Minggu, 24 Agustus 2014

Manusia Langka

Sebuah Coretan Buat Bapak Agus Suwandono

Saya pernah tersesat menjadi peserta Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat Primary Health Care (PHC) di Bapelkes Salaman.  Tentu saja tersesat di jalan yang benar…. 
Dibilang tersesat karena yang semestinya hadir pada acara itu bukanlah kami dari Bidang Peternakan.  Lebih-lebih saya yang duduk di Seksi Kesehatan Hewan.  Bukankah yang dibahas sudah pasti soal kesehatan manusia?  Oleh karena itu para peserta lain adalah orang-orang kesehatan dari berbagai pelosok di negeri ini.  Jadilah saya manusia langka di pelatihan yang berlangsung sekitar seminggu itu.
Saya menganggap diri tersesat, karena pada pelatihan Fasilitator bergengsi itu, tidak ada satupun narasumber yang mengaplikasikan pemberdayaan audiens.  Pada proposal jelas-jelas tercantum judul Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat, selain itu disampaikan bahwa 80% kegiatan adalah bottom up.  Pada kenyataannya, 100% narasumber tidak mau disebut guru, penceramah dan sebangsanya yang menunjukkan cirri top down.  100% menyebut diri sebagai fasilitator yang akan memfasilitasi jalannya kegiatan sehingga permasalahan di lapangan terungkap dan menjadi bahan diskusi yang hangat untuk diselesaikan bersama.  100% pula mereka menerapkan aksi dosen yang sibuk mengajar dengan slide yang dibuat sangat menarik.  Alias, tidak satupun yang menerapkan pemberdayaan masyarakat.  Bahkan untuk memilih Ketua Kelas saja ditentukan oleh Panitia.
Ada di jalan yang benar karena memang Pemberdayaan Masyarakat adalah merupakan suatu hal yang sangat menarik hati saya.  Sewaktu bertugas di Bappeda Kabupaten Tanah Datar saya duaa kali ikut pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dan juga ikut mengaplikasikannya dalam penyusunan perencanaan pembangunan.  Bahkan pernah menjadi pembicara Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan. 
Ketika saya pindah tugas ke Bappeda Kabupaten Indramayu pun pernah beberapa kali menikmati pelatihan Pelatih Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat.  Dua diantaranya diadakan oleh Departemen Kimpraswil.  Pelatihan terakhir ini merupakan suatu moment kenangan atas pelatihan pemberdayaan masyarakat yang sebenarnya, sama seperti pelatihan ZOPP waktu di Ranah Minang.
Lebih benar lagi karena pada waktu selanjutnya saya dan Tim Flu Burung Kabupaten Indramayu mendapat kepercayaan dari UNICEF untuk mengadakan Lokakarya Pemberdayaan Masyarakat Dalam Penanggulangan Flu Burung.  Tidak tanggung-tanggung, untuk 31 Desa di Kabupaten Indramayu.
Banyak orang tertegun, bahkan tidak percaya ketika melihat sebuah rencana kerja untuk menanggulangi flu burung yang dibuat masyarakat awam.  Kualitasnya setara atau bahkan melebihi produk perencanaan di balik meja. 
Ternyata masyarakat desa, mulai dari penggembala sampai aparat desa, dari yang buta huruf sampai sarjana, anak muda sampai dengan yang sudah renta, … ternyata akan menjadi luar biasa ketika diberdayakan dengan baik dan benar.  Menghasilkan produk perencanaan yang sangat aplikatif, sesuai dengan potensi yang ada di sekitar tempat tinggalnya.
Berproses dari pagi sampai menjelang maghrib dalam Lokakarya Pemberdayaan Masyarakat dalam Penanggulangan Flu Burung, 40 peserta dari berbagai unsur masyarakat selalu terlibat aktif.  Semua aktif berdiskusi seakan berbagai tirai sosial yang membatasi tidak ada lagi.  Peserta menyadari bahwa diantara kekurangannya terdapat banyak kelebihan dan diantara kelebihan yang dimiliki orang lain pasti ada kekurangannya.
Itulah sebabnya, selama 3 hari penuh suasana selalu hidup.  Jangan harap ada yang mengantuk.  Apalagi mereka yang kehadirannya tidak full 4 hari dari pagi sampai sore.
Dari berbagai pengalaman menggeluti pemberdayaan masyarakat, termasuk berbagai pelatihan yang diikuti dan digelar untuk para Fasilitator Flu Burung serta mengaplikasikannya di masyarakat, saya mengetahui bahkan membuat garis maya tentang profesi seseorang dengan latar belakang pendidikan dan profesinya.
Beberapa kali suasana lokakarya yang selalu hidup kadang harus diawali dengan materi kuliah untuk mahasiswa Fakultas Kedokteran.  Audiens sepi.  Kesempatan tanya-jawab tak pernah ada yang mengacungkan tangan.  Mereka diam bukan karena serius mendengarkan, apalagi tidak bertanya karena sudah paham dan mengerti.  Sangat jarang Kepala Puskesmas yang mampu membawakan materi tentang Flu Burung pada Manusia dengan bahasa rakyat.
Sebagai sesama Fasilitator pun, berulangkali kami harus merangkul Fasilitator dari institusi kesehatan, mengingatkan mereka tentang maksud pemberdayaan masyarakat.  Tidak mengharuskan mereka memberikan paracetamol kalau anaknya panas, tetapi membiarkan mereka mengemukakan betapa efektifnya perasan daun randu atau berbagai obat alternative sesuai dengan pengalaman mereka.  Menggali informasi dan potensi setempat untuk mengatasi permasalahan secara mandiri.
Berbagai perjalanan di atas itulah yang menyebabkab saya menyebut kolega yang satu ini manusia langka.  Bapak Agus Suwandono adalah salah satu orang yang merusak peta maya yang telah lama saya pedomani.  Beliau adalah orang dari institusi kesehatan yang berbeda dari yang sebelumnya saya ketahui.  Bahkan berbeda dengan puluhan narasumber dari Bapelkes Salaman yang pernah melatih kami menjadi Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat sekalipun.
Itulah sebabnya pergaulan yang tidak seberapa lama diantara kami menjadi pertemuan yang sangat berarti.  Teman diskusi yang hidup lintas generasi dan profesi.  Sahabat yang selalu berjabat erat.  Kami bersaudara sangat dekat, sesama orang yang percaya bahwa setiap manusia akan menjadi sangat luar biasa apabila diberdayakan.
Selamat menghirup udara kehidupan baru wahai manusia langka.  Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan berkah dan hidayah bagi Bapak dan keluarga dalam menjalankan aktivitas kehidupan yang sebenarnya.  Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar