|
|
|
|
KEAHLIAN
VS KEWENANGAN
LAPORAN
KUNJUNGAN KE
LEMBAGA
ADMINISTRASI NEGARA (LAN)
JARARTA
Mata Kuliah : EVALUASI KINERJA
Dosen : Prof.
Dr. H. MOHAMAD SURYA
Oleh
:
D I
N O T O
NIM
: 12008019
PROGRAM
PASCA SARJANA
KONSENTRASI MANAJEMEN SUMBERDAYA MANUSIA SEKOLAH TINGGI
EKONOMI “CIREBON” CIREBON
2 0 0 9
|
|
|
|
|
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah
subhana wa ta’ala penulis panjatkan, karena hanya berkat rahmat dan karunia-Nya
sajalah penulis akhirnya dapat menyelesaikan tulisan ini tepat pada waktunya.
“KEAHLIAN
VS KEWENANGAN” merupakan judul Laporan Kunjungan ke Lembaga Administrasi
Negara (LAN) Republik Indonesia di Jakarta yang merupakan salah satu bagian
dari Mata Kuliah Evaluasi Kinerja dibawah bimbingan Bapak Prof. Dr. H. Mohamad
Surya. Oleh karena itu penulis pun tidak
lupa menyampaikan terimakasih yang tak terhingga kepada beliau.
Atas segala kehangatan suasana ruang
kuliah, penulis sampaikan ucapan terimaksih kepada rekan-rekan Angkatan Pertama
dan para pengelola Program Pasca Sarjana STIE Cirebon.
Peluk cium tentu hanya untuk isteri
tercinta dan anak-anak yang selalu mengerti akan adanya kesibukan baru yang
banyak menyita waktu, tenaga, pikiran dan tidak sedikit biaya.
Indramayu,
18 Oktober 2009
Penulis
KEAHLIAN VS KEWENANGAN
Lembaga Administrasi Negara (LAN)
Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga yang bernaung di bawah
Kementerian Aparatur Negara. Berdiri
tahun 1957 dan salah satu fungsinya membantu tercapainya pemerintahan yang
baik. Tentu saja pada zaman Orde Lama
itu belum dikenal istilah yang sekarang popular dengan Good Governance. Namun munculnya kata “pemerintahan yang baik”
merupakan pertanda bahwa para founding
fathers ber-visi jauh ke depan.
Sedangkan
kewenangan LAN menurut peraturan-perundangan yang berlaku adalah sebagai
berikut :
1. Penyusunan
rencana nasional di bidang administrasi Negara
2. Merumuskan
rencana nasional di bidang administrasi Negara
3. Penetapan
system informasi bidang administrasi Negara
4. Perumusan
dan pelaksnaaan kebijakan tertentu di bidang administrasi Negara, pendidikan
dan pelatihan serta sertifikasi.
Saat
ni LAN membawahi dua lembaga di pendidikan, yaitu : PKP2A di Jatinangor,
Makassar dan Samarinda serta STIA LAN yang berkedudukan di Jakarta,
Bandung dan Makassar.
Sejak
digulirkannya reformasi maka LAN sesuai dengan tugasnya melakukan pembenahan
aadministrasi menuju pemerintahan yang bersih dengan memperkenalkan Manajemen
Kinerja. Pemerintah dan Pemerintah
Daerah sesuai dengan tuntutan reformasi diharskan mempertanggungjawabkan
berbagai kegiatan dan program yang dilaksanakan dengan terukur. Jalannya pemerintahan pun diawasi masyarakat
selaku pemangku kepentingan secara transparan.
Pemerintah
Propinsi, Kabupaten dan Kotamadya setiap lima tahun menyusun Rencana Strategis
yang menjadi bagian dari rencana kerja Kepala Daerah terpilih. Secara lengkap Rencana Straegis berisi Visi
yang hendak dicapai, Misi yang dilakukan untuk mencapai Visi, Tujuan, Sasaran,
Program-program dan Sasaran Kegiatan yang akan dilakukan selama 5 tahun
mendatang.
Tidak
semua pemerintahan di daerah dilaksanakan oleh ahli pemerintahan. Bahkan saat ini cenderung ramai
dipergunjungkan “serangan fajar”, money politics dan premanisme serta
praktek-praktek tak terpuji lainnya.
Tentu saja hal ini menyebabkan seorang Kepala Daerah terpilih tidak
selalu karena Visi yang dibawanya.
Ketika mereka yang terpilih bukan karena Visi yang diusungnya maka tidak
akan ada Misi atau bahkan Program dan Sasaran Kegiatan yang direncanakannya. Padahal jelas-jelas bahwa setiap kegiatan
diawali dengan perencanaan, kata orang bijak, “Perencanaan yang baik sudah
merupakan 50 % keberhasilan.”
Keprihatinan
ini dirasakan betul oleh para pemikir di LAN, terutama menyikapi penerapan
Manajemen Kinerja yang sudah satu decade tetapi
pemerintahan yang bersih seperti diharapkan masih jauh dari
jangkauan. Bahkan cenderung tindak
korupsi semakin banyak terjadi baik secara sembunyi atau bahkan banyak yang
secara terang-terangan.
Praktek
korupsi yang semakin merajalela bukan tanpa alas an, berbagai program dan kegiatan
yang tumpang-tindih di masing-masing departemen menyebabkan praktek korupsi
menjadi semakin mudah. Sebagai contoh,
misalnya Departemen Sosial dan Tenaga Kerja membantu para penyandang masalah
social 5 ekor domba per-orang. Kepada
orang yang sama yang tergabung dalam KBU (Kelompok Belajar Usaha) Direktorat
Pndidikan Luar Sekolah Departemen Pendidikan pun membantu usaha peternakan,
kebetulan ternak domba yang dipilih kelompok.
Dinas Peternakan Propinsi melalui kepanjangan tangannya di Kabupaten menjadikan
kelompok tersebut sebgai penerima ternak domba, sedikit 20 ekor
per-kelompok.
Secara
kewenangan dua departemen yang disebut terdahulu tentu mempunyai kepentingan
dalam memperdayakan setiap warga Negara Republik Indonesia. Namun ketika komoditi yang dijadikan sarana
belajar memandirikan diri itu adalah ternak, maka Dinas Peternakan lebih
berwenang. Paling tidak mengetahui dan
kemudian berkewajiban membina usaha ternak yang dilakukan.
Permasalahan
yang terjadi adalah bahwa usaha peternakan rakyat di kelompok ini sering tidak
diketahui oleh dinas teknis. Namun
demikian, ketika permasalahan terjadi maka dinas teknis harus
bertanggungjawab. Prinsip itu merupakan
harga mati bagi masyarakat karena yang mereka tahun adalah ternak tersebut
milik pemerintah, dan yang berfungsi menangani ternak pemerintah adalah Dinas
Peternakan.
Pada
kegiatan yang tumpang tindih ini berbagai praktek korupsi dilakukan secra
terbuka, misalnya bantuan dari Dinas Sosial dijual kembali oleh petugas dinas
dengan alas an sudah waktunya digulirkan kepada yang lain. Kegiatan KBU pun menyatakan gulung tikar
karena suatu sebab tertentu. Ternak dari
Dinas Peternakan berubah wujud menjadi Berita Acara Kematian Ternak yang
tersimpan rapih di map.
Oleh
karena itu mulai tahun 2009, LAN merestrukturisasi administrasi
pemerintahan. Mulai tahun 2010 nanti
setiap eselon I (satu) di setiap departemen hanya mengurusi satu program saja,
disesuaikan dengan Tugas Pokok dan Fungsi.
Sementara pejabat eselon II menangani satu kegiatan saja. Dengan demikian diharapkan berbagai
tumpang-tindih yang saat ini terus terjadi dan makin menjadi-jadi dapat
diatasi.
Mulai
tahun ini juga LAN memperkenalkan Balanced
Scored Card dengan pendekatan melalui perspektif :
a. Pelanggan
b. Proses
Bisnis Internal
c. Inovasi
d. Keuangan
Pelanggan
menjadi perspektif utama karena sebuah organisasi yang berhasil adalah
organisasi yang mampu memenuhi kepuasan pelanggan, membahagiakan
pelanggan. Demikian halnya jajaran
birokrasi yang merupakan pelayan masyarakat.
Balance
Scored Card yang nantinya akan diterapkan di jajaran birokrasi seluruh
Indonesia ini mengadaptasi dari konsep Balanced
Scored Card sekarang banyak diaplikasikan di bidang usaha. Balance
Scored Card mulai disosialisaikan secara luas untuk menggantikan Analisis
SWOT yang sudah puluhan tahun diterapkan tetapi belum terlihat dampak positif
dalam aplikasinya.
Balanced
Scored Card sebenarnya merupakan sistem manajemen strategik
yang digunakan untuk menterjemahkan misi, visi, tujuan dan strategi kedalam
sasaran strategi dan inisiatif strategik yang konprehensif, koheren dan
terukur. Pada awalnya diterapkan pada
perusahaan, namun sekarang mulai banyak diaplikasikan pada organisasi sektor publik, termasuk
organisasi sektor pemerintahan.
Balanced Scored Card memberikan kerangka
bagi pengambil keputusan untuk melihat kinerja organisasi melalui empat
perspektif, yaitu :
a.
perspektif pelanggan
b.
perspektif keuangan
c.
perspektif proses internal
d.
perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
Keempat
perspektif di atas dimodifikasi oelh LAN menjadi Pelanggan, Proses Bisnis Internal, Inovasi dan Keuangan
sebagaiman disebutkan di atas.
Modifikasi ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan kondisi dan potensi
jajaran birokrasi di Indonesia.
Balanced
Scored Card membuat
keseimbangan antara berbagai ukuran kinerja keuangan dan non keuangan, ukuran
kinerja masa lampau dan masa depan, ukuran kinerja internal dan eksternal.
Permasalahan
terjadi ketika para ahli administrasi dari Lembaga Administrasi ini mencari
indicator-indikator yang sesuai dengan untuk pendekatan yang baru. Beberapa istilah harus berbeda dengan istilah
baku yang selama ini digunakan di jajaran birokrasi yang berpedoman pada
keluaran terbaru dari Badan Perencanaan Pembangunan nasional (Bappenas),
Departemen dalam Negeri (Depdagri) dan Departemen Keuangan (Depkeu).
Sebagai
contoh, selama ini indicator knerja “outcome” diterjemahkan sebagai hasil,
hasil yang diperoleh dari kegiatan dalam mengelola input dan mengeluarkan
output. Dengan kata lain, outcome adalah
hasil yang diperoleh sebagai akibat dari output yang diperoleh. LAN saat ini mengartikan “outcome” sebagai
kondisi yang ingin dicapai secara langsung dari suatu kebijakan atau
program. Dengan kata lain, outcome
adalah harapan yang ingin dicapai sebagai akibat dari input, proses dan output.
Istilah
lain yang selama ini digunakan sebagai indicator kinerja adalah “benefit” dan
”impact”. Benefit diartika sebagai
manfaat dan impact diterjemahkan selama ini sebagai dampak. Istilah pertama, oleh LAN digabungkan dengan
impact. Sehingga bebefit tidak lagi
menjadi indicator kinerja. Impact
(dampak) sendiri diartikan LAN sebagai efek jangka panjang yang ingin dicapai
secara makro.
Kedua
perbedaan istilah di atas adalah sedikit dari beberapa pemikiran baru para ahli
administrasi Negara di lembaga ini.
Pemikiran-pemikiran disertai dengan berbagai alas an dan data-data yang
mendukung dituangkan dalam buku-buku yang diterbitkan LAN. Kemudian disosialisaikan ke departemen dan
Pemerintah Propinsi serta Pemerintah Kabupaten dan Kota yang meminta advice
kepada LAN.
Dua
buku terbitan LAN yang dibagikan kepada peserta dari STIE yang adalah
berkunjung ke Lembaga Administrasi Negara ini adalah :
a. Penerapan
Good Governance di Indonesia
b. Pedoman
Penerapan Manajemen Kinerja pada Instansi Pemerintah
Selain
kedua buku tersebut LAN juga menerbitkan beberapa buku pedoman penerapan
Manajemen Kinerja yang mudah diadaptasi dan diaplikasikan. Rencananya tahun 2010 seluruh departemen,
lembaga legara dan Pemerintah Daerah menerapkan tenuan baru dari LAN ini.
Permasalahan
yang terjadi adalah bahwa berbagai produk yang dihasilkan para ahli
administrasi Negara di LAN dan dituangkan pada berbagai buku dan pedoman ini
hanya ditandatangani oleh Kepala LAN.
Kepala LAN adalah seorang Pejabat Eselon I di jajaran Menteri
Pemberdayaan Aparatur Negara (Menpan).
Tidak ada kekuatan hokum yang melandasinya.
Tentu
hal ini sangat berbeda dengan berbagai keluaran terdahulu yang sudah menjadi
pedoman baku, termasuk beberapa Peraturan Perundangan yang diterbitkan tahun
2009. Bappenas mengeluarkan pedoman
tentang kinerja pemerintah daerah dan ditandatangani oleh Kepala Bappenas yang
setara dengan jabatan Menteri. Demikian
juga peraturan yang diberlakukan oleh Departemen dalam nnegeri selalu
ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri dalam bentuk Keputusan Menteri Dalam
Negeri. Departemen juga mengeluarkan
berbagai Keputusan Menteri tentang tata kelola keuangan yang diberlakukan
secara luars diseluruh Indonesia.
Keputusan
Menteri merupakan salah satu produk hokum yang harus dipatuhi kecuali jika
bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi dan masih
berlaku. Sementara produk-produk LAN
yang ditandatangan oleh Kepala LAN bukanlah termasuk salah satu produk hokum di
negara ini.
Padahal mulai tahun 2010 nanti LAN akan
mensosialisasikan berbagai produknya ini dan akan diberlakukan di seluruh
Indonesia. Tentu hal ini menjadi
permasalahan tersendiri, terutama bagi Pemerintah Daerah, baik Propinsi,
Kabupaten maupun Kota.
Adalah
bukan rahasia kalau setelah ootonomi daerah diberlakukan secara luas, muncul
raja-raja kecil di daerah. Bukan hanya
Gubernur, Bupati dan Walikota, tetapi juga para Kapolres, Kepala kejaksaan dan
yang lainnya seakan menjadi raja baru yang duduk sejajar dengan pejabat politas
daerah, yang duduk seperti raja.
Tidak
sedikit beberapa kegiatan yang dilaksanakan di daerah menjadi sasaran empuk
para aparat kejaksaan dan kepolisian (Tipikor).
Padahal kadang-kadang pelaksana tidak selalu salah, namun ancaman dari
kedua pihak sering meluluh-lantakan kepercayaan diri pelaksana sehingga yang
benar bias menjadi salah, sementara yang salah dipaksakan menjadi benar. Pemutarbalikan fakta dan data ini
ujung-ujungnya adalah uang !
Sudah
menjadi rahasia umum bahwa para polisi dan jaksa memandang bahwa pelaksana
kegiatan dan program penuh bergelimang uang yang seharusnya menjadi hak
rakyat. Dan, mereka sebagai bagian dari
Pegawai Negeri juga harus mendapat dan menikmatinya.
Jika
tanpa menggunakan aturan yang sama saja mereka bias memutarbalikan fakta,
bagaimana nanti kalau pelaksana di daerah menggunakan aturan dari LAN sementara
polisi dan kejaksaan menjeratnya dengan aturan yang berkekuatan hokum seperti
Keputusan Menteri misalnya. Adalah
kesalahan fatal bagipelaksana menggunakan suatu pedoman yang tidak mempunyai
kekuatan hokum seperti prroduk LAN ini.
Permasalahan
ini juga menjadi bagian dalam diskusi dengan penyaji materi dari LAN (Bapak
Teguh dan Ibu Erna). Upaya yang dilakuka
LAN saat ini adalah melalui pendekatan dengan lembaga lain sehingga
istilah-istilah yang saat ini masih berbeda satu dengan yang lain dapat
disatukan sehingga tidak membingungkan pelaksana.
Penyatuan
istilah ini menjadi sangat penting karena bukan hanya membingungkan pelaksana
tetapi juga akan bias dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan
pribadi dan golongannya.
Menyitir
petuah dari Kong Fu Tse, “Jika aku jadi raja, maka yang pertama kali aku akan
lalukan adalah membenahi istilah.”
Diperlukan
kerja keras untuk memadukan antara temuan para ahli administrasi Negara di Lambaga
Administrasi Negara dengan jajaran Departemen Dalam Negeri, Departemen Keuangan
dan juga Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang produknya mempunyai
kekuatan hukum. Bukan pekerjaan yang
mudah, apalagi dianggap mudah.
Egosektoral
yang sudah tumbuh sejak bangsa ini merdeka bukanlah hal yang hilang ketika
pemikiran manusia semakin modern dan maju.
Namun bukanlah hal yang salah kalau lembaga yang hanya dipimpin pejabat
eselon I ini berinisiatif untuk menjadi juru-hubung berbagai perbedaan yang
ada.
Sebab
yang kecil belum tetntu selalu salah dan yang besar tidak selalu pendapatnya
benar. Semoga apa yang dihasilkan para
ahli administarsi dari lembaga Administrasi Negara mampu membawa Indonesia kea
rah yang lebih baik. Amien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar