MEMBUMIKAN
PERENCANAAN
UNTUK PERENCANAAN
YANG MEMBUMI
(Belajar dari
Kegiatan Lokakarya Pemberdayaan Masyarakat dalam Upaya Pencegahan dan
Penanganan Flu Burung
di Kabupaten Indramayu)
D I N O T O
Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Indramayu
Jl. Veteran No. 1 INDRAMAYU 45211, Telepon (0234)
272 082
e-mail : dinoto.indramayu@gmail.com
Abstrak
Masalah klasik yang dihadapi
Pemerintah Daerah dalam melaksanakan otonomi daerah adalah kualitas sumber daya
manusia. Hal ini terjadi juga di
Kabupaten Indramayu dengan tingkat pendidikan masyarakat yang relatif rendah.
Lokakarya Pemberdayaan Masyarakat
dalam Upaya Pencegahan dan Penanganan Flu Burung yang dilaksanakan di Kabupaten
Indramayu memberikan pelajaran penting.
Metode sederhana yang mudah dipahami mengantar masyarakat desa aktif
berpartisipasi dalam menghasilkan produk perencanaan partisipatif, sebuah rencana
“dari, oleh dan untuk” masyarakat. Lebih
dari 98 % rencana dapat dilaksanakan secara mandiri.
Ketika praktek penyusunan
perencanaan dibawa membumi maka akan dapat dihasilkan perencanaan yang membumi,
sesuai dengan kebutuhan dan potensi diri dan lingkungan setempat.
Kata-kata kunci : perencanaan, partisipatif, pemberdayaan,
masyarakat, membumi.
Pendahuluan
Otonomi daerah ibarat pisau
bermata dua, satu sisi adalah ketegasan dan kejelasan Pemerintah dalam
memberikan kesempatan kepada daerah untuk berkreasi mensejahterakan
masyarakatnya, sementara di sisi lain Pemerintah Daerah menghadapi kualitas
sumber daya manusia masyarakatnya.
Dalam penilaian keberhasilan yang
saat ini sering diukur dengan IPM (Indeks Pembangunan Manusia) maka Kabupaten
Indramayu yang merupakan juru kunci IPM di Provinsi Jawa Barat. Sekalipun saat ini terdapat perkembanganan
yang menggembirakan, pendidikan masyarakat masih memprihatinkan. Rata-rata lama sekolah (RLS) telah
meninggalkan 6 tahun (tahun 2005 sebesar 6,28 tahun atau setera kelas 1 SMP),
namun generasi yang lebih tua umumnya tidak pernah lebih dari setara kelas IV
Sekolah Dasar.
Berbicara tentang masyarakat
sesungguhnya adalah kumpulan individu yang kompleks. Pendidikan yang relatif rendah dan suasana
kehidupan pedesaaan yang penuh kesahajaan bukan berarti keseragaman dalam
berpola pikir. Ketika angka RLS menunjukkan
angka 6,28 bukanlah berarti semua penduduk Kabupaten Indramayu telah menamatkan
Sekolah Dasar. Angka tersebut merupakan
rata-rata pendidikan yang ditempuh masyarakat secara keseluruhan. Tidak sedikit yang mencapai tingkat
kesarjanaan, banyak yang putus di tengah jalan dan terdapat anggota masyarakat
yang belum bisa baca-tulis. Keadaan
semakin kompleks dengan beraneka-ragamnya pengalaman hidup yang juga
berpengaruh terhadap pola pikir mereka.
Berbeda dengan para birokrat yang
cenderung hidup dalam suasana keseragaman.
Sekalipun terdapat beraneka jenjang pendidikan yang ditamatkan tetapi
iklim kehidupan yang dijalani relatif sama.
Dalam penyusunan perencanaan pembangunan misalnya, birokrat yang terdiri
dari masyarakat lebih terdidik itu dikejar target untuk menghasilkan
perencanaan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan dan selesai tepat pada waktunya. Keadaan ini terulang setiap tahunnya tanpa
perubahan yang berarti.
Kompleksitas masyarakat sesungguhnya
merupakan potensi besar yang selama ini belum tergali. Bahkan keadaan ini cenderung dipandang
sebagai potensi yang dapat menimbulkan berbagai konflik. Oleh karena itu, sudah bukan rahasia lagi
kalau pada penyusunan perencanaan pembangunan masyarakat sering tidak
dilibatkan. Sekalipun sesuai dengan
berbagi pedoman yang diterbitkan, partisipasi masyarakat selalu disebut dan
dijadikan kunci keberhasilan pembangunan.
Dari tahun ke tahun dan berbagai
perubahan pemerintahan, partisipasi masyarakat tetap menjadi jargon politis,
sementara masyarakat terus-menerus menjadi obyek pembangunan. Tidak mengherankan apabila banyak kegiatan
pembangunan ternyata tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat karena masyarakat
yang tahu potensi dan kebutuhan di wilayahnya tidak dilibatkan dalam penyusunan
rencananya.
Musyawarah Pembangunan
Desa/Kelurahan yang dikenal sebagai Jaring Asmara (Penjaringan Aspirasi
Masyarakat) berjalan tidak sebagaimana mestinya. Sementara Musyawarah Perencanaan Pembangungan
(Musrenbang) yang dilaksanakan di Kabupaten Indramayu pun tidak menjadi
pemadu-serasi antara kebutuhan masyarakat dengan tugas pokok dan fungsi
institusi terkait. Usulan dinas/instansi
yang sudah dilengkapi dengan berbagai dokumen pendukung mendominasi berbagai
kegiatan yang direncanakan selanjutnya.
Hasil Jaring Asmara yang tidak lain sesungguhnya merupakan hasil kerja
Kepala Seksi Pemberdayaan Masyarakat di tingkat kecamatan menjadi arsip di
lembaga perencanaan daerah.
Terdapat kebuntuan untuk
menjembatani keanekaragaman potensi masyarakat yang terkemas dalam pola pikir sederhana
dengan kaidah keilmiahan yang diterapkan dalam praktek penyusunan perencanaan. Di sisi lain teori perencanaan pembangunan
yang diterbitkan Pemerintah pun tidak selalu mudah untuk dipelajari, apalagi
diterapkan jajaran birokrasi.
Pada beberapa program, masalah
ini diatasi dengan kehadiran konsultan manajemen dan sejenisnya. Mereka menjadi jembatan yang bisa mengatasi
kebuntuan selama ini. Perannya tidak
sedikit, bukan semata-mata menyusun rencana kegiatan secara partisipatif untuk
kepentingan masyarakat setempat tetapi juga berperan penting dalam pemberdayaan
masyarakat.
Namun demikian, kesenjangan
antara konsultan manajemen dan masyarakat tidak dapat dihindari. Masyarakat dengan pola pikir praktis dan
sederhana berhadapan dengan kelompok berpendidikan tinggi. Sebagai bagian dari masyarakat profesional
mereka dituntut untuk menghasilkan konsep yang teruji secara ilmiah. Berbagai format dan perangkat lainnya yang
sangat mudah dipahami dan dijalankan oleh konsultan manajemen, tidak demikian halnya
dengan masyarakat. Konsekuensi dari
terjadinya gap ini dapat dilihat ketika konsultan manajemen telah meninggalkan
masyarakat, kegiatan menjadi stagnan tanpa pendampingan.
Pengalaman melaksanakan Lokakarya
Pemberdayaan Masyarakat dalam Upaya Pencegahan dan Penanganan Flu Burung di 31
Desa dalam 30 Kecamatan di Kabupaten Indramayu Tahun 2006-2008 memberikan
pelajaran yang sangat berarti. Metode
andragogi mengantar 45 orang anggota masyarakat dari berbagai unsur untuk menyadari
persamaan harkat dan martabat diantara sesama. Masing-masing mempunyai
kelebihan dan juga kekurangan. Keanekaraman
latar belakang masyarakat berpadu menjadi menjadi sebuah kekuatan yang sangat
besar.
Melalui pendekatan yang merakyat,
pemikiran peserta dituangkan dalam 3 buah format yang sederhana dan pada
akhirnya menghasilkan sebuah rencana kerja yang disebut sebagai Rencana Aksi
Desa dalam rangka pencegahan dan penanganan flu burung. Sebuah perencanaan “dari, oleh dan untuk”
masyarakat. Dihasilkankan, dilaksanakan,
dievaluasi dan dipertanggungjawabkan serta dibiayai secara mandiri.
Pelajaran yang dapat dipetik dari
kegiatan tersebut adalah bahwa untuk bisa membawa mayarakat dengan segala
kesederhanaannya ke ranah perencanaan diperlukan pola tersendiri. Salah satunya adalah membumikan pemikiran
intelektualisme perencanaan ke dalam lautan pola pikir masyarakat, tentu saja
dengan tanpa mengurangi substansi perencanaan itu sendiri. Ketika praktek penyusunan perencanaan dibawa
membumi maka akan dihasilkan perencanaan yang juga membumi, sesuai dengan
kebutuhan serta potensi diri dan lingkungannya.
Gambaran Umum Kabupaten
Indramayu
Kabupaten Indramayu merupakan
salah satu wilayah di Propinsi Jawa Barat yang letaknya di pesisir pantai utara
Pulau Jawa. Berbatasan langsung dengan
Laut Jawa dalam bentangan garis pantai sepanjang 114 km, menjadikan sebagian
masyarakatnya hidup bergantung pada keramahan laut. Selain itu, di bagian selatan terdapat
kekayaan hutan dan lahan pertanian yang menghampar. Tidak mengherankan kalau kabupaten ini
menjadi salah satu lumbung pangan nasional.
Secara administrasi Kabupaten
Indramayu terbagai dalam 31 kecamatan yang terdiri dari 302 desa dan 8 kelurahan. Batas wilayahnya adalah sebagai berikut :
Sebelah Selatan :
Kabupaten Majalengka, Sumedang dan Cirebon
Sebelah Barat :
Kabupaten Subang
Sebelah Utara :
Laut Jawa
Sebelah Timur : Kabupaten Cirebon dan Laut Jawa
Lahan di
Kabupaten Indramayu berkontur landai dengan ketinggian antara 0 - 100 meter di
atas permukaan laut. Dari wilayah seluas
204.011 Ha sebagian besar merupakan lahan sawah (118.513 Ha). Keberadaan hamparan sawah ini didukung oleh
adanya potensi 14 sungai yang berhulu di wilayah Kabupaten Indramayu.
Populasi penduduk Kabupaten
Indramayu saat ini mencapai 1.717.793 jiwa
yang terdiri dari laki-laki 875.126 jiwa dan 842.667 jiwa
perempuan. Sebagian besar penduduk
bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan.
Sebagian lagi berprofesi sebagai pegawai pemerintah dan swasta serta
pedagang.
Dari segi pendidikan, masyarakat
Kabupaten Indramayu relatif tertinggal dibandingkan Kabupaten/Kota lainnya di
Propinsi Jawa Barat. Rata-rata Lama
Sekolah (RLS) baru mencapai 6,28 (data tahun 2005). RLS merupakan salah satu bagian dari
indikator pendidikan dalam pengukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Padahal
Indeks Pendidikan merupakan andalan dalam capaian angka IPM Kabupaten Indramayu
dalam beberapa tahun ini.
RLS sebesar 6,28 tidaklah
menunjukkan bahwa masyarakat Kabupaten Indramayu tamat Sekolah Dasar secara
keseluruhan. Saat ini masih banyak
anak-anak usia sekolah yang tidak melanjutkan pendidikan ke SMP atau bahkan
masih terdapat angka drop-out Sekolah
Dasar. Penduduk yang lebih dewasa lebih
banyak lagi yang tidak tamat Sekolah Dasar dan tidak sedikit generasi tua yang
tidak pernah mengenyam pendidikan formal.
Dengan tingkat pendidikan
masyarakat yang relatif rendah maka tidak mengherankan apabila dalam berbagai
kegiatan pembangunan masyarakat Kabupaten Indramayu hanya menjadi penonton.,
tetap menjadi obyek pembangunan sebagaimana biasanya.
Flu Burung di
Kabupaten Indramayu
Banyaknya pesawahan yang
ditunjang dengan aliran 14 sungai yang mengairi hampir sepanjang tahun
sesungguhnya bukan hanya merupakan lahan subur bagi budidaya pertanian tetapi
juga sangat berarti dalam pengembangan potensi peternakan. Jenis ternak yang sangat berkembang di
wilayah ini adalah itik. Dengan populasi
melebihi 1 juta ekor menjadikan Kabupaten Indramayu sebagai daerah penghasil
itik terbesar di Provinsi Jawa Barat.
Selain itu berkembang juga berbagai jenis ternak lainnya seperti
terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Populasi Ternak di
Kabupaten Indramayu
NO.
|
JENIS TERNAK
|
POPULASI (EKOR)
|
KETERANGAN
|
|
1.
|
Sapi
potong
|
7.311
|
||
2.
|
Sapi
perah
|
1.981
|
||
3.
|
Kerbau
|
2.033
|
||
4.
|
Kambung
|
55.685
|
||
5.
|
Domba
|
178.883
|
||
6.
|
Ayam
Buras (Ayam Kampung)
|
1.927.710
|
||
7.
|
Ayam
Ras Pedaging (Broiler)
|
1.274.863
|
||
8.
|
Itik
|
1.373.579
|
Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan (a)
Secara
umum semua ternak dipelihara secara tradisional, ternak ruminansia (sapi,
kerbau, kambing dan domba) digembalakan kecuali beberapa usaha peternakan
intensif skala keluarga dan ternak milik pesantren Mahd Al-Zaitun. Pemeliharaan unggas (ayam, itik) pun umumnya
diliarkan, pengandangan sering diabaikan.
Sebagian itik digembalakan agar bisa mencari pakan sendiri, mengejar
panenan padi sampai keluar Kabupaten atau bahkan ke Propinsi Banten
sekalipun. Ternak unggas yang dipelihara
secara intensif hanyalah ayam ras (broiler dan petelur) serta sedikit
itik. Cara pemeliharaan yang sangat
sederhana pada mulanya tidak terlalu dipermasalahkan, masyarakat sekitar
memakluminya. Sebagian besar memelihara
ternak hanyalah sebagai usaha sampingan, sebuah tabungan yang dapat segera
dijual apabila sewaktu-waktu dibutuhkan.
Tetapi
permasalahan mulai muncul ketika wabah flu burung mulai melanda dunia dan
memasuki setiap jengkal wilayah negara. Ternak
unggas dianggap sebagai penular penyakit yang mematikan ini. Pemeliharaan ayam bukan ras (ayam buras) di
perkampungan yang menyatu dengan penduduk yang padat menjadi permasalahan
tersendiri. Sebagian ayam menghabiskan
malam di atas pohon, tidak sedikit yang hidup bersatu dalam rumah pemiliknya
(dikarungi dan disimpan di kolong ranjang), atau sebagian kecil lebih beruntung
mempunyai kandang sendiri. Demikian
halnya penggembalaan itik yang tidak pernah mengenal batas wilayah menjadi trade-mark bahwa Kabupaten Indramayu
menjadi penghasil itik dan telurnya tetapi juga akan menjadi “pengekspor” virus
flu burung.
Dengan
kehidupan masyarakat yang jauh dari pertimbangan nilai-nilai kesehatan, apalagi
kebiasaan hidup bersih dan sehat, yang berpadu dengan pemeliharaan unggas yang
sama sekali memperhatikan aspek kebersihan dan kesehatan baik bagi unggas
ataupun pemeliharannya, tidak mengherankan apabila perkembangan virus Flu Burung
di Kabupaten Indramayu sedemikian cepat dan sangat sulit ditanggulangi. Penyebaran virus H5N1 pada unggas terus
menyebar sekalipun beberapa program dilaksanakan secara intensif, seperti
vaksinasi unggas dan penyemprotan kandang misalnya.
Tabel 2. Penyebaran Desa dan Kecamatan Positif Flu
Burung di Kabupaten Indramayu Tahun 2005 – 2008
TAHUN
|
JUMLAH DESA
|
JUMLAH KECAMATAN
|
UNGGAS YANG MATI
|
KETERANGAN
|
|
2005
|
5
|
4
|
150
|
||
2006
|
35
|
18
|
1.271
|
||
2007
|
48
|
23
|
41.431
|
||
2008
|
13
|
10
|
986
|
||
2009
|
15
|
24
|
993
|
Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan 2009 (b)
Perlu diketahui bahwa kejadian
unggas terkena flu burung di Kabupaten Indramayu terjadi beberapa tahun sebelum
Pemerintah mengumumkan secara resmi bahwa wabah flu burung telah masuk ke
Indonesia. Laporan Tahunan Desa Sumbon
Kecamatan Kroya mencatat bahwa pada akhir tahun 2003 telah terjadi kematian
mendadak ribuan ayam ras petelur milik warga masyarakatnya dengan gejala yang
mendekati flu burung, mati mendadak dan dada berwarna biru kehitaman. Dugaan aparat desa ini ternyata dibenarkan
oleh petugas kesehatan hewan yang menangani kemitraan peternakan broiler, bahwa
pada tahun 2003 perusahaannya mengalami kerugian yang tidak sedikit akibat
kematian unggas dalam jumlah besar yang setelah diuji ternyata positif flu burung. Wabah ini terus berlanjut namun tetap menjadi
rahasia perusahaan (informasi lisan diperoleh tahun 2008).
Berbeda
dengan kejadian di masyarakat dan pengakuan dari petugas kesehatan hewan,
ketika korban manusia akibat flu burung terjadi maka pemerintah malah
mengkambinghitamkan unggas milik masyarakat sebagai penyebab penularannya. Oleh karena itu, ketika 2 orang anak
kakak-beradik warga Kampung Kapitu Desa Cipedang Kecamatan Bongas Kabupaten
Indramayu meninggal dan posititif flu burung maka dunia mendesak dilakukan stamping-out (pemusnahan masal) terhadap
unggas yang ada di kampung tersebut. Lingkungan
pedesaan kumuh yang menyatukan antara unggas dan manusia menjadi saksi bisu
dikuburnya ribuan unggas milik masyarakat.
Upaya ini dikuatkan dengan instruksi
dari Direktur Jenderal Peternakan yang mengharuskan dilakukannya stamping-out jika terdapat unggas yang positif
flu burung. Selang seminggu, pemusnahan
unggas secara masal dilakukan di Desa Karangsong Kecamatan/Kabupaten Indramayu
setelah terjadi kematian mendadak pada burung puyuh yang ternyata positif flu
burung.
Tabel 3. Stamping-out
Unggas di Kabupaten Indramayu
DESA/KECAMATAN
|
AYAM
|
ITIK
|
BURUNG
|
JUMLAH
|
KET.
|
Cipedang, Bongas
|
3.511
|
4.613
|
655
|
8.779
|
|
Karangsong, Indramayu
|
848
|
236
|
1.824
|
2.908
|
|
JUMLAH
|
4.359
|
4.849
|
2.479
|
11.687
|
Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan (b)
Peraturan
yang menjadi pedoman dengan mudah berubah seiring berjalannya waktu, keputusan stamping-out dirubah menjadi pemusnahan
terbatas. Namun penyebaran virus flu
burung semakin meluas, sebagian besar kecamatan di Kabupaten Indramayu pun
dengan cepat terjadi kematian unggas secara mendadak dan positif flu burung.
Flu
burung kembali menelan korban manusia di Kabupaten Indramayu. Pada pertengahan tahun 2007 seorang pelajar SMP
meninggal dunia setelah melakukan praktek Pelajaran Biologi, melihat anatomi
itik. Sesuai dengan aturan baru maka kejadian
ini tidak lagi mendapat respon “segera stamping-out”
seperti sebelumnya. Penyelidikan perjalanan penyakit ditelusuri
sampai akhirnya diperoleh kesimpulan bahwa ternyata itik yang digunakan praktek
dibeli dari pedagang yang letaknya jauh dari tempat tinggal korban. Unggas di perkampungan nelayan pun selamat
untuk meneruskan hidupnya.
Jika
ditarik garis merah maka terdapat hubungan yang signifikan antara sistem pemeliharaan
unggas dan masyarakat pemeliharanya.
Ketika unggas dipelihara dengan baik, dikandangkan dan diberi makan
secukupnya tentu akan memberi imbalan keuntungan lain bagi pemiliknya, termasuk
menyehatkan. Jika sebaliknya terjadi
maka akan menjadi ancaman bagi kehidupan masyarakat yang bersih dan sehat. Ketika masyarakat membiasakan pola hidup
bersih dan sehat serta unggas dipelihara secara baik dan benar maka akan
terjadi jalinan kehidupan harmonis antara unggas dan manusia. Kuncinya tentu saja ada dalam diri masyarakat
itu sendiri.
Lokakarya
Pemberdayaan Masyarakat dalam Upaya Pencegahan dan Penanganan Flu Burung
Sebagaimana telah terjadi di
beberapa negara lain, sejak tahun 2005 di Indonesia pun penyakit flu burung
bukan lagi hanya menelan korban jutaan ekor unggas tetapi telah menelan korban
manusia. Dari beberapa korban manusia
ternyata sebagian adalah anak-anak. Tiga
diantaranya adalah anak-anak usia sekolah di Kabupaten Indramayu.
Anak-anak lebih beresiko tertular
flu burung mengingat daya tahan tubuhnya yang masih relatif lemah, sementara kebiasaan hidup
bersih dan sehat masih belum bisa mereka lakukan secara mandiri. Di sisi lain, lingkungan relatif tidak
bersahabat, pemeliharaan unggas tidak memperhatikan kebersihan dan kesehatan
baik bagi manusia pemeliharanya ataupun unggas itu sendiri.
Itulah sebabnya UNICEF Kantor
Cabang Bandung berinisiatif untuk membantu masyarakat dalam mencegah dan
menangani flu burung, baik pada unggas ataupun manusia sesuai dengan potensi
dan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Wabah
flu burung dapat dicegah dan diatasi oleh masyarakat setempat, karena yang
paling tehu tentang masyarakat (ternak dan manusia) serta potensi untuk
mengatasinya adalah mereka sendiri.
Kegiatan bertajuk “Lokakarya
Pemberdayaan Masyarakat dalam Upaya Pencegahan dan Penanganan Flu Burung”
pertama kali dilaksanakan di Indramayu untuk 2 (dua) desa. Satu di pedesaan dan satu lagi di sekitar
perkotaan. Desa Cipedang Kecamatan
Bongas dipilih mewakili daerah pedesaan karena di desa tersebut bukan hanya
terjadi kasus positif flu burung pada unggas tetapi juga terdapat korban
manusia, tanggal 13 dan 14 Januari 2006).
Sementara untuk mewakili perkotaan dipilih Desa Pekandanganjaya
Kecamatan Indramayu yang jaraknya sekitar 5 km dari ibukota kabupaten.
“Lokakarya
Pemberdayaan Masyarakat dalam Upaya Pencegahan dan Penanganan Flu Burung”
dimaksudkan untuk mencari model yang tepat dalam upaya mencegah dan menangani
flu burung sesuai dengan potensi dan kemampuan masyarakat desa setempat. Model yang dilaksanakan diharapkan bukan
hanya bisa diterapkan di desa setempat tetapi juga dapat berkelanjutan serta
diikuti oleh masyarakat desa sekitarnya.
Kegiatan di dua desa sebelumnya
dianggap berhasil memberdayakan masyarakat setempat sesuai dengan tujuan
semula. Oleh karena itu, kegiatan yang
sama dilanjutkan untuk seluruh kecamatan.
Kriteria utama desa tempat lokakarya adalah pernah terjadi positif flu
burung pada unggas atau manusia.
Lokakarya dilaksanakan di Balai
Desa, tempat berkumpul yang biasa digunakan oleh masyarakat setempat. Peserta terdiri dari 45 (empat puluh lima)
yang seluruhnya harus merupakan orang yang tinggal di desa setempat. Peserta mewakili berbagai unsur yang ada di
masyarakat, seperti Badan Perwakilan Desa (BPD), LPM (Lembaga Pemberdayaan
Masyarakat), Ketua RT, Ketua RW, Pamong Desa, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat,
Tokoh Pemuda, Pendidik, Bidan Desa (Bides), Kelompoktani dan unsur lainnya,
termasuk kelompok minoritas jika ada.
Kepala Desa (Kuwu) tidak diikutkan sebagai peserta agar tidak terjadi
bias yang disebabkan oleh perasaan “segan” dan “ewuh pakewuh” kepada beliau.
Pemilihan peserta dilakukan oleh
aparat desa setempat yang ditetapkan dengan surat dari Kepala Desa (Kuwu). Hal ini menjadi penting karena peserta harus
bisa hadir secara terus-menerus dan tidak diwakilkan selama 4 (empat) hari
pelaksanaan lokakarya. Jika berhalangan
dan tidak sanggup hadir secara kontinyu maka sejak awal Kepala Desa melakukan
penggantian dengan calon peserta lainnya.
Calon peserta terpilih membuat pernyataan tertulis tentang
kesanggupannya hadir sesuai aturan yang berlaku.
Selain 45 orang peserta tersebut
4 (empat) anggota masyarakat lainnya dilibatkan sebagai panitia. Mereka membantu Panitia Kabupaten dalam melaksanakan
tugasnya yang berkaitan langsung dengan keperluan sehari-hari, mulai dari
konsumsi sampai kebersihan tempat lokakarya.
Panitia Kabupaten terdiri dari unsur-unsur Dinas Pertanian dan
Peternakan, Dinas Kesehatan dan Badan Perencanaan Daerah (Bapeda), bertugas
mempersiapkan segala keperluan yang dibutuhkan pada saat lokakarya berlangsung.
Untuk memberi bekal pengetahuan
dasar kepada masyarakat maka diperlukan narasumber yang bukan hanya menguasai
keilmuan materi yang disampaikan tetapi juga mampu menyampaikannya dengan gaya
dan cara yang bisa diterima masyarakat.
Materi tentang Flu Burung pada Unggas disampaikan naraumber dari Dinas
Pertanian dan Peternakan, sedangkan narasumber dari Dinas Kesehatan (dokter
Puskesmas setempat) menyampaikan materi tentang Flu Burung pada Manusia. Camat setempat menyampaikan tentang
Pemberdayaan Masyarakat dengan titik berat bahwa untuk mengatasi berbagai
permasalahan yang ada khususnya wabah flu burung, maka hanya masyarakat
setempatlah yang akan mampu mencegah dan menanggulanginya karena pada dasarnya
mereka adalah orang yang paling tahu permasalahan pokok yang ada dan berbagai
potensi untuk menyelesaikannya.
Lokakarya dilaksanakan dengan
metode pembelajaran orang dewasa (andragogi), dilaksanakan dua arah dan diskusi. Dengan cara yang sederhana setiap peserta
dituntun untuk berani mengemukakan pendapat dan mempertahankannya apabila
diperlukan. Kegiatan yang dilaksanakan
dari pagi hari sampai sore menjelang ini akan menjadi acara yang membosankan
apabila dilaksanakan secara monoton, oleh karena itu berbagai permainan dan
kegiatan selingan yang bermakna dilaksanakan baik berasal dari inisiatif peserta
ataupun fasilitator.
Untuk bisa menjalankan kegiatan
ini secara baik diperlukan tenaga yang mampu menjadi fasilitator. Fasilitator bukan hanya harus mampu menyelami
kesadaran peserta akan pentingnya peran diri dan masyarakat lainnya tetapi juga
bisa menjadi penghubung berbagai pendapat dan argumen yang satu dengan yang
lain sering bertentangan sehingga diperoleh solusi yang dapat diterima semua
pihak.
Fasilitator dalam kegiatan ini
sebanyak 4 (empat) orang yang berasal dari Dinas Pertanian dan Peternakan
(Petugas Kabupaten dan petugas dinas yang bertugas di kecamatan setempat),
Badan Perencanaan Daerah serta Dinas Kesehatan (Petugas Penyuluh Kesehatan di
Puskesmas setempat). Fasilitator yang
berasal dari kecamatan merupakan tenaga yang telah dibekali training
pemberdayaan masyarakat sebelumnya sehingga tidak terjadi perbedaan persepsi
dengan fasilitator dari kabupaten.
Alat bantu yang digunakan dalam
lokakarya ini berupa 3 macam format sederhana yang mudah dimengerti dan
dikerjakan oleh masyarakat. Ketiganya
bukan hanya berhubungan langsung dengan keseharian peserta tetapi juga saling
kait-mengkait sehingga menuju pada satu sasaran, yaitu Rencana Aksi Desa. Sebuah rencana “dari, oleh dan untuk”
masyarakat setempat dalam mencegah dan menanggulangi Flu Burung di desanya.
Biaya yang digunakan dalam acara
yang berlangsung selama 4 (empat) hari penuh itu berasal dari donatur yang
difasilitasi UNICEF Cabang Bandung.
Pembiayaan diguanakan untuk berbagai keperluan, mulai dari uang
pengganti transport bagi peserta, panitia, fasilitator dan narasumber, serta
biaya konsumsi dan alat tulis kantor.
Kegiatan Lokakarya
Sebagaimana dikemukakan
sebelumnya, lokakarya dilaksanakan selama 4 (empat) hari penuh tanpa diselingi jeda
libur dan peserta harus dapat hadir sesuai dengan kesepakatan yang dibuat
dengan Kepala Desa.
Pada hari pertama dilakukan acara
pembukaan untuk menunjukkan bahwa acara tersebut merupakan acara resmi yang
dilaksanakan oleh pihak kabupaten dengan dukungan penuh dari pemerintahan
kecamatan dan desa setempat. Acara
seremonial ini dilaksanakan singkat dan padat dengan tetap mengedepankan bahwa
lokakarya yang dilaksanakan adalah acara milik masyarakat yang didukung penuh
semua tingkatan pemerintahan yang ada serta tidak lupa terlaksana atas dukungan
sebuah pihak yang sama sekali tidak mengenal mereka tetapi sangat peduli dengan
masyarakat setempat, yaitu UNICEF. Penekanan
yang terakhir adalah untuk menunjukkan bahwa apabila pihak luar yang tidak mengenal
mereka saja begitu peduli, apalagi mereka sebagai masyarakat desa setempat.
Setelah dibuka secara resmi,
acara dilanjutkan dengan dinamika kelompok yang mengajak semua peserta
menuliskan 5 (lima) buah keunggulan yang dimiliki masing-masing. Setelah selesai dan dikumpulkan, fasilitator
menyampaikan bahwa terdapat 5 X 45 atau
225 keunggulan yang bisa dijadikan kekuatan luar biasa untuk mencegah dan
menangani flu burung di desa yang bersangkutan.
Segala kekuatan itu bukan datang dari luar, tetapi ada di diri semua
peserta.
Dengan berbagai kemampuan yang
luar biasa itu maka peserta pun diberi keleluasaan untuk mengatur waktu
kegiatan. Jadwal kegiatan yang dibuat
panitia tetap menjadi acuan namun peserta berkewenangan mengubah kapan saat
mulai, istirahat dan pulang. Juga cara
menyiasati coffee-break agar
penggunaan waktu lebih efektif dan efisien.
Tata tertib yang akan diberlakukan selama lokakarya pun didiskusikan
disertai dengan sanksi bagi yang melanggarnya, aturan ini berlaku untuk peserta
maupun fasilitator. Pada umumnya peserta
menghendaki kegiatan dimulai pukul 8.00 dan pulang pukul 17.00. Tetapi pada prakteknya, sekalipun jam mulai
sesuai kesepakatan tetapi mereka pulang menjelang maghrib (pukul 18.00) karena
terlibat diskusi dan berbagai kegiatan lainnya yang menyita perhatian mereka.
Materi narasumber dimaksudkan untuk
menyamakan pengetahuan dasar bagi keseluruhan peserta, menyamakan pola pikir
awal dan persepsi. Peserta dibekali
materi tentang Flu Burung pada Unggas, Flu Burung pada Manusia dan Pemberdayaan
Masyarakat oleh para narasumber yang ditunjuk.
Materi disampaikan dengan bahasa yang mudah dimengerti masyarakat. Bahasa ilmiah yang sangat dekat dengan
kesehatan dan kesehatan hewan diganti dengan kata-kata yang mudah dipahami
tanpa meninggalkan makna yang aslinya.
Materi disampaikan dua arah diiringi dengan dialog interaktif yang
memberi kesempatan peserta untuk mengemukakan pendapat dan mengekspresikan jati
dirinya.
Acara dilanjutkan dengan dinamika
kelompok yang mengajak peserta lebih saling mengenal. Peserta dan fasilitator menuliskan nama
panggilan di kertas manila dan ditempelkan di dada. Mereka pun terlibat dalam perkenalan diri
yang dirancang sedemikian rupa sehingga tidak ada kesan dipaksa ataupun
terpaksa. Acara ini menjadikan satu
anggota masyarakat dengan yang lainnya semakin saling kenal lebih dekat.
Secara acak, peserta dibagi
menjadi 5 (lima) kelompok. Dengan
menghitung diri dengan angka 1 sampai 5 maka terdapat 9 orang yang menyebut
angka 1 dan juga angka lainnya. Kelompok
dibentuk berdasarkan angka yang disebut peserta, masing-masing kelompok terdiri
dari 9 orang anggota. Tugas fasilitator
adalah mengamati latar belakang dari masing-masing peserta, jika terdapat
ketimpangan yang besar maka atas persetujuan anggota kelompok menukar anggota
dengan kelompok lainnya.
Ketidaksengajaan yang terjadi
adalah bahwa ternyata beberapa peserta masih tidak bisa menulis, nama sendiri
sekalipun. Hal ini bukan merupakan
kendala tetapi suatu potensi yang dapat diramu menjadi kekuatan ketika mereka
beradu argumen dengan peserta yang berpendidikan jalur formal. Hal lain yang terjadi adalah bahwa kebanyakan
peserta tidak pernah memegang mikrofon sebelumnya, apalagi berbicara di depan
forum. Disamping berbagai kekurangan
yang dimiliki peserta terdapat kelebihan yang tersimpan, sementara di samping
kelebihan para peserta pun terdapat bergagai kelemahan yang tidak disadari oleh
dirinya sendiri sekalipun.
Pada akhir sesi peserta
menuliskan kesan mereka selama mengikuti acara pada hari pertama dengan
mencontreng salah satu gambar wajah denan ekspresi Sangat Senang, Senang, Biasa
atau wajah cemberut yang menunjukkan rasa Bosan. Sementara panitia dan fasilitator mengakhiri
pertemuan hari pertama dengan diskusi tentang jalannya lokakarya, berbagai
pendapat dan saran untuk perbaikan serta strategi yang akan dilakukan besok
harinya.
Pada hari kedua acara dibuka
dengan memberi kesempatan kepada peserta menyampaikan ulasan tentang materi
yang disampaikan oleh para narasumber sebelumnya. Pengetahuan mereka sangat berarti bagi
pelaksanaan kegiatan selanjutnya, dan materi yang disampaikan oleh peserta
ternyata lebih mudah dicerna oleh peserta lainnya.
Kemudian dilanjutkan dengan
sebuah permainan yang menggugah masyarakat akan pentingnya berpikir dan berbuat
sesuatu di luar kebiasaan. Kebiasaan
yang dimaksud adalah jarangnya mereka berbuat sesuatu untuk kepentingan bersama,
apalagi merencanakan sesuatu. Selain itu,
kebebasan berpendapat yang sangat jarang terjadi. Pada kesempatan ini segala kebiasaan itu
ditembus, dirubah dengan kebiasaan baru, kebebasan berpikir dan
berpendapat. Terlepas dari benar atau
salah pendapat tersebut, yang penting tidak melanggar norma yang berlaku di
masyarakat.
. . .
. . .
. . .
|
Gambar 1. Permainan Sembilan Titik
Peserta diminta menghubungkan
sembilan titik yang digambar fasilitator dengan tiga buah garis lurus tanpa
terputus. Pada setiap lokakarya, selalu
ada peserta yang sanggup menyelesaikan tugas ini. Pada beberapa kasus menghabiskan waktu yang
cukup lama dan diskusi yang sangat serius.
Kemudian peserta diminta pendapatnya tentang makna yang dapat diambil
dari permainan sederhana tersebut.
Banyak pendapat dikemukakan namun dua hal yang digaris-besarkan adalah
dalam lokakarya ini peserta bebas berpendapat namun harus selalu patuh pada
koridor yang berlaku di masyarakat.
Dalam kaitan dengan pencegahan
dan penanganan flu burung maka permainan ini memberi makna bahwa peserta boleh
mengkritisi berbagai kegiatan dan kebijakan yang diterapkan pemerintah
sekalipun, namun harus tetap ingat akan rambu-rambu yang ditetapkan. Paling tidak, kebebasan pengkritisan yang
dilakukan adalah demi tercapainya tujuan bersama yang baik bagi keseluruhan
masyarakat desa.
Setelah dibukanya pemikiran
peserta untuk bebas mengemukakan pendapat maka fasilitator memberikan Format I
tentang berbagai kegiatan yang telah dilaksanakan, sedang dilakukan dan yang
akan dilakukan. Masing-masing kegiatan
disertai dengan pelakunya. Peserta berdiskusi
sesuai dengan kelompok dan menuangkan hasilnya pada kertas koran yang
disediakan. Setelah itu, masing-masing
perwakilan peserta menyampaikan hasil diskusinya dan ditanggapi oleh peserta
dari kelompok lain secara bergiliran.
Setiap anggota kelompok diberi kesempatan untuk menyampaikan jawaban
atas pertanyaan yang masuk.
Tabel 4. Format I
: Kegiatan Pencegahan dan Penanganan Flu
Burung
KEGIATAN
YANG SUDAH DILAKUKAN
|
PEMERAN
|
KEGIATAN
YANG SEDANG DILAKSANAKAN
|
PEMERAN
|
KEGIATAN YANG DIRENCANAKAN
|
PEMERAN
|
Format
sederhana ini menjaring berbagai pendapat dari peserta tentang beberapa
kegiatan yang mereka ketahui dilakukan baik oleh petugas pemerintahan atau
masyarakat setempat dalam kaitan mencegah dan menangani flu burung. Permainan sembilan titik memberi mereka
kemampuan untuk merasa bebas mengemukakan pendapat sepanjang tidak melenceng
dari koridor, kegiatan yang berkaitan dengan flu burung.
Setelah kelima kelompok
menyampaikan hasil diskusinya dan ditanggapi semua peserta maka fasilitator
mengantar peserta kepada permainan pokok yang kedua, sebuah teka-teki sederhana
yang membawa mereka harus berpikir.
PEDAGANG SIAL
Ani membeli kaos di kaki lima
seharga Rp. 8.000,- dan membayarnya dengan dua lembar uang Rp.
5.000,-an. Pedagang kaos tidak
mempunyai uang receh untuk kembalian sehingga menukarkan satu lembar uang Rp.
5.000,-annya dengan lima pecahan Rp. 1.000,-an kepada tukang sate. Setelah itu, pedagang kaos memberi
kembalian kepada Ani.
Tidak berapa lama, tukang sate
datang dengan marah-marah dan mengembalikan uang Rp. 5.000,-an tadi, yang
ternyata palsu. Pedagang kaos pun
menggantinya dengan uang Rp. 5.000,-an yang ada di
tangannya.
“Aduh, aku rugi !” Kata pedagang kaos menyesali kebodohannya.
Pertanyaan : Berapa
kerugian yang diderita pedagang kaos ?
|
Gambar 2. Teka-teki “Pedagang Sial”
Ketika pertanyaan sederhana ini
disampaikan kepada peserta maka berbagai pendapat bermunculan. Mereka diberi kesempatan untuk
mendiskusikannya dalam kelompok kemudian menyampaikan hasil diskusinya ke
hadapan kelompok lain. Umumnya hasil
diskusi kelompok memberi jawaban yang berbeda satu dengan yang lainnya. Ada yang berpikir sangat sederhana sehingga
tidak bisa dijelaskan, ada juga yang sangat detail sehingga terlalu panjang
untuk disampaikan.
Untuk membuktikan kebenarannya
maka fasilitator mengajak peserta untuk praktek langsung dengan bahan seadanya,
bisa uang benar ataupun hanya kertas yang ditulis dengan angka nominal
uang. Dari peragaan sederhana dibuktikan
bahwa sesungguhnya kerugian yang diderita pedagang kaos adalah Rp. 5.000,-
yaitu uang palsu yang harus diterimanya itu.
Sesungguhnya bukan benar atau
salahnya jawaban peserta yang diharapkan dari permainan ini, tetapi makna yang
terkandung di dalamnya yang menurut peserta antara lain “perlu jeli”, “harus
teliti”, “harus kompak” dan sebagainya.
Makna permainan ini akan menjadi bekal kepada Format II yang lebih
menghendaki pemikiran yang teliti dan kekompakan kelompok dalam berdiskusi.
Tabel 5. Format
II : Permasalah dalam Kegiatan
Pencegahan dan Penanganan Flu Burung
NO.
|
MASALAH
|
SEBAB
|
AKIBAT
|
ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH
|
Pelajaran yang diberikan melalui
dua parmainan sebelumnya, sembilan titik dan pedagang sial mengajak peserta
untuk berani mengemukakan pendapat, lebih teliti dan jeli namun tetap ingat
pada koridor pembahasan yang membatasi. Beberapa
permasalahan yang berkaitan dengan pencegahan dan penanganan flu burung
diidentifikasi, ditarik garis sebab dan akibatnya. Kemudian dicarikan alternatif pemecahan
masalah yang mungkin dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Diskusi kelompok yang dilakukan
sering menyebabkan peserta lupa dengan jadwal yang disepakati bersama,
fasilitator pun tidak berhak mengingatkan tentang waktu yang terus berjalan
sepanjang peserta masih menghendakinya.
Adzan maghrib sering menjadi pengingat untuk segera mengakhiri diskusi
dan mengumpulkan kertas koran yang ditulisnya kepada fasilitator.
Pada kesempatan ini muncul
berbagai pendapat kritis masyarakat tentang kinera petugas pemerintahan. Namun petugas yang telah mendapatkan peltihan
pemberdayaan masyarakat ini justeru bangga dengan berbagai macam koreksi
terhadap kinerja dirinya selama ini dan tetap bekerja dengan baik sebagai
fasilitator dalam lokakarya tersebut.
Seperti pada hari sebelumnya,
sambil meninggalkan ruang diskusi para peserta menuliskan kesan yang
dirasakannya sepanjang mengikuti lokakarya pada hari kedua ini. Panitia dan fasilitator pun mengakhiri pertemuan
dengan diskusi tentang jalannya lokakarya, berbagai pendapat dan saran untuk
perbaikan serta strategi yang akan dilakukan besok harinya.
Hari ketiga diawali dengan ulasan
tentang hasil diskusi Format I, perwakilan peserta yang berani tampil
menyampaikan ulasan diberi penghargaan berupa hadiah. Acara dilanjutkan dengan pemaparan hasil
diskusi kelompok oleh perwakilan peserta untuk mendapat tanggapan dari kelompok
lain. Wakil peserta yang menyampaikan
Format II harus berbeda dengan sebelumnya.
Setiap satu kelompok selesai melakukan pemaparan maka kelompok lainnya
diberi kesempatan untuk mengajukan saran, pendapat atau beberapa pertanyaan. Jawaban terhadap pertanyaan dilakukan oleh
anggota kelompok, diutamakan mereka yang sebelumnya belum berkesempatan bicara.
Sebelum memasuki Format III
tentang Rencana Aksi Kelompok, peserta dicerahkan dengan sebuah permainan yang
mendorong mereka untuk bisa memanfaatkan segala potensi yang ada di dalam diri
dan lingkungannya sendiri dalam mencegah dan menanggulangi flu burung. Di lapangan terbuka, peserta berbaris rapi
sesuai dengan kelompoknya. Permainan
“Berpanjang-panjangan” dengan aturan bahwa dalam waktu 2 (dua) menit, peserta
harus menjadi bagian yang sambung-menyambung tak terputus. Sepanjang-panjangnya dengan memanfaatkan
segala potensi yang ada pada dirinya.
Kelompok yang dapat membuat barisan yang terpanjang adalah pemenangnya.
Pada waktu yang sangat terbatas
itulah anggota kelompok diberi kesempatan bertindak cepat dan cermat. Fasilitator mengingatkan mereka untuk
menggunakan semua potensi yang dimiliki.
Anggota kelompok yang cerdik akan segera melepas atribut yang menempel
di badannya, mulai ikat pinggang, sepatu, kaos kaki, celana panjang, baju dan
sebagainya. Permainan ini selalu menjadi
bagian paling menarik dan tidak pernah terulang sehingga tidak ada peserta yang
dengan sengaja membawa tali atau bahan lainnya.
Makna dari permainan dibahas
dengan peserta, keberanekaragaman pendapat peserta menandakan permainan yang
baru saja dilakukan sangat berarti.
Makna yang tersirat dari permainan ini adalah agar peserta dapat
berpikir cepat dan bertindak cermat dalam menyelesaikan masalah dengan potensi
yang ada dalam diri dan lingkungannya.
Tidak mengandalkan pihak manapun, termasuk aparat pemerintah sekalipun.
Format III dibuat berdasarkan
kepada dua hasil diskusi kelompok sebelumnya, Format I dan Format II yang telah
dilengkapi dengan hasil diskusi dengan kelompok lain, terutama adalah kolom
“Alternatif Pemecahan Masalah” pada Format II.
Tabel 6. Format III :
Rencana Aksi Kelompok dalam
Rangka Pencegahan dan Penanganan Flu Burung
PEMERAN
|
WAKTU (BULAN)
|
|||||||||||||||||
NO.
|
KEGIATAN
|
RT/
RW
|
DE-
SA
|
KEC.
|
KAB.
|
I
|
II
|
III
|
KET.
|
|||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
|||||||
Kegiatan yang direncanakan haruslah
realistis, dapat dilaksanakan oleh masyarakat dengan memanfaatkan segala
potensi yang ada di desanya. Baik
potensi sumber daya manusia, kemampuan pendanaan ataupun kekayaan lingkungan
yang mendukungnya. Hal ini tentu sesuai
dengan pesan yang tersirat dalam permainan berpanjang-panjangan yang dilakukan
sebelumnya.
Pemeran utama kegiatan yang
direncanakan adalah peserta lokakarya bersama masyarakat desa lainnya, apabila
diperlukan pemeran tambahan dapat dilibatkan pihak RT dan RW, Aparat Desa,
pemerintahan kecamatan dan petugas dari kabupaten baik institusi kesehatan
maupun kesehatan hewan. Waktu
pelaksanaan rencana dibuat 3 (tiga) bulan yang dibagi detail dalam mingguan.
Setiap kelompok membuat satu
Rencana Aksi Kelompok dan dituangkannya dalam kertas koran. Dipaparkan kepada keseluruhan peserta untuk
mendapat tenggapan dari 4 (empat) anggota kelompok lainnya. Rencana Aksi Kelompok dari masing-masing
kelompok yang telah diperbaiki merupakan bahan dasar menyusun Rencana Aksi Desa
dalam Upaya Pencegahan dan Penanganan Flu Burung.
Seperti pada hari sebelumnya,
setiap peserta mengakhiri pertemuan dengan mengisi kolom kesan yang telah disediakan. Kemudian panitia dan fasilitator
mendiskusikan beberapa materi yang dapat dijadikan bahan pelajaran untuk
langkah perbaikan selanjutnya.
Hari terakhir diawali dengan
ulasan dari masing-masing kelompok tentang kandungan Format III yang telah dilengkapi dengan hasil
diskusi dengan kelompok lain sehari sebelumnya.
Setelah kelima kelompok selesai memaparkan ulasannya maka dari setiap
kelompok dipilih 2 orang untuk menjadi wakil yang nantinya akan membahas
Rencana Aksi Desa. Keputusan tentang
wakil dari masing-masing kelompok diserahkan kepada anggota kelompok.
Ke-sepuluh orang pilihan anggota
kelompok tergabung dalam Tim Kecil berdikusi menyusun Rencana Aksi Desa
berdasarkan hasil Format II dari ke-lima kelompok. Tidak menutup kemungkinan muncul kegiatan
yang sama sekali baru, yang terpikirkan oleh mereka pada saat diskusi Tim
Kecil.
Hasil diskusi Tim Kecil
dipresentasikan kepada para peserta untuk mendapatkan tanggapan dan perbaikan
yang kemudian menjadi Rencana Aksi Desa yang disepakati bersama. Rencana Aksi Desa merupakan kumpulan rencana
kegiatan yang akan dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan bersama anggota
masyarakat desa lainnya dalam mencegah dan menangai flu burung.
Rencana Aksi Desa adalah rencana
“dari, oleh dan untuk” masyarakat desa secara keseluruhan. Sebuah rencana yang digali dari berbagai
permasalahan dan potensi yang ada di desa, dihasilkan oleh anggota masyarakat
pilihan yang hadir dalam lokakarya serta dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan
untuk kepentingan segala lapisan masyarakat desa itu sendiri (contoh Rencana
Aksi Desa tertera pada Lampiran 1).
Dengan hantaran tiga format
sederhana sebelumnya maka dibalik kesederhanaan pola pikir masyarakat Kabupaten
Indramayu ternyata dapat dihasilkan beberapa rencana kegiatan yang realistis,
bisa dilaksanakan sesuai dengan potensi yang ada di desa setempat. Bahkan beberapa kegiatan yang direncanakan
tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
Sebagai contoh adalah sosialisasi flu burung di tempat hajatan, kutbah
Jum’at dan sebagainya.
Setelah Rencana Aksi Desa
disepakati maka peserta dihadapkan kepada permasalahan, siapa yang
bertanggungjawab akan terlaksananya rencana tersebut. Dengan dipimpin oleh salah satu peserta maka
disusunlah organisasi pelaksana kegiatan.
Nama organisasi pelaksana diserahkan kepada peserta, beberapa nama yang
dipilih peserta diantaranta Tim Tanggap Flu Burung, Tim Pelaksana Pencegahan
dan Penanganan Flu Burung, dan lain-lain.
Evaluasi Rencana
Aksi Desa
Sampai akhir tahun 2008 telah
dilaksanakan Lokakarya Pemberdayaan Masyarakat dalam Upaya Pencegahan dan
Penanganan Flu Burung di 31 Desa dalam 30 Kecamatan di Kabupaten
Indramayu. Dengan demikian maka di
setiap kecamatan telah ada satu desa yang menjadi lokasi lokakarya, kecuali di
Kecamatan Kandanghaur sebanyak 2 (dua) desa serta Kecamatan Sukagumiwang sama
sekali belum ada.
Bila dilihat sepintas maka
berbagai kegiatan yang direncanakan peserta lokakarya di setiap desa hampir
serupa. Kegiatan yang paling banyak
direncanakan adalah sosialisasi flu burung.
Perbedaanya terletak pada lokasi dan cara sosialisasi yang akan
dilakukan. Beberapa desa melaksanakannya
berdasarkan batas wilayah seperti RT dan RW, Blok, Kampung dan lain-lain. Beberapa desa melaksanakan melalui lembaga
keagamaan seperti pengajian rutin ibu-ibu atau bahkan menjadi bagian dari
khutbah Jum’at. Selain itu dapat juga
menembus batas perwilayahan seperti melalui siaran radio lokal dan hajatan yang
diadakan masyarakat desa.
Beberapa kegiatan yang
direncanakan dalam Rencana Aksi Desa di 31 Desa tersebut adalah sebagai berikut
:
1. Sosialisasi Flu Burung Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
2. Pembuatan POSKO Flu Burung
3. Pendataan unggas dan pemiliknya
4. Gerakan operasi bersih (opsih)
5. Pentas seni budaya tentang flu
burung
6. Pemutaran film tentang flu burung
7. Pembuatan spanduk tentang flu
burung
8. Pelatihan vaksinasi
9. Penyemprotan kandang
10. Vaksinasi unggas
11. Lomba kandang sehat dan unggas
sehat
12. Demo pengolahan daging unggas dan
telur ayam
13. Pembuatan kandang percontohan
14. Penertiban unggas liar
15. Pemusnahan unggas terkena virus
flu burung
16. Pembuatan Peraturan Desa tentang
tatacara pemeliharaan ternak unggas
17. Evaluasi dan pelaporan kegiatan
Dari semua rencana yang dibuat
peserta lokakarya hampir semuanya dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan
rencana (98 %). Bahkan beberapa desa
merencanakan kegiatan lanjutan untuk 3 bulan berikutnya. Tetapi tidak sedikit peserta lokakaya yang
tidak melanjutkan dengan rencana kegiatan baru.
Namun demikian, sekalipun secara formal mereka tidak lagi membuat
rencana bersama tetapi pola hidup bersih dan sehat telah melekat dalam
kehidupan sehari-hari.
Kegiatan yang tidak dapat
dilaksanakan adalah pembuatan Peraturan Desa yang mengatur kegiatan yang
berkaitan dengan penceghan dan penanganan flu burung. Pembuatan peraturan tersebut ternyata harus
mengacu kepada peraturan yang lebih tinggi, misalnya Peraturan Bupati atau
Peraturan Daerah. Hal ini tentu saja
harus melalui proses yang panjang dan pada akhirnya tidak dapat dilaksanakan.
Sekalipun beberapa peserta adalah
unsur pemerintahan desa namun ternyata mereka tidak semuanya mengerti tentang
tata tertib pembuatan Peraturan Desa.
Keadaan ini juga bisa terjadi jika aparat desa tidak dapat
mempertahankan pendapatnya pada saat diskusi dilaksanakan.
Penutup
Lokakarya Pemberdayaan Masyarakat
dalam Upaya Pencegahan dan Penananan Flu Burung di Kabupaten Indramayu memberikan
pelajaran bahwa kesederhanaan pola pikir, keterbatasan pendidikan dan berbagai
kekurangan yang ada dalam masyarakat tidak dapat dipandang sebelah mata. Karena semua itu merupakan potensi besar
untuk diramu menjadi kekuatan dalam menghadapi berbagai permasalahan yang
terjadi. Sebab merekalah yang mengetahui
pokok permasalahan dan upaya yang paling tepat mengatasi dengan segala potensi
yang tersedia di desanya. Persoalan
pokoknya terletak pada kemauan para perencana untuk bisa membumikan buah
pemikiran ilmiahnya ke dalam bahasa yang mudah dimengerti dan dilaksanakan
masyarakat tanpa mengurangi kaidah bakunya.
Untuk penyusunan perencanaan
pembangunan atau kepentingan perencanaan lainnya maka instrumen yang dipakai
pada lokakarya flu burung perlu disesuaikan sehingga lebih dapat dipahami,
dimengerti dan yang lebih penting lagi dapat dilanjutkan proses pelaksanaan perencanaannya
oleh masyarakat secara mandiri.
Daftar Pustaka
Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Indramayu dan Badan
Pusat Statistik Kabupaten Indramayu. 2006. Indek Pembangunan
Manusia, Human Develompent Index (HDI) Kabupaten Indramayu Tahun 2005.
Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Indramayu dan Badan
Pusat Statistik Kabupaten Indramayu. 2008. Indramayu Dalam Angka
Tahun 2007 (Indramayu in Figures 2007).
Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Indramayu. 2009.
Laporan Dinamika Populasi Ternak Triwulan III Tahun 2009.
Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Indramayu. 2009. Laporan Kegiatan Lokakarya Pemberdayaan
Masyarakat dalam Upaya Pencegahan dan Penanganan Flu Burung di Kabupaten
Indramayu Tahun 2006-2008.
Lampiran 1.
RENCANA AKSI /
GERAKAN PENCEGAHAN DAN PENANGANAN FLU BURUNG
DESA CIPEDANG KECAMATAN
BONGAS KABUPATEN INDRAMAYU
BULAN : DESEMBER
2006 – FEBRUARI 2007
PEMERAN
|
WAKTU (BULAN)
|
|||||||||||||||||
NO.
|
KEGIATAN
|
RT/
RW
|
DE-
SA
|
KEC.
|
KAB.
|
DES 2006
|
JAN 2007
|
FEB 2007
|
KET
|
|||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
|||||||
1.
|
Sosialisasi :
- Hajatan/Kesenian
- Famplet
- Majelis Ta’lim
- Penyuluhan Pertanian
- Pos KB
- Posyandu
- Demo Masak
- PHBS
- Spanduk
- Institusi Pendidikan
|
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
|
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
|
V
V
V
V
V
|
V
|
V
V
V
V
|
V
V
V
|
V
V
|
V
|
V
V
V
V
|
V
V
|
V
|
V
|
V
V
|
V
V
|
V
|
V
|
|
2.
|
Pendataan ternak unggas dan pemiliknya
|
V
|
V
|
V
|
V
|
V
|
||||||||||||
3.
|
Gerakan opsih
|
V
|
V
|
V
|
||||||||||||||
4.
|
Penyemprotan kandang
|
V
|
V
|
V
|
||||||||||||||
5.
|
Pembuatan
kandang percontohan
|
V
|
V
|
V
|
V
|
|||||||||||||
6.
|
Vaksinasi unggas
|
V
|
V
|
V
|
||||||||||||||
7.
|
Penertiban unggas liar
|
V
|
V
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar