|
|
|
|
BUMBU
MASAK ITU BERNAMA “INFLASI”
(Sebuah Telaah
atas Dampak Inflasi terhadap Kegiatan Bisnis)
Mata
Kuliah : ANALISIS
MAKRO BISNIS
Dosen
: DR.
SENEN MACHMUD, SE, M. Si
Oleh :
D
I N O T O
PROGRAM PASCA SARJANA
KONSENTRASI MANAJEMEN SUMBERDAYA MANUSIA
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI “CIREBON”
CIREBON
2009
|
|
|
|
|
“Para pelaku bisnis
dan masyarakat mesti bersiap-siap
menghadapi keadaan
yang lebih buruk lagi di masa mendatang.
Pemerintah, dalam hal
ini otoritas fiskal,
diharapkan bergerak
cepat
dengan mengambil
langkah koordinatif
dengan otoritas
moneter.”
(Bank Indonesia)
“Kebijakan moneter diatur oleh Bank Sentral, instrumennya adalah
perubahan stok uang beredar, perubahan suku bunga -tingkat diskonto-
dimana Bank Sentral meminjamkan uang kepada bank komersial,
dan pengawasan terhadap perbankan.
Kebijakan fiskal berada dalam wewenang DPR dan biasanya diprakarsai
oleh lembaga eksekutif. Instrumennya
adalah tarif pajak dan pengeluaran pemerintah.”
(Dornbusch
dan Fischer)
“3 Kalau !”
Kalau krisis ini sangat dalam dan sangat
panjang
sehingga semua orang harus mati,
pastikan kamu mati yang terakhir.
Kalau krisis ini sangat panjang dan sangat
dalam,
sehingga semua mati tetapi ada yang tersisa
satu,
pastikan kamulah yang tersisa itu.
Kalau ternyata tidak terjadi krisis,
pastikan kita yang paling bahagia
karena kita orang yang paling siap.”
(Chairul
Tanjung)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah subhana wa ta’ala, karena hanya berkat
rahmat dan karunia-Nya sajalah kami dapat neyelesaikan amanah yang dipercayakan
tepat pada waktunya.
Karya tulis berjudul “Bumbu Masak
Itu Bernama ‘Inflasi’ Sebuah Telaah atas Dampak Inflasi terhadap Bisnis” ini
merupakan salah satu tugas Mata Kuliah Analisis Bisnis Makro dibawah asuhan Bapak
Dr. Senen Machmud, SE, M. Si. Oleh
karena itu kami pun tidak lupa menyampaikan terimakasih yang tak terhingga
kepada beliau.
Kepada rekan-rekan Angkatan Pertama
dan para pengelola Program Pasca
Sarjana STIE Cirebon, tidak lupa disampaikan salam hangat atas segala aktivitas
yang menjadikan suasana ruang kuliah Full AC kita selalu hangat-hangat saja.
Indramayu,
17 April 2009
Penulis
DAFTAR ISI
|
|||||||||||||||||||
|
|
|
|||||||||||||||||
|
Halaman
|
||||||||||||||||||
KATA PENGANTAR
|
.........................................................................
|
i
|
|||||||||||||||||
|
|
|
|
||||||||||||||||
DAFTAR ISI
|
..........................................................................................
|
ii
|
|||||||||||||||||
|
|
|
|
||||||||||||||||
BAB I
|
PENDAHULUAN
|
............................................................
|
1
|
||||||||||||||||
|
1.1.
|
Latar Belakang
|
.........................................................
|
1
|
|||||||||||||||
|
1.2.
|
Masalah
|
..................................................................
|
1
|
|||||||||||||||
|
1.3.
|
Tujuan Penulisan
|
.....................................................
|
2
|
|||||||||||||||
|
1.4.
|
Sistematika Penulisan
|
...............................................
|
2
|
|||||||||||||||
|
|
|
|
|
|||||||||||||||
BAB II
|
MATERI DANMETODE
|
..................................................
|
4
|
||||||||||||||||
|
2.1.
|
Materi
|
.......................................................................
|
4
|
|||||||||||||||
|
2.2.
|
Metode
|
....................................................................
|
4
|
|||||||||||||||
|
|
|
|
|
|||||||||||||||
BAB III
|
PEMBAHASAN
|
..................................................................
|
5
|
||||||||||||||||
|
3.1.
|
Pengertian
|
..................................................
|
7
|
|||||||||||||||
|
3.2.
|
Inflasi dan Bisnis
|
.....................................................
|
13
|
|||||||||||||||
|
3.3.
|
Sekilas tentang Global
|
............................................
|
14
|
|||||||||||||||
|
3.4.
|
Indonesia Diantara Belahan Dunia
|
..........................
|
19
|
|||||||||||||||
|
3.5.
|
Penekatan Kuantitatif
|
..........................
|
21
|
|||||||||||||||
|
3.6.
|
Pendekatan Sistem
|
..................................................
|
26
|
|||||||||||||||
|
3.7.
|
Kembang-kempis
|
............................................
|
30
|
|||||||||||||||
|
3.8.
|
Sikap Optimis
|
.....................................................
|
34
|
|||||||||||||||
|
|
|
|
||||||||||||||||
BAB IV
|
PENUTUP
|
.....................................................................
|
35
|
||||||||||||||||
|
4.1.
|
Kesimpulan
|
..............................................................
|
35
|
|||||||||||||||
|
4.2.
|
Saran
|
.......................................................................
|
35
|
|||||||||||||||
|
|
|
|
||||||||||||||||
DAFTAR PUSTAKA
|
..........................................................................
|
36
|
|||||||||||||||||
|
|
|
|
||||||||||||||||
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Inflasi
merupakan salah satu dinamika ekonomi yang selalut terjadi setiap saat. Kejadian ini dapat menjadi agenda rutin bagi
suatu negara sehingga bisa diprediksi sebelumnya. Namun bisa juga merupakan kejadian mendadak
yang tiba-tiba saja memporakporandakan perekonomian negara yang sedang
dinikmati seluruh warganya.
Krisis
keuangan global dengan dampak yang mendunia menjadi salah satu penyebab inflasi
yang tidak pernah diduga sebelumnya.
Hampir tidak ada negara yang tidak terpengaruh. Inflasi terjadi dimana-mana, ironisnya ketika
negara asal krisis sudah berbenah, banyak negara lain masih tertatih-tatih dan
makin terjerembab dalam dampak yang ditimbulkannya.
Kegiatan
bisnis selalu menjadi bagian penting dari dinamika keuangan ini, keberadaannya
dapat berpengaruh terhadap inflasi ataupun terpengaruh olehnya, meminjam
istilah kimia, reversibel. Oleh karena
itu keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
1.2.
Masalah
Terlepas
dari berbagai faktor yang berkaitan dengan inflasi, dinamika moneter ini selalu
berpengaruh dan dipengaruhi perkembangan dunia usaha yang ada. Berbagai kegiatan bisnis akan langsung
merasakan dampaknya, baik negatif atau bahkan ada yang justeru panen keuntungan
dengan makin tingginya inflasi.
Sesungguhnya
inflasi adalah gejala moneter yang pada batas tertentu diperlukan untuk
menggairahkan bisnis tetapi ketika terlalu tinggi akan berbahaya bagi perekonomian
suatu negara secara keseluruhan.
Ibarat
masakan, tanpa bumbu masak maka sayur terasa hambar dan tak karuan namun ketika
monosodium glutamat sudah berlebihan maka bukan hanya cita rasa masakan menjadi
amburadol tetapi juga akan menjadi biang penyakit karsogenik yang mematikan.
1.3.
Tujuan
Penulisan
Tujuan
penulisan Karya Tulis ini adalah untuk mencoba menelaah pengaruh inflasi
terhadap kegiatan bisnis. Banyak
perusahaan yang merasakan dampak negatif, tidak sedikit juga yang memetik hasil
dari makin besarnya inflasi yang saat ini terjadi sebagai dampak dari
kebangkrutan salah satu lembaga keuangan terpercaya di Paman Sam.
.
1.4.
Sistematika
Penulisan
Sistematika
penulisan makalah ini sedapat mungkin mendekati format ilmiah, yaitu :
1.
Kata Pengantar menjelaskan dasar dan beberapa hantaran
kata yang berkaitan erat dengan penulisan karya tulis ini.
2.
Bab I Pendahuluan mengemukakan tentang latar belakang,
masalah dan tujuan penulisan dikaitkan dengan judul yang dipilih, serta
sistematika penulisan karya tulis itu sendiri.
3.
Bab II Materi dan Metode menjelaskan tentang materi
yang menjadi bahasan dan metode penulisannya.
4.
Bab III Pembahasan menguraikan tentang inflasi, bisnis,
globalisasi dan efek reversibel reaksi inflasi dan bisnis yang pada umumnya
menuruti hukum “Kembang-kempis”.
5.
Bab IV Penutup merupakan kesimpulan dari uraian
sebelumnya saran untuk perbaikan selanjutnya.
6.
Daftar Pustaka memaparkan sumber tulisan yang dikutip
pada penulisan makalah tulis ini.
BAB II
MATERI DAN METODE
2.1.Materi
Bahan
acuan dalam menelaah dampak inflasi terhadap bisnis adalah berbagai tulisan
Bapak Dr. Senen Machmud, SE, M. Si yang menjadi bahan kuliah Analisis Bisnis
Makro. Sementara bahan telaahnya adalah
berbagai buku tentang yang berkaitan Makroekonomi, Bisnis Internasional dan
lain-lain, serta berbagai tulisan yang berkaitan sebagaimana tertera pada
Daftar Pustaka.
2.2.Metode
Kerangka pikir
dari sumber utama tentang Analisis Makro Bisnis diuraikan secara sistematis,
kemudian pendapat-pendapat dari berbagai sumber
pustaka dipaduserasikankan, juga pendapat para Penulis yang disepakati
melalui diskusi. Setelah itu dibuat dalam
rangkuman kesimpulan dan diajukan beberapa saran untuk perbaikan.
BAB III
PEMBAHASAN
Maju
mundurnya suatu negara di era globalisasi seperti sekarang ini tidak terlepas
dari keadaan ekonomi dunia. Bahkan
fluktuasi ekonomi di suatu negara adidaya bukan hanya sebatas mempengaruhi
negara yang langsung berhubungan dengannya tetapi bisa mengguncang situasi
perekonomian dunia secara keseluruhan.
Dalam
dua windu belakangan ini telah terjadi dua krisis ekonomu dengan sebab dan
akibat yang berbeda. Pada krisis ekonomi
yang dialami beberapa negara menjelang akhir abad XX, Indonesia merupakan
negara yang paling menderita.
Penderitaan beberapa negara ini ternyata hanya lokal di suatu negara,
tidak terlalu berimbas kepada perekonomian dunia. Bahkan penderitaan panjang Bangsa Indonesia
ternyata justeru menjadi sumur bor ekonomi bagi berbagai negara, termasuk
lembaga keuangan dunia.
Berbeda
halnya dengan krisis ekonomi yang dialami Amerika Serikat saat ini, imbasnya
secara langsung mengguncang perekonomian dunia secara keseluruhan. Bahkan ketika negara yang bersangkutan sudah
mengalami berbagai peningkatan perbaikan, negara berkembang seperti Indonesia
masih terpuruk dalam krisis yang makin berkepanjangan.
Ketergantungan
pada salah satu negara inilah yang menyebabkan sebuah negara adidaya dapat mengatur
perekonomian dunia, baik langsung maupun tidak langsung. Bahkan ketika pemerintah Washington
memutuskan untuk mencetak dollar dengan jumlah yang sangat banyak, mereka tidak
khawatir terjadinya inflasi di Amerika Serikat.
Justeru negara berkembang yang harus bersiap-siap menaikan prediksi
angka inflasi akbibat serbuan dollar.
Sungguh sesuatu yang di luar kaidah teori makroekonomi.
Besar
kecilnya inflasi di suatu negara akan sangat berpengaruh terhadap kegiatan
perekonomiannya. Keadaan ini diperparah
dengan dampak sosial yang ditimbulkan sering berefek domino menghasilkan dampak
sosial lain sampai tidak terkendali.
Dalam
tulisan ini kami mencoba menelaah dampak inflasi terhadap perkembangan bisnis,
khususnya di Indonesia, dan bagaimana para enterpreuneur Negara Kesatuan
Republik Indonesia tetap optimis dan mengatur strategi untuk menghadapinya.
3.1.Pengertian Inflasi
Jika
membeli kerupuk di warung, maka dengan uang seribu rupiah akan didapatkan dua
bulatan kerupuk aci. Padahal, empat dasa
warsa yang lalu, di warung yang sama untuk mendapatkan dua kerupuk aci dengan
ukuran yang sama cukup ditukar dengan sekeping lima rupiahan. Jadi harga kerupuk yang sekarang Rp. 500/buah
itu, empat puluh tahun lalu hanya seharga Rp. 2,5 saja. Gambaran sederhana ini kiranya lebih mudah
membuka wawasan kita tentang inflasi.
Para
ahli mencoba mendefinisikan secara ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan. Salah satunya mendefinisikan bahwa inflasi
adalah kecenderungan naiknya harga barang pada umunya secara terus-menerus
akibat ketidakseimbangan arus barang dan arus uang.
Bila
inflasi terjadi secara terus menerus dengan laju yang tak terkendali maka dapat
berdampak negatif terhadap perekonomian suatu negara. Suatu negara yang mengalami inflasi ditandai
dengan ciri-ciri sebagai berikut :
-
Harga-harga barang yang beredar pada umumnya dalam
keadaan naik terus-menerus
-
Jumlah uang yang beredar melebihi kebutuhan
-
Jumlah barang relatif sedikit
-
Nilai uang (daya beli uang) turun
Keadaan yang
tidak menyenangkan ini disebabkan berbagai faktor, antara lain adalah :
-
Jumlah uang yang beredar tidak seimbang dengan jumlah
barang (jumlah uang lebih banyak daripada jumlah barang)
-
Jumlah uang yang beredar menjadi lebih besar karena
pencetakan uang baru oleh pemerintah dalam rangka menghilangkan pinjaman luar
negeri
-
Desakan golongan masyarakat tertentu untuk memperoleh
kredit murah
-
Adanya sektor ekspor/impor, tabungan, investasi dan
pengeluaran negara.
Oleh karena
itu mereka menggolongkan inflasi dapat berdasarkan penyebabnya, yaitu :
-
Demand pull inflation, yaitu inflasi yang diakibatkan
oleh naiknya permintaan masyarakat akan berbagai barang.
-
Cost push inflation, yaitu inflasi yang diakibatkan
oleh naiknya ongkos produksi barang dan jasa
Dengan
demikian, inflasi sebenarnya merupakan kejadian yang lumrah dan dialami semua
negara. Kecuali keadaan yang terlalu
ekstrim, melebihi keadaan biasanya yang sudah diwaspadai. Berat ringannya beban negara tergantung pada
besarnya tingkatan inflasi yang diderita, yang terbagi dalam beberapa golongan
:
-
Inflasi ringan, yaitu inflasi yang besarnya kurang dari
10 prosen per-tahun
-
Inflasi sedang, yaitu inflas yang terjadi antara 10 –
30 prosen per-tahun
-
Inflasi berat, yaitu inflasi yang besarnya antara 30 –
100 prosen
-
Hiperinflasi, yaitu inflasi yang besarnya di atas 100
prosen
Dari beberapa
uraian di atas, ternyata inflasi selalu dikaitkan dengan harga barang. Padahal dalam dunia perekonomian, yang
dinamakan produk bukan hanya barang tetapi juga jasa. Pembiayaan yang dikeluarkan untuk jasa ini
tidak pernah diperhitungkan. Oleh karena
itu, sebagian ahli ekonomi yang lain berpendapat bahwa sebenarnya inflasi
adalah sesuatu yang harus terjadi karena harga barang harus mengemban juga
harga jasa.
Dengan
demikian sebuah negara yang tidak mengalami inflasi sesungguhnya berjalan dalam
ketidaknormalan, sangat berbeda dengan asumsi umumnya. Negara tersebut mengalami deflasi, kenaikan
harga barang yang sesungguhnya lebih rendah daripada nilai uang yang
berlaku. Sebagaimana pernyataan di atas
bahwa sesungguhnya perubahan nilai barang yang berkurang ini impas dengan nilai
pembayaran jasa.
Beberapa
ahli mengeluarkan teori tersendiri dalam menganalisis kejadian yang
mempengaruhi perekonomian semua negara ini, diantaranya :
a.
Teori Kuantitas Irving Fischer
Fischer
mengemukakan bahwa penyebab timbulnya inflasi di negara berkembang adalah :
-
Jumlah uang yang beredar
-
Psikologi masyarakat (expectation), harapan masyarakat
mengenai kenaikan harga.
Dengan asumsi
di atas maka jumlah uang yang beredar berbanding terbalik dengan kecepatan
perputaran uang, serta berbanding lurus dengan harga barang yang berbanding
terbalik dengan laju perdagangan.
Secara
matematis dapat digambarkan sebagai berikut :
M V
= P T
|
Dimana :
M = Money (jumlah uang yang beredar)
V = Velocity of circulation money
(kecepatan perputaran uang)
P = Price (harga barang)
T = Trade (laju perdagangan)
Sebagai
pembanding Dornbusch dan Fischer menyebutkan bahwa stok uang yang beredar
adalah jumlah rekening deposito yanng dapat dijadikan cek (rekening koran di bank) ditambah uang kartal
(currency) yang dipegang masyarakat.
Secara
matematis dapat digambarkan sebagai berikut :
M1
= CD + CU
|
Dimana :
M1 = Money (jumlah uang yang beredar)
CD = Certificat of Deposit (rekening deposito,
dapat dijadikan cek)
CU = Currency (uang kartal yang dipegang
masyarakat)
b.
Teori Keynes
Keynes
berpendapat bahwa inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas
kemampuan ekonominya, sehingga terjadi perebutan rezeki diantara kelompok
masyarakat. Hal ini menyebabkan
permintaan akan barang dan jasa melebihi penawarannya sehingga terjadi
Inflationary Gap (celah inflasi) yang terjadi karena sebagian golongan
masyarakat yang berebut dengan dukungan dana yang tersedian mampu
merealisasikan keinginannya sementara yang lain kalah dalam persaingan.
Kelompok
'pemenang' dalam celah persaingan ini adalah:
1)
Pemerintah, yang akan berusaha memperoleh bagian output
lebih banyak dengan cara mencetak uang
baru
2) Para
pengusaha swasta, akan terus menambah
investasinya dengan cara berusaha mendesak memperoleh kredit murah dari bank. Jika bank memberik.an kredit murah, uang
beredar semakin bertambah dan hal inilah yang mendorong tirnbulnya inflasi.
3) Golongan buruh, akan berusaha meningkatkan
daya belinya dengan cara menuntut upah yang lebih tinggi. Jika upah naik harga pun biasanya ikut naik
dan terjadilah inflasi.
Sementara kelompok yang kalah karena tidak
berhasil meningkatkan pendapatannya adalah kelompok masyarakat yang
berpenghasilan tetap, diantaranya Pensiunan, Pegawai negeri/Polisi/Tentara,
Petani dan Ibu Rumah Tangga.
c.
Teori Strukturalis
Munculnya
inflasi terutama di Negera Berkembang adalah akibat struktur ekonomi yang tidak
elastis baik dalam penerimaan ekspor ataupun penawaran bahan makanan.
Ketidakelastisan
penerimaan ekspor disebabkan nilai penerimaan ekspor yang senantiasa lebih
lamban daripada nilai impor. Kelambanan
ini disebabkan :
-
Harga-harga barang ekspor di pasar dunia mengalami
kelesuan
-
Penawaran barang ekspor tidak responsif terhadap harga
Sementara itu
ketidak-elastisan penawaran bahn makanan di negara berkembang disebabkan oleh
penawaran bahan makanan lebih lambat daripada pertumbuhan jumlah penduduk dan
pertambahan per-kapita sehingga harga bahan makanan di dalam negeri cenderung
untuk naik melebihi kenaikan harga-harga barang lainnya.
Dari uraian di
atas dapat ditarik benang merah bahwa inflasi dapat berasal dari dalam negeri
tanpa adanya pengaruh dari negara lain sekalipun (domestic inflation) atau
bahkan terjadi akibat pengaruh dari luar negeri (imported inflation). Dengan demikian tidak mengherankan ketika
krisis ekonomi di suatu negara akan menyulut inflasi di negara lainnya.
3.2.Dampak Inflasi
Sebagai
bagian dari gejolak ekonomimakro, maka inflasi berdampak luas kepada semua lini
baik yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengannya. Bahkan dampak yang ditimbulkan akan makin
besar dengan bertumbukannya berbagai dampak tersebut satu sama lain, yang
menyebabkan dampak inflasi semakin kompleks.
Secara
umum, dampak inflasi dapat digolongkan sebagai berikut :
a.
Dampak inflasi terhadap distribusi (pemerataan)
pendapatan (Equity Effect), yang meliputi :
1)
Inflasi akan merugikan orang yang berpendapatan tetap,
seperti pensiunan dan pegawai
2)
Kerugian juga
akan dialami oleh mereka yang menyimpan kekayaan dalam bentuk uang kas (uang
tunai) atau mereka yang menabung uang di rumah
3)
Kerugian juga dialami oleh para kreditur (orang yang
memberi pinjaman) apabila bunga pinjaman lebih rendah daripada laju inflasi
Selain itu,
terdapat juga beberapa golongan yang justeru meraup keuntungan dari inflasi,
diantaranga adalah :
1)
Orang yang prosentase pendapatannya naik melebihi
prosentase kenaikan inflasi
2)
Mereka yang memiliki
kekayaan bukan dalam bentuk uang tunai, melainkan dalam bentuk barang berharga
seperti emas.
3)
Buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja
- Dampak Inflasi terhadap Efisiensi
Inflasi menyebabkan
penggunaan faktor produksi tidak efisien sehingga berpengaruh terhadap proses
produksi secara keseluruhan. Bukan hanya
itu, inflasi juga menyebabkan perubahan daya beli masyarakat yang akan
mengakibatkan struktur permintaan masyarakat terhadap beberapa jenis barang.
Salah satu
cara singkat yang dapat ditempuh dalam meningkatkan efisiensi adalah dengan
mengurangi tenaga kerja, yang berarti menambah tingkat pengangguran. Tetapi ironis dengan dugaan, bahwa antara
inflasi dan tingkat pengangguran dapat berbanding terbalik.
Kurva Phillips
menggambarkan keterkaitan antara inflasi dan tingkat pengangguran, semakin
tinggi tingkat pengangguran maka akan semakin rendah laju inflasi. Dengan demikian, penurunan tingkat
pengangguran akan selalu dapat dipertahankan dengan mendorong kenaikan laju inflasi
dan bahwa laju inflasi akan selalu dapat diturunkan dengan membiarkan
terjadinya kenaikan tingkat pengangguran.
Kurva ini
merupakan keterkaitan empiris yang menghubungkan perilaku tingkat upah dan
inflasi harga dengan tingkat pengangguran.
Kurva Phillips sangat terkenal di Inggeris pada dasawarsa tahun 1950-an
dan menjadi landasan bagi analisis makroekonomi.
Tetapi teori
ini diragukan kebenarannya ketika mulai tahun 1970-an terjadi inflasi
besar-besaran yang diiringi dengan tingkat pengangguran yang sangat tinggi.
3.3.Sekilas tentang Krisis Global
Tanda-tanda
akan adanya krisis keuangan yang maha besar sebenarnya sudah muncul di awal
abab XXI ini. Peter Eigen, Pendiri dan
Chairman Transparency International menulis pada bagian pengantar Global Corruption
Report 2003 sebagai berikut, “Skandal Enron telah mengirimkan gelombang kejut
ke seluruh dunia karena merusak habis kepercayaan pihak publik terhadap
integritas bisnis.”
Bagi Indonesia
yang saat intu masih disibukkan dengan dampak krisis ekonomi 1997 yang tidak
kunjung usai, gelombang kejut itu mungkin tidak terlalu terasa. Atau pemicu munculnya krisis tersebut adalah
berkaca kepada Indonesia yang tidak pernah selesai berbenah, malah makin dalam
terjungkal setelah makin terkuaknya borok pemerintahan di balik ribuan
prestasi.
Eigen
mengatakan bahwa Enron dan skandal yang mengikutinya memperkuat persepsi
kuatnya kolusi antara auditor, penasihat pajak, pengacara, bankir dan klien
koorporasi mereka untuk merekayasa laporan keuangan demi keuntungan jangka
pendek para manajer yang mengabaikan kepercayaan yang diberikan pemegang usaha,
karyawan dan publik.
Sebagai
akibatnya, publik mulai melek dan tidak percaya begitu saja terhadap laporan
keuangan perusahaan karena tidak menjamin kebenaran soal informasi keuangan
perusahaan. Tidak mengherankan akibatnya
sangatlah luas, ketidak-begitu-sajaan dalam mempercayai laporan keuangan
perusahaan sudah dipiju sejak terkuaknya skandal keuangan di beberapa
perusahaan besar seperti Xerox, Merck, Tyco, Kmart dan Global Crossing.
Akan tetapi
kejadian yang menimpa Enron sungguh mengejutkan, karena perusahaan tersebut
merupakan perusahaan raksasa bisnis dunia.
Perusahaan kelas dunia lain yang juga terjungkal adalah WorldCom.
Tidak berapa
lama, tanda-tanda krisis yang sebenarnya pun terjadi. Lehman Brothers dan Merrill Lynch, dua nama
top di jagat bisnis investment banking duna tersebut ambruk akibat kasus
transaksi derivatif yang terkait dengan subprime mortage.
Lehman,
raksasa bisnis berusia lebih dari seabad harus hilang namanya dari sejarah
peradaban bisnis modern. Adapun Merrill
Lynch masih cukup beruntung walaupun harus menyerahkan diri kepada Bank of
America.
Singkat kata,
kebangkrutan kedua raksasa bisnis ini merontokan AIG Life dan City Group yang
harus di-bailout untuk menyelamatkan diri dari kehancuran. Raksasa otomotif seprti Ford, General Motor
dan Chrysler pun meminta hal yang sama untuk mencegah terjadinya PHK
besar-besaran. Akhirnya, bencana ini pun
berdampak langsung terhadap perekonomian Amerika Serikan secara keseluruhan,
bahkan merambah ke seluruh dunia menjadi krisis global.
Chairul
Tanjung, menggambarkan proses yang rumit ini dengan bahasa yang sederhana. Bahwa krisis ini dimulai dari sebuah negara
yang paling kaya, Amerika Serikat. Sebuah
pertanyaan yang tidak harus dijawab, “Mengapa negara yang begitu sophisticated
dan begitu luar biasa kayanya bisa kena krisis?”
Suatu negara
yang sangat maju dan paling berkuasa, dengan berbagai kehebatannya tentu tidak
masuk akal akan terjerembab dalam krisis yang sangat hebat. Semua ini terjadi disebabkan oleh keseakahan
manusia, khususnya di Amerika Serikat.
Sebenarnya
Kitab Suci yang menjadi bagian hidup dari penduduk yang mengaku beriman telah
mengingatkan bahwa semua itu merefleksikan hasil dari apa yang ditanam. “Siapa menabur angin, dia akan menuai badai,”
sebuah adegium lama mengingatkan. Kalau
menanam kebaikan maka hasil panennya juga kebaikan. Filosofi dasar ini juga ada dalam budaya
Jepang.
Sebaliknya
orang-orang Amerika Serikat karena keserakahan, arogansi dan kesombongannya
lupa dengan apa yang mereka perbuat selama puluhan tahun. Sedemikian kretifnya mereka dalam berbisnis
sehingga menjual sesuatu pun tanpa perlu ada barangnya.
Minyak mentah
yang diperdagangkan di New York dan Chicago dalam bursa komoditas tidak pernah
ada delivery-nya. Jadi, yang menjual
minyak tidak perlu punya minyak dan yang membeli juga tidak perlu butuh
minyak. Sehingga, minyak yang
diperdagangkan melebihi kebutuhan dan permintaan, melebihi supply dan
demand. Ironisnya, sesungguhnya
barangnya pun tidak ada!
Belajar kepada
masa lalu, secara riil awal perdagangan dilakukan dengan uang cash, ada juga
yang melalui TT (telegraphic transfer), L/C atau barter. Orang-orang Amerika Serika yang kelewat
kreatif menduplikasi perdagangan riil ke perdagangan tidak riil.
Awalnya harga
barang tidak riil mengikuti harga yang riil.
Karena jumlah barang yang riil masih jauh lebih besar daripada yang
tidak riil. Lama-lama jumlah barang yang
tidak riil lebih besar daripada barang yang riil. Sebagai akibatnya, harga
barang yang riil mengikuti harga yang tidak riil. Ini tidak hanya terjadi pada satu komoditas
tetapi hampir di semua komoditas.
Hal itu
sengaja mereka buat karena ingin menggandakan keuntungan. Akibatnya, terjadi penggelembungan ekonomi
(bubble of economy). Dalam waktu yang
sangat singkat harga minyak bisa naik seenaknya dan turun seenaknya.
Penjual tidak
memiliki minyak dan pembeli juga tidak butuh minyak. Tidak perlu ada tangki. Misalnya ada pembeli yang membeli 5 juta kiloliter,
yang diterima cuma kertas karena memang tidak ada minyaknya. Begitu harga turun, semua melakukan penjualan
seenaknya. Harga minyak pun turun luar
biasa dalam waktu sangat singkat.
Pada waktu
men-set up sistem kapitalis, meeka beranggapan bahwa mekanisme pasar yang free
seperti ini adalah the future is come true.
Mereka menghujat sosialisme dan komunisme karena dianggap sebagai masa
lalu.
Padahal saat
ini Amerika Serikan menjadi negara yang paling sosialis. Mereka akan melakukan apa saja agar dapat
menjaga tenaga kerja di pabrik mobil, bank dan sebagainya. Bahkan ada yang menyebutkan bahwa industri
porno seperti Playboy juga meminta untuk di-bail out pemerintah karena
menganggap dirinya menyangkut hajat hidup rakyat Amerika Serikat.
Kebebasan yang
berlebihan dan sudah kebablasan ini telah menjadi kendali ekonomi, ketika harga
minyak dan komoditas lain naik, maka harga kebutuhan pun ikut naik. Kalau kebutuhan naik, maka timbul berbagai masalah
baru, salah satunya subprime mortage atau KPR (Kredit Kepemilikan Rumah) atau
hipotik.
Di Amerika
Serikat terdapat dua jenis KPR, yaitu prime mortage dan subprime mortage. Prime mortage adalah mortage untuk nasabah
utama, sedangkan subprime mortage adalah mortage bukan nasabah utama. Artinya, sebenarnya mereka tidak layak
mendapat kredit karena tidak mampu membayar cicilan, tetapi tetap diberi
kredit.
Selama puluhan
tahun hal itu berlangsung lancar tanpa masalah karena perekonomian Amerika
Serikat selalu naik. Saat itu,
perusahaan property tidak akan rugi sekalipun kreditor membeli rumah tanpa uang
muka karena nilainya akan terus naik dari tahun ke tahun.
Misalnya harga
awal rumah US$ 100.000, pada tahun berikutnya harga rumah secara otomatis akan
naik menjadi US$ 120.000. Anggap saja
kenaikan US$ 20.000 tersebut merupakan uang muka. Jika kreditor tidak bayar pun
tidak masalah karena bisa dijual kepada orang lain dan perusahaan property
tetap untung.
Kondisi
seperti ini dapat dimengerti, kepastian perekonomian juga menyebabkan
pendapatan masyarakat Amerika Serikat relatif konstan, tidak fleksibel seperti
di Indonesia. Tidak mengherankan kalau
di sana tradisi menawari orang lain yang kelaparan atau membantu mereka yang
berkekurangan tidak pernah ada. Demikian
juga kalau tidak punya uang harus bisa menahan lapar atau sengsara
sendiri. Jangan berharap ada orang lain
yang menolong.
Dengan
pendapatan yang stabil ini, begitu harga kebutuhan mereka naik maka yang
pertama kali dikorbankan adalah tagihan pembayaran KPR. Ketika bank-bank di sana diperiksa, ternyata
orang-orang yang tidak layak diberi kredit justeru mendapatkan kredit. Akibatnya value asset berkurang. Kegemparan akibat perbuatan penduduk Amerika
Serikat ini tidak lain adalah badai yang sudah saatnya dipanen setelah mereka
lama menabur angin.
Banyak orang
di dunia yang mengikuti jejak langkah orang Amerika Serikat dan telah menyeret
bangsanya ke dalam krisis finansial. Dengan
optimis Chairul Tanjung berpendapat bahwa dampak krisis pun tidak terlalu besar
mengingat pasar ekonomi Indonesia adalah ekonomi domestik yang menguasai 70
%. Sementara akibat krisis, ekspor akan
turun, mungkin menjadi 20 %. Jadi dengan
meningkatkan pasar domestik 10 % keadaan dapat terkendali.
Namun demikian
pengaruh krisis global terhadap keuangan Indonesia tidak dapat diabaikan begitu
saja. Salah satunya adalah meningkatnya
tingkat inflasi sampai menembus angka 11 %.
Berbagai bukti lain juga memberatkan pendapat Chairul Tanjung, ternyata
dampak krisis global cukup luas diantaranya situasi perekonomian yang masih
makin tidak menentu, merosot tajamnya ekspor, mengerutnya pasar domestik akibat
melemahnya daya beli masyarakat serta gelombang PHK seakan tidak ada batas
waktunya kapan akan berakhir.
Celakanya,
selain sektor keuangan dan perbankan, yang terimbas langsung krisis kali ini
justeru industri yang menyerap banyak tenaga kerja seperti pertambangan dan
energi, tekstil, garmen, alas kaki, otomotif serta makanan dan minuman. Sektor jasa seperti transportasi dan
pariwisata juga turut terpukul.
Sedemikian
muramnya dampak yang ditimbulkan, banyak ekonom meramalkan dampak krisis
finansial global terhadap perekonomian Indonesia bakal berlangsung sampai 2010.
Beruntunglah
masyarakat Indonesia yang telah teruji dalam menghadapi situasi terburuk, yaitu
ketika menghadapi krisis sepuluh tahun yang lalu. Banyak yang mengatakan bahwa krisis finansial
saat ini jauh lebih berat karena negara tujuan utama ekspor Indonesia seperti
Amerika Serikat, Eropa dan Jepang terpuruk perekonomiannya. Tetapi patut diingat bahwa seberat-beratnya
krisis yang dihadapi Indonesia sekarang, masih berkutat pada tataran
ekonomi. Sepuluh tahun yang lalu,
masyarakat diuji dengan krisis ekonomi yang parah sehingga rupiah terpuruk
dalam nilai yang sangat rendah, Rp. 20.000/US$, rakyat di negara swasembada
pangan ini pun harus berebut membeli beras, situasi chaos marak dimana-mana dan
nyawa dapat melayang di mana saja.
3.4.Inflasi dan Bisnis
Awan gelap
membayangi kondisi ekonomi Indonesia sampai akhir 2008, diperkirakan tahun 2009
akan menjadi lebih berat lagi. Efek
krisis finansial global diperkirakan semakin berat. Mulai dari memburuknya indikator-indikator
ekonomi makro, anjloknya daya beli konsumen, merosotnya penjualan industri
berbagai bidang sampai ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang lebih besar
lagi.
Seperti
diketahui bahwa di penghujung 2008 terjadi situasi yang sangat mencekam, salah
satu raksasa bisnis asal Surabaya, PT Maspion mem-PHK 3.000 orang
karyawannya. PT Riau Pulp & Paper
telah memutuskan hubungan kerja 1.000 karyawannya dan merumahkan 1.000 orang
karyawan lainnya. Di industri tekstil,
terutama yang pasarnya berbasis ekspor, sejumlah perusahaan terpaksa melakukan
PHK massal akibat menurunnya permintaan dari luar negeri.
Gambaran di
atas merupakan dampak mengerikan dari krisis finansial global terhadap bisnis
di Indonesia. Sebagai negara yang
menganut sistem ekonomi terbuka, Indonesia memang tidak bisa menghindar dari
dampak krisis global. Terlebih modal asing,
termasuk modal jangka pendek yang diinvestasikan di pasar modal juga berperan
penting dalam perekonomian indonesia.
Ketika para
investor melakukan redemption (menarik kembali) investasinya di bursa saham
Indonesia karena mengalami kesulitan likuiditas maka kebutuhan terhadap US$ pun
meningkat tajam. Hal ini membuat nilai
tukar rupiah anjlok. Selain itu, aksi
jual saham secara besar-besaran menyebabkan harga saham yang diperdagangkan di
Bursa Efek Indonesia berguguran.
Adrianus
Mooy, mantan Gubernur Bank Indonesia yang saat ini menjadi guru besar di
Universitas Pelita Harapan mengatakan bahwa, “Kejatuhan pasar modal dan
rontoknya nilai tukar rupiah sebenarnya sudah bisa diprediksi. Pasalnya, dulu kurs rupiah menguat dan bursa
saham mengalami bullish lantaran banyak dana jangka pendek dari luar negeri
yang masuk ke Indonesia. Ketika dana
tersebut ditarik kembali oleh pemiliknya (para investor asing), pasti hal itu
akan mengoreksi kurs rupiah dan harga saham.”
Seperti
diketahui bahwa para investor asing menarik dananya bukan karena pasar modal
Indonesia tidak menarik lagi, melainkan karena di negara mereka mengalami
kesulitan likuiditas. Bank-bank
kekeringan likuiditas karena masyarakat Amerika Serikat lebih senang memegang
US$ dalam bentuk tunai. Itulah sebabnya
US$ tetap menguat terhadap rupiah meskipun ekonomi negara adidaya itu melemah.
Keadaan
tersebut diperparah dengan adanya kebutuhan US$ untuk membayar hutang luar
negeri yang jatuh tempo dan aksi pelarian modal ke luar negeri oleh orang-orang
kaya Indonesia, sehingga membuat rupiah makin terjerembab. Dalam situasi seperti ini , perusahaan yang
mempunyai exposure pinjaman dalam US$ akan menanggung beban yang makin
berat. Begitu pula dengan perusahaan
yang masih mengandalkan impor bahan baku, biaya produksi mereka akan
membengkak.
Krisis
finansial global juga telah menurunkan daya beli pasar global, terutama Amerika
Serikat. Oleh karena itu permintaan akan
produk-produk dari Indonesia merosot yang mengakibatkan perusahaan di Tanah Air
yang produknya diekspor mengalami masalah dalam pemasaran, bahkan ada yang
sampai menghentikan produksinya.
Akhirnya mereka pun terpaksa harus melakukan PHK.
Pelaku
bisnis di Indonesia mengalami masalah yang makin berat dengan dinaikannya suku
bunga kredit karena Bank Indonesia menaikan BI Rate, kucuran kredit pun makin
seret. Masalah lainnya adalah anjloknya
daya beli konsumen, terutama di luar Jawa akibat rontoknya harga komoditas yang
dihasilkannya di pasaran internasional.
Seperti diketahui bahwa ekonomi luar Jawa sempat tumbuh dengan cepat ketika
harga komoditas seperti minyak kelapa sawit, batubara dan migas melambung di
pasaran internasional.
Sedemikian
kompleksnya masalah yang dihadapi dunia usaha di Indonesia sehingga pencapaian
indikator ekonomi makro Indonesia tahun 2008 relatif memprihatinkan, kurs
rupiah Januari-September relatif stabil pada kisaran Rp. 9.000/US$ tetapi mulai
Oktober sampai akhir tahun bergejolak menembus level Rp. 12.000/US$. Indeks Harga Saham Gabungan per-Januari
sampai awal September diatas 2.000-an sampai menembus angka 2.721,94 tetapi
sejak 9 September terjungkal ke kisaran 1.100-an.
Inflasi
hingga November 2008 sebesar 11,77
%. BI Rate per-November 9,5 % dab
cadangan devisa per-September US$ 57,107 milyar (lihat Tabel 1). Inflasi rata-rata tahun 2008 sebesar 9 %.
Tabel 1. Indikator Ekonomi Makro
Indonesia
NO.
|
INDIKATOR
|
PERIODE
|
||
2006
|
2007
|
2008*
|
||
1.
|
PDB (Rp. Triliun)
|
3,339.48
|
3,957.40
|
4,507.00
|
2.
|
Pendapatan per-kapita (US$)
|
-
|
1,710.00
|
1,894.00
|
3.
|
Ekspor (ribu US$)
|
103,528.00
|
118,014.00
|
71,655.00
|
4.
|
Impor (ribu US$)
|
73,868.00
|
85,260.00
|
58,775.00
|
5.
|
Investasi yang disetujui
Pemerintah
|
|
|
|
|
PMA (juta US$)
|
15,623.90
|
40,145.80
|
6,392.10
|
|
PMDN (Rp. milyar)
|
162,767.10
|
188,876.30
|
13,471.60
|
6.
|
Loan to deposit ratio
perbankan (%)
|
61.56
|
66.32
|
77.72
|
7.
|
Pinjaman luar negeri (US$)
|
|
|
|
|
Pemerintah
|
75,809.00
|
80,609.00
|
86,095.00
|
|
Swasta
|
52,927.00
|
56,032.00
|
60,975.00
|
8.
|
Cadangan devisa (juta US$)
|
42,586.33
|
56,920.13
|
57,107.97
|
9.
|
Kurs rupiah terhadap US$
|
9,020.00
|
9,419.00
|
10,995.00
|
10.
|
Dana pihak ketiga perbankan
(Rp. Triliun)
|
1,287.10
|
1,510.83
|
1,603.45
|
11.
|
Tingkat suku bungan SBI (%)
|
|
|
|
|
1 bulan
|
9.75
|
8.00
|
9.71
|
|
3 bulan
|
9.50
|
7.82
|
9.91
|
|
6 bulan
|
-
|
-
|
10.40
|
12.
|
Tingkat suku bunga bank
umum (%)
|
|
|
|
|
Modal kerja
|
15.07
|
13.00
|
13.93
|
|
Investasi
|
15.10
|
13.01
|
13.32
|
|
Konsumsi
|
17.58
|
16.13
|
16.87
|
Sekalipun
tingkat inflasi relatif kecil dan dana masuk dalam kategori inflasi ringan,
namun dampaknya sungguhlah besar. PDB
dan pendapatan per-kapita meningkat masing-masing 14 dan 11 prosen, tetapi
kemerosotan di berbagai bidang sangat memprihatinkan. Ekspor turun 39 % sementara impor pun
berkurang 31 %. Investasi porak-poranda,
PMA hengkang sampai hanya meninggalkan 16 % dana saja. Sementara itu investasi dari para usahawan
yang lahir dan besar di Tanah Air ternyata hampir semuanya kabur, tersisa 7 %
saja.
Tingkat
daya beli masyarakat menurun sementara suku bunga kredit naik. Pasar ekspor mengalami penurunan permintaan
seiring menurunnya harga komoditas.
Keduanya berdampak secara langsung terhadap kesulitan menjalankan
bisnis. Untuk dapat mengurangi kerugian,
pengusaha melakukan pengurangan produksi sampai penutupan pabrik dan berarti
melakukan praktek PHK. Sebagian dapat
menikmati berkah krisis dengan menerapkan strategi yang kreatif.
Berbagai
krisis baik yang disebabkan oleh kejadian dalam negeri atau sekedar imbas dari
masalah keuangan negara mitra telah mengajarkan kepada para pelaku bisnis untuk
bisa memaknainya secara positif. Salah
satu pelajaran yang diberikan para pengusaha Amerika belum lama ini adalah
sikap nasionalisme. Kecintaan terhadap
tanah air mengantar mereka terlibat aktif dalam menyembuhkan luka keuangan di
negaranya tanpa mempedulikan aspek untung dan rugi. Sikap nasionalis ini dapat mempertahankan
nilai mata uang negaranya dan bahkan dapat mendongkrak nilai US$ terhadap
rupiah dan mata uang lainnya.
Pengalaman masa lalu
menunjukkan bahwa ketika krisis melanda bangsa Indonesia banyak para pemilik
modal yang tidak mau mengambil resiko kerugian.
Modal pun dilarikan ke negara yang lebih aman dan berinvestasi untuk mendulang
keuntungan di tengah tangis masyarakat umumnya.
Nasionalisme yang diajarkan di setiap jenjang pendidikan ternyata sangat
sulit diaplikasikan karena harus melawan ego dan kepentingan pribadi.
Mungkin
benar apa yang dikatakan Chairul Tanjung bahwa dampak krisis global di
Indonesia tidak terlalu besar. Demikian
juga pengaruh relatif besarnya inflasi ternyata tidak perlu ditakuti. Salah satu buktinya adalah perkembangan
sektor industri cukup fantastis di tahun 2008 (Tabel 2).
Tabel 2. Pertumbuhan Market Size Beberapa Sektor
Industri
NO.
|
S E K T O R
|
PERIODE
|
||
2006
|
2007
|
2008*
|
||
1.
|
Penerbangan
(PDB, Rp. Milyar)
|
14,669.3
|
16,592.0
|
20,937.6
|
2.
|
Biro
perjalanan (PDB, Rp. Milyar)
|
24,882.3
|
26,148.1
|
32,335.9
|
3.
|
Hotel
(PDB, Rp. Milyar)
|
16,074.2
|
17,431.7
|
21,602.4
|
4.
|
Restoran
& makanan cepat saji (PDB, Rp. Milyar)
|
92,420.8
|
105,600.2
|
137,363.1
|
5.
|
Departemen
store (Penjualan, Rp. Milyar)
|
18,880.4
|
21,732.1
|
25,528.9
|
6.
|
Asuransi
(Penjualan, Rp. Milyar)
|
3,792.1
|
4,824.9
|
6,207.5
|
7.
|
Super
market (Penjualan, Rp. Milyar)
|
4,808.6
|
5,147.2
|
6,048.7
|
8.
|
Otomotif
|
|
|
|
|
Penjualan
mobil (000 unit)
|
318.9
|
434.4
|
629.4
|
|
Penjualan
sepeda motor (000 unit)
|
4,426.8
|
4,805.6
|
6,488.8
|
9.
|
Bank
(penyaluran kredit, Rp. Triliun)
|
787.1
|
995.1
|
1,346.5
|
10.
|
Tekstil
& garmen (Penjualan, Rp milyar)
|
41,054,241.1
|
4,754,901.3
|
5,871,570.6
|
11.
|
Farmasi
(Penjualan, Rp. Triliun)
|
3,305.9
|
3,655.4
|
4,071.7
|
12.
|
Kosmetik
& toiletries (Penjualan, Rp. Milyar)
|
12,647.3
|
13,976.9
|
16,872.4
|
13.
|
Rokok
(Milyar batang)
|
222.6
|
238.9
|
243.2
|
14.
|
Makanan
& minuman (PDB, Rp. Milyar)
|
212,725.5
|
264,080.3
|
327,108.9
|
15.
|
Properti
& real estate (Penjualan, Rp. Milyar)
|
3,830.9
|
4,557.8
|
5,321.8
|
16.
|
Telekomunikasi
|
|
|
|
|
Pelanggan
seluler (juta)
|
69.4
|
101.1
|
150.6
|
|
Jumlah
sambungan terpasang (juta)
|
8.0
|
8.3
|
8.9
|
Ternyata sekalipun
krisis sedang melanda, gaya hidup masyarakat Indonesia masih relatif
konsumtif. Pelanggan telepon seluler
yang sama sekali jauh dari kebutuhan primer meningkat sangat tinggi dari tahun
sebelumnya (49 %), disusul pembelian mobil dan motor yang
juga meningkat signifikan sebesar 45 % dan 35 %. Tetapi terdapat keraguan, apakah daya beli
ketiganya yang meningkat tajam tersebut ada kaitannya dengan pinjaman dari bank
yang juga meningkat lebih dari Rp. 350 trilyun.
3.5.
Sikap
Optimis
Sekalipun sebagian
dari para ekonom memandang dengan penuh keprihatinan di masa depan namun banyak
pengusaha yang justeru tertantang untuk dapat berhasil mendulang
keuntungan. Krisis global telah memberi
pelajaran tambahan kepada mereka untuk menciptakan kreasi dengan strategi dan
jurus baru.
Perusahaan telepon
seluler seperti XL, Telkomsel dan sebangsanya menikmati peluang pasar yang
terbuka sangat lebar. Perang tarif
dilakukan untuk berebut pangsa pasar.
Masyarakat Indonesia yang biasa dimanjakan oleh alam yang subur makmur,
sekarang dimanjakan oleh kemudahan berkomunikasi sehingga dapat menyalurkan
kegemarannya dalam ngobrol berkepanjangan.
Tarif murah meriah menjadi bahan jebakan terampuh. Dengan strategi tapal kuda, masyarakat
digiring ke tengah sebelum akhirnya terjerat dalam kebiasaan berbicara tidak
efektif. Pengelola telepon seluler tidak
takut dengan krisis global karena konsumennya adalah orang lokal yang sangat
konsumtif.
PT Kalbe Farma
mengambil langkah lain, defensif. Akan
tetap menggunakan fasilitas yang sudah ada dengan meningkatkan daya guna dan
efisiensinya. Tetapi dana untuk riset
tidak akan dikurangi untuk mengimbangi perkembangan ilmu dan teknologi serta
kebutuhan masyarakat. Pelajaran paling
berharga untuk pengusaha lainnya adalah bahwa perusahaan farmasi ini tidak mau
berutang.
Keenganan
berutang juga diberlakukan pada Group Ciputra, bahkan strategi ini sudah
dilaksanakan selam 10 tahun terakhir.
Pendayagunaan modal sendiri menjadi kunci sukses perusahaan yang
menggeluti berbagai bidang ini. Selain
itu, perusahaan ini mencoba menghasilkan produk berkualitas sehingga dapat
mempromosikan dirinya sendiri.
Di luar
dugaan, perusahaan garmen seperti PT Delami Garment pun tidak memandang suram
masa depan pasar ekspornya. Bahkan
Presiden Direkturnya meramalkan akan bisa tumbuh lebih dari 10 prosen. Sikap optimis ini mengurangi rasa khawatir
dilakukannya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran di industri padat
tenaga kerja tersebut.
Ada juga yang
mencoba untuk memilih tidak melakukan ekspansi baru wilayah baru. Dengan peningkatan kualitas dan kuantitas
pelayanan di pasar yang sedang digeluti dipandang lebih menguntungkan
dibandingkan dengan ekspansi di wilayah baru dengan modal tambahan yang tidak
sedikit. Salah satu perusahaan yang
menerapkan strategi ini adalah PT Adira Finance Tbk.
Sementara
Garudafood Group, perusahaan penghasil produk makanan ini akan menfokuskan diri
pada ekspansi internal mengingat pasar ekspor akan terganggu dan tidak
stabil. Perilaku masyarakat Indonesia
yang cenderung instant merupakan pasar yang sangat besar utuk diperebutkan
dengan berbagai produsen lain seperti Indofood, Siantar Top dan sebagainya.
Tetapi ada
juga yang memandang suram masa depan, seperti PT Astra Agro Lestari
misalnya. Anak perusahaan PT Astra Internasional
ini memang sangat tergantung pada pasar ekspor.
CPO (Crude Palm Oil) dari jutaan hektar kebun sawitnya sangat tergantung
pada pasar internasional. Sementara
daging babi kualitas tinggi yang dihasilkan di Pulau Bulan (Kepulauan Riau)
sepenuhnya tergantung pasar Singapura.
Oleh karena ini wajar kalau Direktur utamanya, Widya Wirawan, dengan
pesimis meramalkan keuntungan yang tidak sebesar tahun sebelumnya.
Perusahaan
lain yang juga akan mengurangi kapasitas produksinya adalah PT Honda Prospect
Motor. Perusahaan penghasil sepeda motor
nomor satu di Indonesia ini memandang bahwa pasar lokal akan menjadi pusat
perebutan berbagai merek kendaraan dengan harga yang jauh lebih murah yang
difasilitasi dengan kredit yang makin mudah.
Dua hal ini akan menjadi daya dorong masyarakat berpenghasilan pas-pasan
untuk memperoleh kendaraan roda dua secara instant.
Ketidakmantapan
pasar luar negeri ini berbanding terbalik dengan sikap optimis perusahaan asing
yang beroperasi di Indonesia. Salah
satunya adalah PT Shell Indonesia yang meramalkan pertumbuhan yang fantastis di
tahun ini. Berbagai kemudahan dalam
berinvestasi seiring dengan kesadaran masyarakat untuk menggunakan bahan bakar
berkualitas tinggi dan terjamin untuk kendaraannya merupakan peluang yang
sangat besar.
3.6.Bumbu Masak “Inflasi”
Inflasi ibarat bumbu masak yang
dapat menyedapkan setiap masakan, tetapi konsumsi yang terus menerus akan
mengakumulasi bahan aktifnya dalam tubuh manusia. Suatu saat akan menjadi pemicu munculnya
penyakit kanker dan berbagai variannya.
Jika diberikan secara berlebihan pun akan merusak cita rasa masakan itu
sendiri.
Sama dengan bumbu masak, laju
inflasi yang terkendali adalah pemicu tumbuhnya perekonomian masyarakat secara
umum. Tetapi ketika melebihi batas kewajaran
maka harus menjadi peringatan. Bahkan
apabila berlipat-lipat dalam waktu yang sangat singkat maka akan menghancurkan
sistem perekonomian yang dibangun sebelumnya.
Kejadian di zaman Orde Lama adalah
contoh terbaik untuk belajar. Ketika
laju inflasi tak terkendali, tanpa berpikir panjang pemerintah mengatasi
kesulitan ini dengan mencetak uang kartal secara berlebihan. Masyarakat tiba-tiba menjadi sangat kaya
tetapi harus mengelus dada ketika pemerintah harus menggunting rupiah mereka
menjadi seper-seribu saja. Kekecewaan
masyarakat menyebabkan mereka mudah digiring ke dalam suasana chaos yang
akhirnya tidak lagi percaya kepada pemerintahan zaman normal.
Inflasi lebih kecil dari kejadian di
atas juga menjadi biang turunnya penguasa Orde Baru. Masyarakat yang panik digiring lawan politik
untuk meluluh-lantakkan tatanan ekonomi yang disusun lebih dari tiga dasa
warsa. Tingkat kepercayaan masyarakat
sirna begitu saja.
Namun demikian, tanpa adanya inflasi
maka perekonomian juga akan cenderung stagnan atau bahkan menurun. Secara mudah dapat digambarkan, jika harga
kerupuk empat puluh tahun yang lalu itu berlaku juga untuk sekarang maka hal
itu menunjukkan bahwa dinamika perekonomian negara tidak berjalan atau bahkan
sudah jauh mundur ke belakang. Pada saat
itu, 1 US$ mungkin hanya Rp. 100 saja.
Oleh karena itu, empat puluh tahun
yang lalu dengan uang 1 US$ dapat diperoleh 40 kerupuk. Sementara sekarang hanya 24 kerupuk
saja. Jika menggunakan mata uang rupiah,
maka uang Rp. 2,5 (seringgit) yang empat puluh tahun lalu masih bisa ditukar
dengan satu kerupuk, sekarang sama sekali tidak laku lagi. Kalau dipaksakan maka cuma mendapat secuil
kerupuk, satu kerupuk yang harus dibagi menjadi 200 bagian. Atau uang untuk membeli 200 kerupuk pada
zaman itu sekarang hanya cukup untuk menikmati satu buah kerupuk saja.
Jadi pada dasarnya inflasi harus
terjadi sebagai akumulasi dari berbagai kegiatan ekonomi dalam negeri yang
bukan hanya beraktifitas dalam bentuk barang tetapi juga jasa. Yang lebih penting lagi, inflasi merupakan
koreksi kegiatan perekonomia dalam negeri mengimbangi perkembangan dunia pada
umumnya.
BAB IV
P E N U T U P
4.1. Kesimpulan
Inflasi
merupakan gejala moneter yang harus terjadi di setiap negara. Pada batas-batas yang wajar, kejadian ini
ibarat bumbu penyedap yang dapat
menggairahkan perekonomian suatu negara.
Tetapi ketika inflasi secara perlahan menumpuk dan makin besar maka
bahayanya luar biasa.
Bahaya inflasi
juga mengintai ketika penyebabnya tidak dapat diduga sebelumnya. Dampak dari ketidakstabilan ekonomi Paman Sam
mengguncang bisnis dunia, khususnya negara berkembang seperti Indonesia
misalnya.
Tetapi krisis
global ternyata tidak terlalu berpengaruh terhadap laju inflasi saat ini,
bahkan disamping adanya berbagai dampak negatif yang timbul ternyata berbagai
jenis usaha malah meningkat secara fantastis.
Pelanggan telepon seluler yang sama sekali jauh dari kebutuhan primer
meningkat sangat tinggi dari tahun sebelumnya (49 %), disusul pembelian mobil
dan motor yang juga meningkat signifikan sebesar 45 % dan 35 %.
4.2. Saran
Biarkanlah
inflasi terjadi dan terus terjadi setiap tahun, dengan syarat lajunya masih
dalam batas kewajaran karena sesungguhnya inflasi adalah bumbu masak yang dapat
menyedapkan pertumbuhan bisnis di setiap negara.
DAFTAR PUSTAKA
Basri, F. 2002. Perekonomian Indonesia : Tantangan dan
Harapan bagi Kebangkitan Indonesia.
Penerbit Erlangga. Jakarta.
Dornbusch, R. dan Fischer, S.
1997. Makroekonomi, Edisi
Keempat. (Terjemahan : Mulyadi, J). Penerbit Erlangga. Jakarta.
Griffin, W. R. Dan Putsay, M. W.
2005. Bisnis International :
Perspektif Manajerial, Jilid 1.
(Terjemahan : Indrakusumah, Y. S).
PT Indeks. Jakarta.
Mankiw, N. G. 2001. Pengantar Ekonomi, Jilid. (Terjemahan : Munandar, H). Penerbit Erlangga. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar