Minggu, 24 Agustus 2014

Keahlian vs Kewenangan







KEAHLIAN VS KEWENANGAN



LAPORAN KUNJUNGAN KE
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA (LAN)
JARARTA





Mata Kuliah :  EVALUASI KINERJA
Dosen :  Prof. Dr. H. MOHAMAD SURYA
                                                                                           










Oleh :
D  I  N  O  T  O
NIM : 12008019








PROGRAM PASCA SARJANA                                                                KONSENTRASI MANAJEMEN SUMBERDAYA MANUSIA                          SEKOLAH TINGGI EKONOMI “CIREBON”                                             CIREBON                                                                                                                                  2 0 0 9







KATA PENGANTAR
            Puji dan syukur kehadirat Allah subhana wa ta’ala penulis panjatkan, karena hanya berkat rahmat dan karunia-Nya sajalah penulis akhirnya dapat menyelesaikan tulisan ini tepat pada waktunya.
            “KEAHLIAN VS KEWENANGAN” merupakan judul Laporan Kunjungan ke Lembaga Administrasi Negara (LAN) Republik Indonesia di Jakarta yang merupakan salah satu bagian dari Mata Kuliah Evaluasi Kinerja dibawah bimbingan Bapak Prof. Dr. H. Mohamad Surya.  Oleh karena itu penulis pun tidak lupa menyampaikan terimakasih yang tak terhingga kepada beliau.
            Atas segala kehangatan suasana ruang kuliah, penulis sampaikan ucapan terimaksih kepada rekan-rekan Angkatan Pertama dan para pengelola Program Pasca Sarjana STIE Cirebon.
            Peluk cium tentu hanya untuk isteri tercinta dan anak-anak yang selalu mengerti akan adanya kesibukan baru yang banyak menyita waktu, tenaga, pikiran dan tidak sedikit biaya.

                                                                                    Indramayu, 18 Oktober 2009

                                                                                    Penulis


KEAHLIAN VS KEWENANGAN
            Lembaga Administrasi Negara (LAN) Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga yang bernaung di bawah Kementerian Aparatur Negara.  Berdiri tahun 1957 dan salah satu fungsinya membantu tercapainya pemerintahan yang baik.  Tentu saja pada zaman Orde Lama itu belum dikenal istilah yang sekarang popular dengan Good Governance.  Namun munculnya kata “pemerintahan yang baik” merupakan pertanda bahwa para founding fathers  ber-visi jauh ke depan.
Sedangkan kewenangan LAN menurut peraturan-perundangan yang berlaku adalah sebagai berikut :
1.      Penyusunan rencana nasional di bidang administrasi Negara
2.      Merumuskan rencana nasional di bidang administrasi Negara
3.      Penetapan system informasi bidang administrasi Negara
4.      Perumusan dan pelaksnaaan kebijakan tertentu di bidang administrasi Negara, pendidikan dan pelatihan serta sertifikasi.
Saat ni LAN membawahi dua lembaga di pendidikan, yaitu : PKP2A di Jatinangor, Makassar dan Samarinda serta STIA LAN yang berkedudukan di Jakarta, Bandung dan Makassar.
Sejak digulirkannya reformasi maka LAN sesuai dengan tugasnya melakukan pembenahan aadministrasi menuju pemerintahan yang bersih dengan memperkenalkan Manajemen Kinerja.  Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan tuntutan reformasi diharskan mempertanggungjawabkan berbagai kegiatan dan program yang dilaksanakan dengan terukur.  Jalannya pemerintahan pun diawasi masyarakat selaku pemangku kepentingan secara transparan.
Pemerintah Propinsi, Kabupaten dan Kotamadya setiap lima tahun menyusun Rencana Strategis yang menjadi bagian dari rencana kerja Kepala Daerah terpilih.  Secara lengkap Rencana Straegis berisi Visi yang hendak dicapai, Misi yang dilakukan untuk mencapai Visi, Tujuan, Sasaran, Program-program dan Sasaran Kegiatan yang akan dilakukan selama 5 tahun mendatang.
Tidak semua pemerintahan di daerah dilaksanakan oleh ahli pemerintahan.  Bahkan saat ini cenderung ramai dipergunjungkan “serangan fajar”, money politics dan premanisme serta praktek-praktek tak terpuji lainnya.  Tentu saja hal ini menyebabkan seorang Kepala Daerah terpilih tidak selalu karena Visi yang dibawanya.  Ketika mereka yang terpilih bukan karena Visi yang diusungnya maka tidak akan ada Misi atau bahkan Program dan Sasaran Kegiatan yang direncanakannya.  Padahal jelas-jelas bahwa setiap kegiatan diawali dengan perencanaan, kata orang bijak, “Perencanaan yang baik sudah merupakan 50 % keberhasilan.”
Keprihatinan ini dirasakan betul oleh para pemikir di LAN, terutama menyikapi penerapan Manajemen Kinerja yang sudah satu decade tetapi  pemerintahan yang bersih seperti diharapkan masih jauh dari jangkauan.  Bahkan cenderung tindak korupsi semakin banyak terjadi baik secara sembunyi atau bahkan banyak yang secara terang-terangan.
Praktek korupsi yang semakin merajalela bukan tanpa alas an, berbagai program dan kegiatan yang tumpang-tindih di masing-masing departemen menyebabkan praktek korupsi menjadi semakin mudah.  Sebagai contoh, misalnya Departemen Sosial dan Tenaga Kerja membantu para penyandang masalah social 5 ekor domba per-orang.  Kepada orang yang sama yang tergabung dalam KBU (Kelompok Belajar Usaha) Direktorat Pndidikan Luar Sekolah Departemen Pendidikan pun membantu usaha peternakan, kebetulan ternak domba yang dipilih kelompok.  Dinas Peternakan Propinsi melalui kepanjangan tangannya di Kabupaten menjadikan kelompok tersebut sebgai penerima ternak domba, sedikit 20 ekor per-kelompok. 
Secara kewenangan dua departemen yang disebut terdahulu tentu mempunyai kepentingan dalam memperdayakan setiap warga Negara Republik Indonesia.  Namun ketika komoditi yang dijadikan sarana belajar memandirikan diri itu adalah ternak, maka Dinas Peternakan lebih berwenang.  Paling tidak mengetahui dan kemudian berkewajiban membina usaha ternak yang dilakukan.
Permasalahan yang terjadi adalah bahwa usaha peternakan rakyat di kelompok ini sering tidak diketahui oleh dinas teknis.  Namun demikian, ketika permasalahan terjadi maka dinas teknis harus bertanggungjawab.  Prinsip itu merupakan harga mati bagi masyarakat karena yang mereka tahun adalah ternak tersebut milik pemerintah, dan yang berfungsi menangani ternak pemerintah adalah Dinas Peternakan.
Pada kegiatan yang tumpang tindih ini berbagai praktek korupsi dilakukan secra terbuka, misalnya bantuan dari Dinas Sosial dijual kembali oleh petugas dinas dengan alas an sudah waktunya digulirkan kepada yang lain.  Kegiatan KBU pun menyatakan gulung tikar karena suatu sebab tertentu.  Ternak dari Dinas Peternakan berubah wujud menjadi Berita Acara Kematian Ternak yang tersimpan rapih di map.
Oleh karena itu mulai tahun 2009, LAN merestrukturisasi administrasi pemerintahan.  Mulai tahun 2010 nanti setiap eselon I (satu) di setiap departemen hanya mengurusi satu program saja, disesuaikan dengan Tugas Pokok dan Fungsi.  Sementara pejabat eselon II menangani satu kegiatan saja.  Dengan demikian diharapkan berbagai tumpang-tindih yang saat ini terus terjadi dan makin menjadi-jadi dapat diatasi.
Mulai tahun ini juga LAN memperkenalkan Balanced Scored Card dengan pendekatan melalui perspektif :
a.       Pelanggan
b.      Proses Bisnis Internal
c.       Inovasi
d.      Keuangan
Pelanggan menjadi perspektif utama karena sebuah organisasi yang berhasil adalah organisasi yang mampu memenuhi kepuasan pelanggan, membahagiakan pelanggan.  Demikian halnya jajaran birokrasi yang merupakan pelayan masyarakat.
Balance Scored Card yang nantinya akan diterapkan di jajaran birokrasi seluruh Indonesia ini mengadaptasi dari konsep Balanced Scored Card sekarang banyak diaplikasikan di bidang usaha.  Balance Scored Card mulai disosialisaikan secara luas untuk menggantikan Analisis SWOT yang sudah puluhan tahun diterapkan tetapi belum terlihat dampak positif dalam aplikasinya.
Balanced Scored Card sebenarnya merupakan sistem manajemen strategik yang digunakan untuk menterjemahkan misi, visi, tujuan dan strategi kedalam sasaran strategi dan inisiatif strategik yang konprehensif, koheren dan terukur.  Pada awalnya diterapkan pada perusahaan, namun sekarang mulai banyak diaplikasikan  pada organisasi sektor publik, termasuk organisasi sektor pemerintahan.
            Balanced Scored Card memberikan kerangka bagi pengambil keputusan untuk melihat kinerja organisasi melalui empat perspektif, yaitu :
a.                   perspektif pelanggan
b.                  perspektif keuangan
c.                   perspektif proses internal
d.                  perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
Keempat perspektif di atas dimodifikasi oelh LAN menjadi Pelanggan,  Proses Bisnis Internal, Inovasi dan Keuangan sebagaiman disebutkan di atas.  Modifikasi ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan kondisi dan potensi jajaran birokrasi di Indonesia.
Balanced Scored Card  membuat keseimbangan antara berbagai ukuran kinerja keuangan dan non keuangan, ukuran kinerja masa lampau dan masa depan, ukuran kinerja internal dan eksternal.
Permasalahan terjadi ketika para ahli administrasi dari Lembaga Administrasi ini mencari indicator-indikator yang sesuai dengan untuk pendekatan yang baru.  Beberapa istilah harus berbeda dengan istilah baku yang selama ini digunakan di jajaran birokrasi yang berpedoman pada keluaran terbaru dari Badan Perencanaan Pembangunan nasional (Bappenas), Departemen dalam Negeri (Depdagri) dan Departemen Keuangan (Depkeu).
Sebagai contoh, selama ini indicator knerja “outcome” diterjemahkan sebagai hasil, hasil yang diperoleh dari kegiatan dalam mengelola input dan mengeluarkan output.  Dengan kata lain, outcome adalah hasil yang diperoleh sebagai akibat dari output yang diperoleh.  LAN saat ini mengartikan “outcome” sebagai kondisi yang ingin dicapai secara langsung dari suatu kebijakan atau program.  Dengan kata lain, outcome adalah harapan yang ingin dicapai sebagai akibat dari input, proses dan output.
Istilah lain yang selama ini digunakan sebagai indicator kinerja adalah “benefit” dan ”impact”.  Benefit diartika sebagai manfaat dan impact diterjemahkan selama ini sebagai dampak.  Istilah pertama, oleh LAN digabungkan dengan impact.  Sehingga bebefit tidak lagi menjadi indicator kinerja.  Impact (dampak) sendiri diartikan LAN sebagai efek jangka panjang yang ingin dicapai secara makro.
Kedua perbedaan istilah di atas adalah sedikit dari beberapa pemikiran baru para ahli administrasi Negara di lembaga ini.  Pemikiran-pemikiran disertai dengan berbagai alas an dan data-data yang mendukung dituangkan dalam buku-buku yang diterbitkan LAN.  Kemudian disosialisaikan ke departemen dan Pemerintah Propinsi serta Pemerintah Kabupaten dan Kota yang meminta advice kepada LAN. 
Dua buku terbitan LAN yang dibagikan kepada peserta dari STIE yang adalah berkunjung ke Lembaga Administrasi Negara ini adalah :
a.       Penerapan Good Governance di Indonesia
b.      Pedoman Penerapan Manajemen Kinerja pada Instansi Pemerintah
Selain kedua buku tersebut LAN juga menerbitkan beberapa buku pedoman penerapan Manajemen Kinerja yang mudah diadaptasi dan diaplikasikan.  Rencananya tahun 2010 seluruh departemen, lembaga legara dan Pemerintah Daerah menerapkan tenuan baru dari LAN ini.  
Permasalahan yang terjadi adalah bahwa berbagai produk yang dihasilkan para ahli administrasi Negara di LAN dan dituangkan pada berbagai buku dan pedoman ini hanya ditandatangani oleh Kepala LAN.  Kepala LAN adalah seorang Pejabat Eselon I di jajaran Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara (Menpan).  Tidak ada kekuatan hokum yang melandasinya.
Tentu hal ini sangat berbeda dengan berbagai keluaran terdahulu yang sudah menjadi pedoman baku, termasuk beberapa Peraturan Perundangan yang diterbitkan tahun 2009.  Bappenas mengeluarkan pedoman tentang kinerja pemerintah daerah dan ditandatangani oleh Kepala Bappenas yang setara dengan jabatan Menteri.  Demikian juga peraturan yang diberlakukan oleh Departemen dalam nnegeri selalu ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri dalam bentuk Keputusan Menteri Dalam Negeri.  Departemen juga mengeluarkan berbagai Keputusan Menteri tentang tata kelola keuangan yang diberlakukan secara luars diseluruh Indonesia.
Keputusan Menteri merupakan salah satu produk hokum yang harus dipatuhi kecuali jika bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi dan masih berlaku.  Sementara produk-produk LAN yang ditandatangan oleh Kepala LAN bukanlah termasuk salah satu produk hokum di negara ini.
 Padahal mulai tahun 2010 nanti LAN akan mensosialisasikan berbagai produknya ini dan akan diberlakukan di seluruh Indonesia.  Tentu hal ini menjadi permasalahan tersendiri, terutama bagi Pemerintah Daerah, baik Propinsi, Kabupaten maupun Kota.
Adalah bukan rahasia kalau setelah ootonomi daerah diberlakukan secara luas, muncul raja-raja kecil di daerah.  Bukan hanya Gubernur, Bupati dan Walikota, tetapi juga para Kapolres, Kepala kejaksaan dan yang lainnya seakan menjadi raja baru yang duduk sejajar dengan pejabat politas daerah, yang duduk seperti raja.
Tidak sedikit beberapa kegiatan yang dilaksanakan di daerah menjadi sasaran empuk para aparat kejaksaan dan kepolisian (Tipikor).  Padahal kadang-kadang pelaksana tidak selalu salah, namun ancaman dari kedua pihak sering meluluh-lantakan kepercayaan diri pelaksana sehingga yang benar bias menjadi salah, sementara yang salah dipaksakan menjadi benar.  Pemutarbalikan fakta dan data ini ujung-ujungnya adalah uang !
Sudah menjadi rahasia umum bahwa para polisi dan jaksa memandang bahwa pelaksana kegiatan dan program penuh bergelimang uang yang seharusnya menjadi hak rakyat.  Dan, mereka sebagai bagian dari Pegawai Negeri juga harus mendapat dan menikmatinya. 
Jika tanpa menggunakan aturan yang sama saja mereka bias memutarbalikan fakta, bagaimana nanti kalau pelaksana di daerah menggunakan aturan dari LAN sementara polisi dan kejaksaan menjeratnya dengan aturan yang berkekuatan hokum seperti Keputusan Menteri misalnya.  Adalah kesalahan fatal bagipelaksana menggunakan suatu pedoman yang tidak mempunyai kekuatan hokum seperti prroduk LAN ini.
Permasalahan ini juga menjadi bagian dalam diskusi dengan penyaji materi dari LAN (Bapak Teguh dan Ibu Erna).  Upaya yang dilakuka LAN saat ini adalah melalui pendekatan dengan lembaga lain sehingga istilah-istilah yang saat ini masih berbeda satu dengan yang lain dapat disatukan sehingga tidak membingungkan pelaksana.
Penyatuan istilah ini menjadi sangat penting karena bukan hanya membingungkan pelaksana tetapi juga akan bias dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan pribadi dan golongannya. 
Menyitir petuah dari Kong Fu Tse, “Jika aku jadi raja, maka yang pertama kali aku akan lalukan adalah membenahi istilah.”
Diperlukan kerja keras untuk memadukan antara temuan para ahli administrasi Negara di Lambaga Administrasi Negara dengan jajaran Departemen Dalam Negeri, Departemen Keuangan dan juga Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang produknya mempunyai kekuatan hukum.  Bukan pekerjaan yang mudah, apalagi dianggap mudah.
Egosektoral yang sudah tumbuh sejak bangsa ini merdeka bukanlah hal yang hilang ketika pemikiran manusia semakin modern dan maju.  Namun bukanlah hal yang salah kalau lembaga yang hanya dipimpin pejabat eselon I ini berinisiatif untuk menjadi juru-hubung berbagai perbedaan yang ada.
Sebab yang kecil belum tetntu selalu salah dan yang besar tidak selalu pendapatnya benar.  Semoga apa yang dihasilkan para ahli administarsi dari lembaga Administrasi Negara mampu membawa Indonesia kea rah yang lebih baik.  Amien.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar