Minggu, 24 Agustus 2014

Manajemen Kwalonan



MANAJEMEN KWALONAN

                Ada yang bilang, “Teori tidak sama dengan praktek!”.  Banyak yang menyangsikan ketidakakuran keduanya dengan bukti-bukti yang dijumpai dalam kehidupan.  Tidak terbatas jumlah argumen yang membela anekdot ini.
                Tetapi tidak semua setuju dengan pendapat tersebut.  Bagi sebagian orang, hanya kebelum-menyambungan keduanya sajalah yang menyebabkan teori tidak sama dengan praktek.  “Bahkah, teori dilahirkan sebagai kesimpulan dari berbagai praktek yang sudah diterapkan berulang-ulang sehingga mencapai satu kesamaan yang kontinyu.”
                Terlepas dari kedua anggapan di atas, maka judul yang menjadi tulisan kali ini tentu merupakan barang asing.  Tidak pernah dipelajari dalam teori di sekolah manajemen manapun dan tidak akan terdengar diterapkan oleh manager manapun!
                Benarkah argumen terakhir di atas?  Lebih mudah menguraikan manajemen kwalonan (kwalonan = beribu/bapak tiri) dan berbagai pengaruhnya ini lewat sebuah cerita sederhana.
                Dalam perjalanan pulang dari lawatan ke Kota Pahlawan, dari gerbong eksekutif terlihat pemandangan indah tak terlupakan.  Kami terlibat pembicaraan seru seputar birokrasi.  Teman sekursi panjang itu dengan bangga menceritakan tentang kepemilikan kendaraan canggih di bagian tempat tugasnya.
                “Kami sekarang mempunyai ambulan yang sangat canggih!”
                “O,  ya.  Luar biasa tentunya.”
                Dia pun bercerita banyak tentang ambulan yang luar biasa hebat peralatannya sehingga bagi sebuah kota berukuran sedang tempatnya bertugas, moda tersebut masih merupakan benda tercanggih.
                “Lebih canggih daripada ambulans yang dimiliki Rumahsakit dan jajaran Dinas Kesehatan Kota kami!”  Lanjutnya dengan bangga.
                Berbagai keunggulan diceritakan mengundang decak kagum.  Cerita keistimewaan ini juga yang menyebabkan dua kursi di depan sengaja dibalikkan sehingga kami berempat terlibat obrolan yang semakin seru.  Obrolan tentang kecanggihan alat penanganan bencana yang diberikan oleh Menko Kesra kepada beberapa Kabupaten/Kota.
                “Kendaraan bantuan seluruhnya ada dua, dua-duanya sangat canggih.”
                Ketika decak kagum hampir mengeringkan kerongkongan, saya pun nyeletuk tentang merek dan warna kedua kendaraan.  Lengkap dengan ciri-ciri fisik lainnya.
                “Lho, kok Anda tahu?”
                “Saya tentu jauh lebih tahu soal ini, termasuk mengapa kendaraan ini lebih canggih daripada ambulan rumahsakit manapun.”
                Tanpa tedeng aling-aling, ambulan itu dianggap sangat canggih karena tidak semua peralatan dapat dimengerti oleh dokter manapun.  Termasuk para doktor spesialis sekalipun.
                “Hah ???”  Mereka hampir serempak terperangah.
                “Kecuali ...”
                “Kecuali apa?”  Sela mereka.
                “Kecuali dokter spesialis hewan!”
                “Hah ???”  Lagi-lagi mereka keheranan.
                Tentu saja peralatan yang ada di ambulan Elf ataupun Ford double cabin tidak semuanya dimengerti dengan baik oleh para dokter karena perlengkapan tersebut tidak lain adalah peralatan kedokteran hewan.  Memang beberapa diantaranya sama, tetapi tidak sedikit yang sepesifik.
                Salah satu diantaranya, spuit otomatis.  Alat suntik dengan bentuk mendekati pistol ini bisa saja tidak asing bagi seorang dokter.  Tetapi apakah dokter manusia akan menggunakannya?  Tentu saja tidak, satu jarum suntik hanya untuk satu orang agar tidak terjadi penularan penyakit atau alasan lainnya.
                Jadi spuit otomatis yang oleh tenaga terampil ini bisa digunakan untuk menyuntik 3.000-an (tiga ribuan) ekor ayam per-jam, tentu tidak akan digunakan seorang dokter menyuntik pasien.  Dalam imunisasi massal sekalipun.
                “Lantas, mengapa ini terjadi?”
                Saya hanya menceritakan apa yang disampaikan seorang staf ahli Menko Kesra, yang juga galau tentang pemanfaatan mobil itu di daerah yang beraneka ragam.
                “Ada kabupaten di luar jawa yang membongkar habis ambulans dan menyulapnya menjadi kendaraan operasional Satpol PP!”
                Kami tertawa bersama.  Memang sangat menggelikan, tetapi itu sudah menjadi kewenangan daerah yang diberi kendaraan.  Apalagi peruntukkanya mengambang. 
                Staf ahli itu menjelaskan bahwa kedua kendaraan tersebut pada awalnya adalah merupakan usulan dari Departemen Pertanian untuk operasional penanganan Avian Inluenza atau flu burung pada unggas.  Karena Menko Kesra adalah koordinator dari Tim Koordinasi Pencegahan dan Penanganan Flu Burung dan Pandemi Influenza, maka anggaran Departemen Pertanian ini pun akhirnya merupakan bagian yang dikoordinir oleh Menko Kesra.
                Singkat cerita, pengadaan kendaraan operasional flu burung pun berjalan lancar.  Kendala mulai menghadang ketika kendaraan akan didistribusikan.  Seorang dokter hewan yang menjadi pejabat di Departemen Kesehatan berargumen sangat meyakinkan.
                “Bapak Menko Kesra yang terhormat, seperti Bapak tahu bahwa Departemen Pertanian mempunyai seorang bapak.  Bapak kandungnya bernama Menko Ekuin.  Dengan demikian maka bapak Departemen Pertanian bukanlah Bapak Menko Kesra.”  Kata-kata pembukaan ini tentu saja hanya rekaan penulis yang mencoba menerjemahkan bahasa tingkat tinggi menjadi bahsa rakyat yang mudah dicerna.
                “Dengan kata lain, Menko Kesra mempunyai banyak anak, salah satunya Departemen Kesehatan tetapi bukan Departemen Pertanian.  Oleh karena itu, kalau Bapak tidak mengakui kami sebagai anak kandung, maka kami adalah anak yatim yang tak berbapak!”  Lagi-lagi kata-reka ini dibuat hanya untuk meyakinkan.
                “Sekarang, Bapak Menko Kesra mau sayang pada anak kandung atau anak orang lain?” 
                Kalimat terakhir inilah yang menjadi skak-ster bagi pengambil kebijakan, yang pada akhirnya mengambil jalan tengah.  Agar penggunaan kendaraan ini (tidak disebut sebagai kendaraan operasional khusus Avian Influenza/flu burung), diserahkanlah kepada Bupati/Walikota.  Cap yang terpampang di kendaraan sungguh berbeda dengan maksud awal, tetapi menjadi kendaraan bantuan Menko Kesra untuk penanggulangan bencana di daerah.
                Akibat ketidakjelasan penggunaan, apalagi riwayat dan asal-usulnya, maka berbagai daerah menyikapinya dengan memanfaatkannya kedua kendaraan baru itu sesuai dengan kepentingan masing-masing.  Ada yang di Posko Bencana Alam, rumahsakit, Puskesmas, dan lain-lain termasuk yang diceritakan di atas, jadi kendaraan operasional Satpol PP!!!
               
                Cerita di atas tentu akan sangat memudahkan kita memahami manajemen kwalonan, sebuah praktek manajemen yang membedakan fungsi dan peran serta hak dan kewajiban anggota tim sebagaimana anak kandung dan anak tiri.
                Keduanya tentu sangat berbeda.  Istilahnya, seperti bumi dan langit.  Dalam hukum manajemen kwalonan, “Tidak pernah ada perbuatan dan perkataan anak tiri yang benar, sebaliknya anak kandung tidak pernah dan akan pernah melakukan kesalahan.”
                Sekali lagi, tidak ada teori kwalonan di sekolah manajemen manapun dibahas.  Tetapi, dimana-mana praktek seperti ini sangat sering saja terjadi.  Mulai dari dalam rumahtangga, pergaulan bahkan lingkungan kantor yang semestinya dihiasi cara berpikir profesional sekalipun.
                Dampak yang ditimbulkan sudah sangat jelas, sesuatu yang jelas menjadi tidak jelas, kabur bahkan hancur.  Praktek tingkat tinggi di atas adalah salah satu bukti, kendaraan operasional yang sudah tentu anggaran dan peruntukannya saja pada akhirnya menjadi tidak jelas penggunaan bakunya, apalagi yang sudah abu-abu dari awal bisa-bisa tinggalah jadi abu!
                 Hidup memang penuh dengan pilihan, dua diantaranya yang sangat dekat dengan keseharian kita.  Dua alternatif yang sangat ekstrim yaitu manajemen kwalonan untuk memudahkan tujuan  mempertahankan status quo secara instant atau memperlakukan anggota tim sebagai individu yang mempunyai hak dan kewajiban secara proporsional untuk mencapai tujuan bersama.
                Sebuah pilihan dapat dengan sangat mudah ditentukan tetapi akan teramat sulit untuk diterapkan secara secara konsekuen. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar