.  Sungguh menyakitkan memang, IBM mengangkat CEO dari perusahaan yang lain dengan komoditi yang sama sekali berbeda. 
            Keterbukaan, masuknya unsur lain ini ditantang semua pihak, apalagi dengan aturan yang dinilai kontraversial dengan sistem yang sudah ada sebelumnya.  PHK, pensiun muda dan berbagai cara pengurangan pegawai diterapkan.  Berbagai jenis usaha yang tidak menguntungkan ditutup, dijual atau dagabungkan satu dengan yang lain.
            Kalaulah Watson, Sr masih ada tentu akan membombardir habis keputusan orang baru itu dan memilih menjalankan prosedur tetap yang selama puluhan tahun diterapkan sekalipun IBM terus mengalami kemunduran.  Sungguh diluar dugaan, keputusan ekstrim ini justeru membawa IBM secara signifikan menembus pasar yang telah direbut para pesaing.
             
3.7.            Pendekatan Contigency
Pendekatan contigency dimaksudkan untuk menjembatani apa yang ada di antara teori dan praktek.  Disamping itu juga dimasukan variabel lingkungan dalam analisisnya karena perbedaan kondisi lingkungan kan memerlukan aplikasi konsep dan tenik manajemen yang berbeda-beda.
Pendekatan contigency muncul karena ketidak puasan atas anggapan keuniversalan dan kebutuhan untuk memasukkan berbagai variable lingkungan ke dalam teori dan praktek manajemen.
Salah satu contoh sudah dikemukakan di muka, tentang pilihan warna masyarakat Minangkabau yang diakomodir oleh Toyota.  Ternyata pengaruh budaya lokal yang sudah tertanam dalam-dalam di benak masyarakat Sumatera Barat membuat mereka tergiring dalam satu pilihan warna, merah hati.
Bukan berarti tidak ada kendaraan warna lain, tetapi kendaraan pribadi yang  dimiliki mereka supaya tidak diberhentikan masyarakat di tengah jalan karena dianggap angkutan umum adalah merah hati.  Merah tua, biru, biru muda, hijau dan aneka warna yang lain dengan berbagai variasi dan asesorisnya adalah ciri khas kendaraan umum.
Contoh paling nyata adalah ketajaman manajemen Indomobil dalam rangka memasarkan Suzuki yang sulit dijual kepada masyarakat karena berbagai kelemahan.  Boros bensin, tenaga kurang terutama pada saat jalan menanjak, harga relatif tinggi dan berbagai alasan lainnya disiasati oleh manajemen dengan mengeluarkan produk sepeda motor A100 berwarna kuning.
Pemerintah Orde Baru yang identik dengan warna kuning adalah konsumen utama dan mungkin juga satu-satunya dari motor boros ini.  Sudah menjadi agenda rutin APBN untuk mengalokasikan pembelian sepeda motor warna kuning selama beberapa tahun. 
Dengan satu konsumen utama saja, yaitu Pemerintah, Suzuki cukup eksis di persaingan persepedamotoran saat ini.  Honda dan Yamaha sempat gigit jari, namun demikianlah lingkungan telah memberi peluang hidup kepada Suzuki untuk turut meraup rezeki di persaingan kendaraan roda dua yang relatif ketat.
Perlu dicatat bahwa Suzuki sudah sangat terpuruk karena produk dua taks-nya tidak mampu bersaing dengan produk Yamaha dalam merebut hati pelanggan.  Yamaha relatif mudah pemeliharaannya, tenaganya juga dapat diandalkan sekalipun di jalan bergelombang.  Persaingan dengan Honda yang empat taks sungguh bukanlah persaingan yang dapat disetarakan.  Jauh di depan!
Kasus sepeda motor yang lain terjadi ketika secara tiba-tiba Yamaha menyodok dari belakang raksasa roda dua yang sudah puluhan tahun bertengger di atas angin, Honda.  Tahun 2008 tiba-tiba Yamaha mengumumkan diri bahwa produk barunya, Yamaha Mio sudah menembus penjualan 500.000 unit.  Jumlah yang fantastis, karena motor kecil ini baru diluncurkan beberapa bulan sebelumnya.
Lebih mengherankan lagi karena produsen motor yang semula mengkhususkan pada mesin 2T ini menyatakan diri sebagai penjual kendaraan roda dua terunggul di Indonesia.  Seperti kebakaran jenggot Honda meluncurkan produk saingan Honda Beat, tetapi tetap tidak menggoyahkan sekalipun dilengkapi dengan dua keunggulan, lebih hemat bahan bakar dan standarnya yang otomatis.
Kejar-kejaran Honda vs Yamaha sebenarnya sudah berulan kali terjadi, sebagai raja pasar Honda terkadang lalai.  Kurang kreatif dan inovasi atau mungkin cuma kelambatan dalam peluncuran produk.  Ketika Shogun diluncurkan Yamaha, tidak lama kemudian Honda bebek dengan sayap kokoh pun dipasarkan menggantikan tradisi Honda yang selalu memberi sayap tipis kepada bebek-bebeknya.
Sangat mencolok ketidak kreatifan Honda teruji lagi ketika Yamaha mulai melirik pasar yang ingin kembali kepada tradisi kewibawaan Vespa.  Laki-laki terlihat resmi dan berwibawa jika naik Vespa.  Wanita terlihat anggun dan santun saat bertengger di sadel Vespa.  Perubahan cara pandang masyarakat yang selama ini tenggelam dalam kepraktisan jenis bebek untuk pria da wanita tercium manajemen Yamaha.
Diluncurkanlah Yamaha Nouvo, yang memadukan kepraktisan bebek dengan kewibawaan serta keanggunan Vespa.  Sekalipun tidak dilirik sebagai motor baru yang memenuhi harapan pecinta Vespa namun peluncuran produk baru Yamaha sempat membuat Honda blingsatan sehingga secara tergesa-gesa mengeluarkan Honda Vario. 
Tidak lama kemudian, raja produsen roda dua ini harus minta maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia, terutama orang-orang yang fanatif terhadap Honda yang telah membelanjakan sebagian uangnya untuk membeli Honda Vario.  Produk baru ini ternyata mempunyai kelemahan yang sangat tidak bisa dimaafkan, roda belakang mudah selip.  Sungguh sangat membahayakan keselamatan pemakai, apalagi dalam kecepatan tinggi.
Tidak pelak lagi berbagai koran nasional mengumumkan permintaan maaf ini dalam beberapa hari.  Sebagai bentuk rasa tanggungjawabnya maka perusahaan akan menanggung segala biaya yang timbul akibat pergantian salah satu suku cadang di roda belakang beserta ongkos pasangnya.  Pemilik Honda Vario tinggal mengunjungi bengkel yang ditunjuk, selesaikah masalah ?
Ternyata tidak, kepercayaan yang tinggi dan kefanatikan kepada merek motor Jepang ini perlahan memudar.  Atau bahkan beberapa diantaranya segera melepas sepeda motor kesayangannya untuk membeli Yamaha Mio yang diluncurkan tidak berapa lama kemudian.
Keanggunan dan kewibawaan serta kepraktisan motor yang lebih kecil dari pendahulunya cukup menyedot perhatian masyarakat.  Bukan hanya orang dewasa yang dapat menikmatinya, untuk anak beranjak dewasa pun motor kecil ini sangat sesuai.  Masyarakat berbondong-bondong untuk membeli motor yang selama ini menjadi bagian dari cita-cita untuk tampil anggun dan berwibawa serta simple.
Keinginan bertengger di jok Vespa tergantikan dalam sadel Honda Mio yang mini.  Konsumsi bahan bakar yang relatif boros masih dimahfumkan mengingat penampilan yang terbayarkan, apalagi masih relatif irit dibandingkan dengan Vespa yang diidamkan.  Dari segi harga juga sangat terjangkau.
Oleh karena itu tidak mengherankan apabila tidak lama kemudian Yamaha mengumumkan diri sebagai raja sepeda motor di Indonesia, mengungguli Honda yang selama puluhan tahun bertengger di atas.
Bila ditarik benang merah dari tiga contoh di atas maka ternyata produsen perlu memperhatikan kondisi lingkungan, baik sosial, ekonomi ataupun politik sekalipun sebelum meluncurkan produknya.  Jika tidak, maka akan sangat fatal akibatnya.
Yang perlu diperhatikan adalah bahwa kondisi lingkungan selalu terus berubah dan berubah.  Oleh karena itu ketajaman mensiasati berbagai perubahan yang terjadi, menjadi faktor penting untuk dapat hidup dalam persaingan usaha yang makin ketat.     

3.8.            Jauh Tapi Dekat
            Upaya memecah-belah pengertian pendekatan manajemen ternyata tepat dibeberapa segi tetapi sering menjadi tidak tepat di sisi yang lain.  Oleh karena itu pembagian pendekatan manajemen yang secara teoritis dapat dijauhkan satu dengan yang lain, pada prakteknya satu dengan yang lain sering tidak dapat dipisahkan. 
            Suatu budaya organisasi yang terbentuk apabila ditelusuri asal muasal embrio pembentuknya ternyata bukan hanya satu pendekatan manajemen.  Mungkin ada yang dominan tetapi tidak berdiri sendiri.  Manajemen organisasi yang akhirnyta terbentuk menjadi budaya disangga berbagai pendekatan lain sekalipun pengaruhnya tidak terlalu nyata.   
            Satu sama lain tidak dapat berdiri sendiri dan saling pengaruh-mempengaruhi.  Bahkan dominasi sering tidak nampak jelas. 
            Jauh tetapi dekat ...!


BAB IV
P E N U T U P

4.1.            Kesimpulan
            Pendekatan manajemen yang sudah lama dijadikan salah satu teori dalam Ilmu Manajemen sampai sekarang masih relevan.  Namun demikian dalam aplikasinya, kelima pendekatan manajemen sangat jarang berdiri sendiri.  Satu pendekatan dengan yang lainnya saling melengkapi.
            Oleh karena itu, upaya membedakan satu pendekatan dengan pendekatan lainnya secara teori sangat mudah dilakukan tetapi dalam praktek sering tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya.  Dekat tapi jauh, jauh tapi  dekat.
  
4.2.            Saran
            Upaya pemisahan dalam penerapan satu pendekatan manajemen dengan yang lainnya akan lebih mudah dipahami apabila disertai dengan indikator kuantitatif yang terukur.





DAFTAR PUSTAKA

Anonim.  2007.  Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741).

Anonim.  2008.  Peraturan Daerah Kabupaten Indramayu Nomor 7 Tahun 2008 tentang Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD Kabupaten Indramayu.

Anonim.  2008.  Peraturan Daerah Kabupaten Indramayu Nomor 8 Tahun 2008 tentang Dinas Daerah Kabupaten Indramayu.

Anonim.  2008.  Peraturan Daerah Kabupaten Indramayu Nomor 9 Tahun 2008 tentang Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja.

Anonim.  2008.  Peraturan Daerah Kabupaten Indramayu Nomor 10 Tahun 2008 tentang Kecamatan dan Kelurahan di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Indramayu.

Djatmiko, Y. H. 2004.  Perilaku Organisasi.  Alfabeta.  Yogyakarta.

Drucker, P. F. Dan Maciariello, J. A.  2008.  The Daily Drucker.  (Terjemahan : Srihandrini, N. R.).  Elex Media Komputindo.  Jakarta.

Moeljono, Dj.  2006.  Budaya Korporat dan Keunggulan Korporasi.  Elex Media Komputindo.  Jakarta.

Ries, A. and Trout, J.  1993.  Perang Pemasaran.  (Terjemahan : Kirbrandoko :  Marketing Warfare).  Erlangga.  Jakarta.

Schuler, R. S. and Jackson, S. E.  1997.  Human Resource Management. Positioning for the 21st Century.  6th Edition.  (Manajemen Sumber Daya Manusia Menghadapi Abad ke-21/Edisi 6/Jilid 1 (Terjemahan Dwi Kartini Yahya).  Erlangga.  Jakarta.

Tika, M. P.  2008.  Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan.  Bina Aksara.  Jakarta.

Trout, J.  2001.  Big Brands, Big Trouble, Pelajaran Berharga dari Merek-merek Ternama.  (Terjemahan : Salim, E. :  Big Brands, Big Trouble :  Lesson Learned the Hard Way).  Erlangga.  Jakarta.

William, C.  2001.  Manajemen, Buku 1.  (Terjemahan :  Napitulupu, M. S:  Management, 1st Edition).  Penerbit Salemba Empat.  Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar